#Imajinasi

Surat Chero #1

Desember 19, 2015


 Surat Chero #1

Kepada Kaisha Btari Zechmeister
Jadi kurasa sekarang sudah waktunya kita hentikan semua perdebatan tempo dulu. Kalau saja masih ada ingatan itu di otakmu. Sebab aku tidak yakin, gebrakan dan siraman kopimu ke kemejaku masih tercetak di memorimu.
Begini. Aku tahu, bahwa hujan, senja, dan pelangi-mu itu adalah hal yang bisa didramatisasi seenakmu, sesukamu, sekacanganmu, atau seintelektual yang kamu bisa. Aku tahu bahwa hujan bagimu syahdu, meresonansi ingatan, dan entah apa sebab aku sudah lupa semua itu.
Kaisha, aku hanya ingin kamu menoleh sesekali. Kepada trotoar, semangka, tiang listrik, kapur tulis, bola, apapun itu terkecuali hujan-senja-pelangi. Bejibun Kaisha  kata yang ada di KBBI. Begitu banyak hal dan kata yang bisa diurai selain hujan-senja-pelangi milikmu itu! Sebab aku takut obsesimu itu suatu hari menimbulkan halusinasi, delusi, apalah itu. Aku hanya pernah membaca sekali di buku psikologi.
Kaisha. Menarilah bersama paku payung, wortel, air comberan, dan apapun selain air hujan. Bosan. Bosan aku mendengar ucapanmu. Kamu selalu berkata,”Aku menari. Menari aku. Hujan dan aku. Aku dan hujan menari,” bedebah Kaisha! Aku hapal di luar kepala!
Kaisha. Berhentilah berkata,”Jingga-jingga-jingga. Sewarna senja. Merona menghambur cahaya,” keparat Kaisha! Aku mematri nyanyianmu. Enyah! Enyah!
Dan Kaisha. Berhenti mengucap,”Pelangi tujuh warna. Hidupku ceria. Hujan deras  tiba tapi berujung warna-warni bahagia.” Duh Kaisha! Otakku dengan bodoh mengingatnya!
Maka Kaisha, sebelum otakku terus dijejali obsesimu pada hujan-senja-pelangi, berhentilah. Mari berhenti Kaisha, jika tidak kurangi. Sebab dunia masih ada matahari, kerikil, spidol, jepit jemuran, dan lainnya.
Bagaimana Kaisha? Kutunggu hari ini di lantai tiga seperti biasa. Tanpa hujan-senja-pelangi.

Salam sehangat kuah mi,
Chero Che Santrock

#JustWrite

Ada Apa?

Desember 12, 2015

Apa yang salah pada siang?
Dan Sore menjelang petang.
Sebab pada masa itu otakku beku.
Selalu. Tiap waktu

Apa yang terjadi dengan pagi ?
Sebab dengannya otakku bisa berlari
Atau biarkan malam jadi panjang
Lalu aku melesat kencang

Apa yang salah dengan sore?
Jika semangatku padam saat matahari bergerak pulang
Lalu meletup saat bulan datang

Ada apa dengan malam?
Temaramnya buatku tak berhenti menyerang
Akan tugas yang tak henti menghadang

Ada apa?


#JustWrite

Gadis Berpayung Hitam, Lelaki Berkaus Merah, dan Si Topi Biru

Desember 12, 2015

      Gadis itu menggenggam payung hitamnya kuat. Angin yang mengembus menusuk-nusuk pori-pori pipinya yang kemerahan. Rasanya dingin, ia menggigil. Lalu perlahan ia berjalan, menyusuri trotoar yang mulai ramai. Matanya menatap lampu-lampu jalanan, memburam, berpendar, sebab air mata menyesak ingin keluar. Bibirnya terkunci, rapat, seperti hatinya kini. Dua puluh langkah panjang-panjang sudah ia jalani, ingin rasanya menoleh ke belakang. Gadis itu ingin memastikan apakah lelaki itu mengejarnya, pergi, atau tetap di tempat. Gadis itu memutuskan menghentikan lajunya. Menimbang-nimbang apa yang harus dilakukannya. Otaknya beradu, lalu mengingat kejadian dua hari lalu.



Dua hari lalu di sebuah kedai teh, 300 meter dari rumah Si Gadis. Jam menunjukkan pukul tujuh malam, di meja delapan.

"Maaf," bisik si gadis lemah. Matanya hanya menekuri teh hijau tanpa gula yang pahit sepahit hatinya. Lelaki berkaus merah itu tidak menjawab, ia merapatkan giginya, meremas jarinya, dan menatap tiga potong muffin lezat yang tak tersentuh sejak empat puluh enam menit yang lalu. Sejak gadis itu mengaku suatu hal yang membuat lelaki berkaus merah membara.
"Maaf. Sungguh. Aku... aku.... Kamu tahu kan bagaimana kita waktu itu."
"Aku tidak tahu," potong Lelaki Berkaus Merah.
 "Kita sedang tidak baik-baik saja..." ujar Si Gadis, suaranya bergetar.
"Lantas kalau tidak baik-baik saja kamu bisa dengan mudahnya?"
" Kamu pikir siapa yang memulai lebih dulu hah?" sahut Si Gadis pelan, ia mulai naik pitam. Lalu si Lelaki Berkaus Merah menatap Si Gadis, menghunjam, tatapan penuh kebencian dalam.
Lelaki itu mengembuskan napas dengan berat. Hingga ia berkata,"Kita akhiri semua ini. Mungkin aku sudah tidak berarti."
Gadis itu masih diam. Tangannya meremas-remas kemeja flanelnya. "Jangan," ucapnya sambil menatap Lelaki Berkaus Merah penuh harap.
"Ini tidak bisa dipaksakan. Pergilah dengan lelaki barumu," ucap Lelaki Berkaus Merah sebelum beranjak dari kursi dan meninggalkan Si Gadis. 

Si gadis memutuskan berjalan, meski pelan dengan pandangan kosong. Percakapan tujuh menit yang singkat itu kembali berdendang. Percakapan di sebuah kedai roti bakar di pinggir jalan. Jauh, jauh dari halte bus terdekat.

"Jadi... kalian berakhir?" tanya Si Topi Biru . Si Gadis mengangguk. Ia menggigit sepotong roti bakar saus kacang perlahan. Dadanya berdegung kencang bersama dengan perut yang mulas dan mual. Selalu seperti ini tiap ia berada di dekat Si Topi Biru. Rasa yang sama dengan yang ia rasakan bersama Lelaki Berkaus Merah, tiga tahun lalu. 
"Bagaimana dengan kita?"
"Kita? Apanya?" Si Gadis mengerutkan dahinya. Ia terus menggigiti rotinya, menutupi kegugupannya.
"Hubungan kita? Kamu... Aku... Yah, itu."
"Aku tidak tahu. Maaf, aku tidak tahu."
"Aku tahu kamu x padaku," ujar Si Topi Biru. Si Gadis kembali mengerutkan dahi.
"X ?"
"Terlalu geli mengatakan empat huruf yang diawali 'l' dan 'e'," ucap Si Topi Biru sebelum terkekeh. Si Gadis diam, tetapi pikirannya ricuh. Ia 'x' pada Si Topi Biru, namun begitu banyak hal lain selain 'x' yang ia pikirkan. Banyak hal, sangat banyak. Tentang berbagai kemungkinan buruk yang ia takutkan. 
"Aku tidak tahu. Sungguh. Aku ingin pulang saja," suara si Gadis pun keluar setelah sekian lama hening menyelimuti mereka dan gerimis mulai turun. 
"Ayo, sebelum hujan datang. Kita bisa bicarakan itu lain kali. Kita sudah berjanji kita akan terus berteman bukan?"
Gadis itu menggeleng. "Aku pulang sendiri. Sebaiknya kita tidak usah bertemu lagi. Ya, begitu," ucap Si Gadis. Lalu ia berdiri dan mengambil payung hitam, berjalan keluar kedai dan mengembangkan payungnya. Gadis itu menipu dirinya. Oh tidak, ia hanya berusaha realistis dan menggunakan logikanya. 

Pada akhirnya gadis itu berbalik, dan Si Topi Biru tidak menampakkan dirinya. Bersama dada yang bergemuruh gadis itu berjalan dengan cepat menuju halte. Menghiraukan keributan kecil di otaknya. Ia duduk di halte bersama segerombol remaja yang berisik mengusik telinganya.

Beberapa tahun kemudian....

Gadis itu tampak cerah, bersama pipinya yang putih kemerah-merahan. Ia berlari menghampiri sesosok lelaki berkemeja abu-abu. Gadis itu tertawa, lalu menggandeng lengan lelaki berkemeja abu-abu. Tidak ada yang tahu pasti siapa lelaki itu. Apakah ia Lelaki Berkaus Merah, Si Topi Biru, ataukah sosok baru yang datang mengisi hatinya. Gadis itu sudah menemukan rumahnya. Sekarang.

#JustWrite

Lukisan, anak-anak , dan orangtua mereka

Desember 06, 2015

    Hari ini saya bangun pagi buta, bersama Nay dan Nad memesan jajan pasar untuk acara perpisahan. Lalu saya dan Nay ke CFD, tidak ada yang menarik, sampai kami berhenti di depan Sriwedari. Ada seorang lelaki dan perempuan yang terduga suami-istri, mereka menjual kanvas dan cat air. Si laki-laki menggambar, si perempuan menyiapkan cat dan tempat melukis. Dan satu per satu anak-anak datang, minta digambari ini dan itu untuk mereka lukis. Tapi ada yang menarik, yang kami bicarakan. Bukan lukisan, bukan pemilihan warna, tapi perilaku orangtuanya.
     Awalnya, anak-anak itu melukis sendiri. Lalu kemudian seorang anak berceletuk," Bu, ini di cat warna apa?". Lalu kami berdiskusi dan sepakat anak-anak yang terus bertanya "ini warna apa, daun apa, sungai apa," kemungkinan akan menjadi anak yang sulit membuat keputusan jika dibiarkan. Akan menjadi anak yang  selalu bertanya tanpa berpikir dahulu, anak yang malas mencerna informasi. Sulit punya pilihan sendiri. Itu argumen kami entah dari mana.
       Waktu bergulir, orangtua mulai tidak sabar. Dari sekitar 10 anak, hanya 2 anak yang benar-benar 'dilepas' melukis oleh orangtuanya. Seorang anak yang melukis Elsa, hanya ditunggui oleh ibunya tanpa bantuan. Begitu pula seorang anak dengan power ranger.  Yang lainnya, ada yang sedikit mendapat arahan dan ada yang ibunya turun tangan membantu melukis -mungkin tidak sabar sebab anaknya tidak kunjung selesai-. Yang menarik adalah seorang anak balita yang melukis celengan sendirian. Entah dimana orangtuanya. Hingga ketika ia merasa lukisan itu telah selesai, ia memanggil-manggil bundanya. Melihat bundanya belum datang, ia kembali meneruskan lukisan abstraknya sampai kedua orangtuanya datang. 
    Saya percaya, bahwa setiap orangtua punya cara sendiri dalam mendidik anaknya. Saya tahu, bahwa membuat pilihan dan keputusan sendiri adalah salah satu yang harus ditanamkan orangtua sejak kecil dimulai dari membebaskan anak memilih warna. Seperti Mama saya membiarkan adik saya mewarnai sesukanya di suatu lomba dimana orangtua lain berteriak-teriak mengharuskan bunga berwarna merah. Bahwa yang anak butuhkan dari kecil adalah kepercayaan dan kebebasan memilih, lalu tahu dampak pilihan itu. Dan membiarkan anak berpikir, mencerna sendiri dan ketika menyerah baru bertanya, baru meminta tolong. 

Sudah, maaf untuk racauan siang-siang ini.
    

#JustWrite

Agen Luar Biasa, Selamat Hari Disabilitas Internasional, dan racauan malam.

Desember 03, 2015

Agen Luar Biasa. 
Sudah pernah dengar? Mungkin tidak. Itu hanyalah sebutan asal yang tercetus beberapa tahun silam. Saat saya dan teman-teman baru menginjak semester awal di PLB. Waktu saya suka banget buku Perahu Kertas-nya Dee dan buku itu dijadikan film meski saya lebih suka bukunya. Ingat ada 'Agen Neptunus'?
And then... saya memutuskan untuk menyebut teman-teman di twitter @UsNeed12 dengan itu. Nggak selalu sih, tapi sering. Saya hanya berpikir bahwa kita ada di jurusan Pendidikan Luar Biasa (honestly..saya lebih suka pendidikan khusus. SUMPAH!) jadi kita disiapkan untuk menjadi agen-agen yang mengemban misi untuk Pendidikan Luar Biasa. Terdengar lebay... Selain itu saya pengin banget jadi agen FBI atau BIN.

Dan ketika saya mengetik ini di blog, jam menunjukkan pukul nol-nol sekian. 3 Desember 2015.
Ini HIPENCA/HDI/DifDay... and i don't care with the title. Tapi hari ini hari disabilitas internasional. Bagi saya sebuah perayaan hanyalah seremonial semata. Euforia, dan persetan dengan istilahnya. Jika dan hanya jika kita peduli di hari itu saja. Kita cuma nge-tweet and selesai. Kita masih duduk manis padahal ada bapak-bapak dengan kruk. Kita masih ngejekin orang yang lagi serius dengan autis. Kita masih ngatain orang yang nggak bisa baca itu bodoh, atau anak tunagrahita = anak gila. Well, saya menulis berdasarkan fakta dan cerita teman. Saya nggak mau nasihatin aneh-aneh, atau mendadak jadi sok bijak. Saya cuma mau ingetin diri saya, bahwa sebagai bagian dari 'Agen Luar Biasa' yang kata teman saya 'Luar Biasa, Biasa Di Luar' untuk lebih peka terhadap mereka. Ya, seperti itu. Malam.


#JustClick

Semua yang dimulai akan berakhir. Percayalah

Desember 02, 2015




Walaupun seting tanggal di kamera saya salah, saya tahu kapan saya memotret bulan itu. Mungkin foto itu tidak terlalu bagus, masih kurang fokus, atau apalah. Tetapi saya menyukainya.

Adalah suatu malam dimana saya membereskan pakaian yang akan saya bawa ke tempat KKN. Menjejalkan baju, dan beberapa sanchet kopi koper kecil saya. Perasaan saya kacau, kalut, entah apa namanya. Saya masih tidak berdamai dengan adanya KKN. Yang saya ingat adalah saya bangun pukul 3 untuk makan sahur. Lalu saya keluar, menuju balkon dan menemukan penampakan bulan yang indah. Saya bergerak ke kamar, mengambil kamera dan memotret bulan.
Susah. Terlebih kamera saya tidak ada seting AF dan apalah itu. Saya juga tidak punya tripod, hanya mode makro. Tapi saya senang. Memotret kembali menjadi terapi. Mungkin hormon endorfin atau serotonin, dopamin apalah namanya seketika melonjak ketika itu. Ada kebahagiaan tersendiri setiap saya berhasil mendapatkan gambar yang bagus, yang saya inginkan meski mungki tidak bagus di mata orang.
Pada akhirnya saya kembali menjadikan memotret sebagai terapi ketika KKN, mungkin hampir tidak ada foto saya di sana. Tapi tidak apa.

Oh, sekarang bukan itu yang mau saya bicarakan. Maaf untuk pembukaan yang panjang. Jika ada yang membaca ini tanpa sengaja, saya harap tidak lekas bosan. Saya percaya bahwa setiap yang dimulai akan berakhir. Bahwa mungkin berat untuk memulai terjun KKN, ada rasa tidak ikhlas tidak pulang lebaran, tapi Tuhan bayar. Saya bisa pulang, saya dapat tiket. Dan meski tempat KKN saya tidak terlalu menyenangkan tetapi pada akhirnya KKN itu selesai.
Begitu pula PPL. Saya senang. Saya senang dengan siswa-siswanya. Tapi mungkin ada beberapa hal yang membuat saya kadang kesal sendiri. Tapi toh, sudah terlewati. Saya percaya benar, bahwa selama ada usia semua yang kita mulai kerjakan pasti akan berakhir, pasti akan selesai. 
Maka, saat saya memulai menulis skripsi saya harus percaya bahwa skripsi itu akan selesai. Ya, akan selesai secepatnya...

#JustWrite

Playlist, Ode dan Langit

November 17, 2015

Saya baru saja duduk di depan laptop, sambil menyesap 'kopi mainan'. Berusaha menyangkal kantuk yang menyerang, semua berawal dari kekenyangan. Sambil mencoba membuka mata lebar-lebar saya menyumpal telinga dengan playlist seperti biasa. Semua biasa saja, sampai Heart of Life-nya John Mayer terdengar. Pkiran saya mengawang. Odrei. Ya, saya teringat Odrei. Tokoh di tulisan abal-abal yang sudah lama saya tinggalkan. Tulisan yang saya janji akan rombak ulang. Saya ingat Ode, saya rindu menulis Ode, meski Ode begitu kaku.

Lagu beralih, I Bet My Life mengalun. Saya tersentak. Nama Langit dan Biru menguar. Saya gemas ingin menemui mereka. Menulis dan menyelesaikan kisahnya. Saya teringat tulisan-tulisan saya.
Tapi sayangnya, tidak bisa. Ada deadline laporan observasi, laporan IEP, dan laporan PPL lainnya. Belum lagi revisi bab 1 proposal. Maafkan saya Pak, setelah PPL usai saya akan berlari. Penelitian saya harapkan dimulai awal Januari. Mari tutup dulu fiksimu. Terbitkan karya non fiksimu :)

#JustWrite

Segera Terbit

Oktober 14, 2015

Dulu gue selalu ingin punya buku yang diterbitin sebelum skripsi gue terbit. Tapi ternyata tulisan gue yang selesai berakhir penolakan sebab gue pun tahun banyak hal yang harus diperbaiki. Gue memang kembali menulis, bersama Yunchan dan proyek Langit Biru, tapi KKN menghentikan proses menulis gue itu dan ditambah sekarang PPL disusul skripsi. Dan prioritas gue sekarang skripsi. Dan gue sedang memperjuangkan judul gue, mencoba mempelajari apa yang akan gue teliti dan mengabaikan menulis fiksi. Gue cuma mau segera lulus tapi skripsi gue juga bagus.
Doakan gue, supaya gue bisa ikhlas. Supaya gue selalu semangat, lancar dan ga patah arang. Supaya gue cepat juga menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi gue segera terbit. Akan gue kabari jika skripsi gue terbit!!

#JustWrite

Saya tahu

Oktober 10, 2015

Mungkin PMS, hingga saya merasa terlalu sensitif akhir-akhir ini. Terlalu sibuk dengan PPL dan calon skripsi yang terbengkalai membuat saya merasa bersalah dengan diri saya sendiri. Melihat beberapa teman yang sudah acc judul, saya makin merasa kecil. Dan membuka facebook dengan foto-foto orang wisuda,meski ini tahunnya teman yang D3 saya geram, antara ingin campur iri.

Saya tahu, Tuhan baik. Pasti ada alasannya meski kadang perasaan nggak ikhlas dan pikiran membandingkan datang. Ada alasan dari menempatkan di tempat yang bukan keinginan saya. Memunculkan nama dosen yang tidak saya duga. Tapi saya berharap besok judul saya diterima. Judul yang saya inginkan, kalau kedua hal sebelumnya tidak dikabulkan saya harap judul yang saya inginkan diperbolehkan.

Saya tahu, waktu saya lebih sedikit dari beberapa teman di sekolah lain tapi lebih banyak dari sekolah lain lagi. Saya harus bisa mengatur waktu saya, untuk PPL dan skripsi. Saya ingin lulus segera, saya jengah berlama-lama. Saya harus bisa mengatur waktu tanpa tepar. Meski kenyataannya saya terus tidur tengah malam atau dini hari sebab menjelang petang saya tidur. Siang pukul 2-5 adalah jam terburuk otak saya. Saya tahu saya bisa menyelesaikan apa yang bahkan baru dimulai dan menuntaskan perjalanan yang telah sampai pertengahan.

#JustWrite

Lelah

Oktober 04, 2015



Saya lelah. Ada yang remuk rasanya. Saya iri tapi itu cuma belati. Saya mau berhenti, ayolah sudah cukup semua ini. Saya lelah, saya tidak mau kalah apalagi menyerah.

#JustWrite

bosan makan dan periodisasi lapar

September 27, 2015

Sungguh.
Ini racauan tidak penting.
Seminggu terakhir ini, saya bosan makan. Lapar, tapi bosan sekali melakukan aktivitas makan. Berbeda halnya kalau minum, minum kopi, susu, air putih. Biasa saja. Sayangnya stok susu habis. Saya lapar dan enggan untuk makan. Saya bosan makan, malas melihat nasi, biskuit oat juga tidak menarik. Apalagi keluar kost untuk mencari makanan. 
Saya kadang merasa punya periodisasi lapar. Ada normal ( lapar dan saya makan lalu kenyang), ada tidak lapar , lapar tapi tidak suka makan, dan hanya lapar di tengah malam sedangkan jam lainnya biasa saja (tidak lapar) Saya sendiri nggak ngerti, Kadang saya nggak lapar, malas liat makanan dan ketika makan malah lemas.
Saya tahu kok makan itu penting, tapi saya gak suka. Saya gak terlalu suka makan. Mungkin karena itu saya bisa minum susu 2-3 botol/gelas kalau saya stok susu. Mungkin ini berkaitan dengan waktu kecil saya lebih suka susu daripada makan.
Saya bosan makan tapi saya lapar.

#JustWrite

saya benci menulis, oh bukan menyalin.

September 27, 2015

Saya suka menulis tapi di satu sisi saya benci menulis. Terlihat kontradiktif tapi mau bagaimana lagi. Saya suka menulis, menulis di blog, menulis cerita dan menulis yang saya suka. Menulis dalam arti membuat tulisan. Tapi saya benci menulis RPP, ya menulis dengan tangan saya dimana saya dituntut rapi dalam menulisnya. Sayangnya tulisan saya tidak kunjung rapi.

Saya terlanjur senang dengan tulisan berantakan, oke mungkin ini semacam penyangkal atas tulisan jelek saya. Saya hanya bisa menulis rapi diawal-awal dan kembali hancur setengah lembar selanjutnya. Saya hanya suka menulis dengan pen merah, lalu biru kemudian hitam. Saya merasa tulisan saya lebih bagus jika memakai pen merah. Sayangnya pulpen merah untuk menulis RRP diharamkan.

Saya masih nggak ngerti, kenapa RPP harus ditulis tangan. Setelah konsul dan Acc saya harus memindahkan berlembar-lembar ketikan itu ke buku folio bergaris. Demi seluruh pulpen di penjuru dunia, ini sangat membosankan. Tiap selembar berhasil dirampungkan saya mengantuk. Dan distraksi seperti membuat kopi, mengambil biskuit, mengganti lagu terus-menerus datang. Saya nggak suka. Saya bahkan masih mempertanyakan untuk apa buku itu nanti? Saya berpikiran mungkin setelah dikumpul buku itu akan ditumpuk dan beberapa tahun kemudian ada sebungkus cabe dengan tulisan tangan saya. Mengapa tidak mengumpulkan dalam bentuk print out saja, toh saya tidak keberatan . Waktu yang digunakan untuk mencetak RPP dengan menulis RPP dengan tangan sangat jauh. Bahkan waktu membuat dengan ketikan dengan menyalin juga sangat jauh. Menulis tangan RPP membuat saya merasa jadi guru di zaman purba. 

Iseng saya mencari penyebab mengapa RPP ditulis tangan di zaman modern ini, katanya demi mengurangi gunting-tempel alias copy paste. Demi pulpen-pulpen macet, saya buat RPP sendiri tanpa copas. Ya kali yang lu copas itu bener.

Tapi mau apalagi, namanya juga mahasiswa PPL. Mungkin kalau saya jadi guru nanti, menulis tangan yang bikin hal-hal yang saya suka terabaikan berkurang.

Saya suka menulis berlembar-lembar kalau itu sesuatu yang menyenangkan yang keluar dari otak saya, tapi tetep nggak suka menyalin.

#Meracau

Saya takut bosan

September 26, 2015

Skripsi belum berjudul, PPL belum sebulan, tapi.pikiran saya berkelana.
Hingga sebuah kalimat terlintas. Saya takut bosan.
Ya,saya takut saya bosan. Lalu jadi jenuh, lalu bekerja tidak maksimal.
Kalau saya jadi guru, kalau saya mengajar murid saya tiap hari. Saya senang,tapi saya takut bosan.
Kalau saya jadu guru,saya takut bosan hanya memakai seragam yang itu-itu saja. Membeli kain dan menjahitnya adalah kesenangan yang bisa berkurang kalau saya pakai itu-itu saja
tanpa kets saya merasa kebebasan saya terenggut. Saya takut, jika nanti saya tidak bisa memakai hal yang saya suka,saya makin bosan.
Saya tidak suka rok. Bukan menyalahi takdir,justru rok menghilangkan kebebasan saya bergerak,ruang gerak saya berbanding lurus dengan lebar rok saya. Saya takut, saya tidak bisa seaktif dan sepetakilan saya biasanya.
Saya takut bosan bertemu teman yang itu-itu  saja. Menghabiskan waktu sampai akhir tugas dengan orang yang sama. 
Saya takut semua itu.
Tapi saya tidak akan takut. Sebab anak-anak berkebutuhan khusus dengan tingkah yang selalu membuat saya tertawa itu tidak pernah membosankan. Bukankah bisa tertawa tiap hari adalah sebuah kebahagiaan?

#JustWrite

Kepada Skripsi, ('dia' yang perlahan mulai mendekati )

September 26, 2015

Kepada Skripsi


Hai, mata kuliah berbobot besar yang dengan penuh keyakinan kumasukkan ke KRS semester ini! Apa kabar? Perlahan namun pasti kamu mulai mendekati. Dimulai dengan pengumuman dosen pembimbing, seperti bel yang berdering kamu mulai berteriak nyaring.
Aku tahu, suatu hari kamu pasti akan selesai. Maka mungkin dari sekarang mari kita mulai berteman, bantu aku menjadi lebih sensitif dan peka terhadap masalah. Lebih jeli mencari celah dan jawaban dari segala masalah. Buat aku sabar menghadapi semua yang datang. Lancarkan jalanku menghadapi dosen pembimbing. Permudahkan jalanku menuju kelulusan.
Kepada skripsi, mungkin akan kubuat reward untuk diriku jika tahapan-tahapannya berhasil kulalui. Agar malasku berkurang, sebab aku tak ingin berlama-lama bergumul denganmu. Aku ingin lulus sebelum ulangtahunku. Kepada skripsi, mari bersahabat dan selesaikan masalah ini. Mari ciptakan hasil memuaskan di akhir nanti.

salam sayang.


mahasiswi yang membalas sapamu kemarin itu.

#Meracau

jar jar jir

September 16, 2015

serupa bunga pasir
tahi-tahi kucing dan cairan pekat pesing
dan bau-bau anyir
deru-deru bising
sampah kocar-kacir
dan bajigur-bajigur jar jar jir



#JustWrite

Kalau Saja yang hanya Seandainya

September 16, 2015

Kalau saja setelah mati kehidupan terhenti, tak ada janji surga neraka, mungkin manusia akan bunuh diri sesuka hati.
Kalau saja kelahiran bisa dibatalkan, mungkin dunia tak seramai ini.
Kalau saja setan tidak pernah ada, dan mereka musnah sejak zaman purba, mungkin tulisan ini tak ada.
Kalau saja hanyalah bualan serupa seandainya. Tak akan jadi nyata seperti harapan untuk tak pernah ada.

#JustWrite

Tidak penting.

September 14, 2015

Ini kesalahan. Kesalahan sebab seharusnya saya mengerjakan tugas namun malah membuka blog. Mungkin karena pikiran saya sudah terlalu sesak. Proposal skripsi, nama dosbing yang mencengangkan, menulis halus rpp, membuat rencana rpp selanjutnya, media, setelah lulus mau kemana dan serangkaian pikiran tidak penting lainnya.
Sebentar, tadi buka blog mau ngomong apa? Okeh, lupa. Yang jelas banyak yang ingin diracaukan. Terlalu banyak sampai kebingungan.

#JustWrite

Mari Kita Ikhlaskan

September 13, 2015

Halo diriku. Masih masamkan wajahmu? Raut sekecut jeruk nipis beberapa detik setelah membaca sederet nama itu. Mau membusuk atau tetap masam, dua nama itu tidak akan berubah. Pun jika kamu berhasil mengeluarkan cairan dari matamu yang nyatanya sulit mengingat batunya dirimu.

Kamu sudah tahu, sebaiknya tidak berharap pada hal yang satu itu. Tapi tidak salah kamu sedikit berharap. Tapi ketika keputusan itu ada,mungkin itu jawaban atas doamu. Agar mendapat yang terbaik dalam membimbingmu. Mari berpikir bahwa menurut Tuhan yang terbaik adalah mereka, dan masalah doa, kamu pun tak pernah sebut nama siapa.

Hidupmu baru dimulai. Hidup yang kamu bilang mulai kejam dan jahat ketika semua mulai tak memihak padamu. Jika hidup adalah perjalanan di hutan, ucapkan selamat datang pada belantara yang mulai memasuki intinya.

Maka percayalah kamu akan menang dan tertawa lebar. Maka yakinlah semuanya akan berjalan lancar dengan hambatan tidak terlalu berarti. Bisa jadi kamu menang lebih cepat dari yang kamu pikirkan. Mari berusaha, diriku. Banyaklah berdoa pula. Sebab cuma Dia yang bisa mengatur segalanya. Kamu sudah tahu banyak demons yang berteriak di kepalamu,kenapa tidak kamu bunuh dan acuhkan mereka?

Mari kita berjuang, diriku. Aku tahu itu. Dengungkan pantang pulang sebelum menang, menang di pendadaran.

Tuhan ingin kamu mengikhlaskan sederet nama itu.Bisa jadi mereka memudahkanmu lebih dari yang kamu bayangkan. Semoga begitu.

#JustWrite

Saya enggan memilih

September 11, 2015

Saya tidak pernah tahu mengapa pilihan itu ada, mengapa saya harus memilih dan berakhir pada sesuatu yang menyebalkan, mendapat apa yang tak saya inginkan. Sejak dulu saya membenci memilih. Sejak dulu saya enggan memilih. Dan sejak entah kapan saya tak mendapat apa yang saya pilih. Untuk apa saya memilih? Untuk apa kalau pada akhirnya pilihan yang menentukan saya,bukan saya yang menentukan pilihan.
Saya tahu ini hanya masalah kecil dari masalah besar seperti 'memang saya pernah memilih untuk hidup dan ada didunia ?'.
Saya sudah tidak tahu lagi. Saya sudah malas memilih. Enggan.
Saya tidak tahu mengapa harus memilih meski pada akhirnya dipilihkan juga. Pun enggan bertanya. Sama halnya saya yang sudah bosan mempertanyakan mengapa saya harus ada. Bukan sebuah tanya yang berarti tidak bersyukur, saya hanya penasaran dan ingin memilih tidak pernah ada saja. Biarlah mama papa saya mendapatkan anak yang lebih baik dari saya. Anak yang tidak pernah mempertanyakan keberadaannya, tujuan hidupnya dan ingin menghilang saya. Saya tidak akan bunuh diri, itu hanya memperkeruh kehidupan selanjutnya.Saya tidak tahu, saya sudah tidak tahu lagi. 
Saya tidak mau membenci Tuhan, saya tahu Tuhan sayang sama saya. Tapi apakah Tuhan merasa saya sayangi?Saya tidak tahu.
Selamat malam Tuhan, Terima kasih untuk semua yang saya dapat, yang saya tidak pernah inginkan. Saya harap Tuhan melancarkan jalan saya ke depan tanpa hambatan berarti.

#JustWrite

Something wrong

September 09, 2015

I just feel something wrong.
Maybe because the period
But i dont think so.

So the true life begin. And i hate it
I know, i always worry about it. About the real life and become a young adult
I know that its wrong, hate to face the truth is bad for me.

I never know what i want now. I know but some questions always ringing on my brain. is it right for me?

Now, or maybe sometime, i hate to choose everything. Or just hope it. I hate feel broke when i didnt have it.
What can i do? What should i do? And what life is for?
I hate this situation. I dont know. I dont know. Dunno dunno dunno.

#JustWrite

Ini baru dimulai tapi percayalah ini akan berakhir

September 06, 2015


Saya menulis ini di sela-sela mencari gambar-gambar untuk media pembelajaran.PPL baru saja dimulai minggu lalu dan minggu depan latihan mengajar terbimbing dimulai.
Ini baru dimulai, Ci. Ketika KKN usai bukan berarti semuanya selesai. Sebab PPL pun saat itu melambai dan kini mewarnai hidupku sampai tiga bulan ke depan. Jadilah manusia yang kuat Ci! Sesaplah semua pengalaman yang akan kamu terima nanti. Keruk sebanyak-banyaknya ilmu. Berdoalah kamu segera menemukan judul dan masalah untuk bahan skripsi. Semoga pembimbingmu nanti baik hati, pembimbingmu yang menuntunmu untuk cepat, tepat dan semangat merampungkan tugas akhir.
PPL pada akhirnya akan berakhir Ci, seperti KKN yang kamu takuti dan tidak kamu sukai. Hanya ini mungkin lebih lama, lebih menguras otak, tenaga, biaya dan waktu tentu saja. Semoga kamu bisa membagi waktu dengan baik,Ci.

Ci, ini baru mula, semoga akhir kuliahmu bahagia. Pantang pulang sebelum pendadaran ya, Ci. Mau cepat pulang kan? Ingat Ci, perjuangan masih panjang kuatkan semuanya. Kamu bisa selama kamu masih ada.


Untukku yang baru memulai PPL dan disapa tugas akhir.

Rasanya

Agustus 25, 2015

Rasanya, ada banyak hutang cerita saya pada blog ini. Ada banyak rasa yang mau ditumpahkan, namun saya bingung hingga mungkin tak ada yang diceritakan. Tentang kkn, tentang ketakutan saya,tentang menyambut ppl atau sekadar film dan buku yang saya tonton dan baca.
Rasanya, entah.

#AnakKost

ocehan sore di atas kereta

Juli 21, 2015

Tulisan ini entah di post kapan,entah hari ini juga atau pada suatu hari. Saya masih duduk di gerbong 8 saat mengetikkan posting ini. Bersama hati,jiwa dan pikiran yang carut-marut belum tertata.
Pulang kali ini saya lebih ikhlas. Tetap malas packing (selain cuma packing 1 ransel) namun tidak semenyesakkan biasanya. Mungkin karena bisa pulang saja saya sudah bersyukur mengingat rencana awal saya tidak pulang.

Hati saya masih menolak banyak hal. Tapi saya tahu, sekuat saya menolak semakin sakit yang didapat. Mungkin saya bisa kabur dari semuanya tapi tentu bukan jawaban atas masalah. Tapi membuat masalah baru.

Papa saya mengingatkan saya untuk semangat, sesuatu yang saya pikir sudah hilang. Tapi saya ingat, seperti yang saya ungkapkan dulu di posting entah kapan tentang anak pertama. Saya punya tanggung jawab lebih. Dan saya harus lulus cepat dan mendapat pekerjaan yang menyenangkan di segala lini.
Saya tidak boleh menyerah, saya terlanjur ada dan tak mau mati sia-sia.

#JustWrite

Brain notes

Juli 14, 2015

Seandainya memang kata yang kejam, ya kejam jika dipakai untuk mengobrak-abrik dan memikirkan masa lalu. Tapi seandainya bisa jadi kata yang baik hati, setiap penemuan yang ada di dunia ini berkemungkinan dimulai dari seandainya.

Malam ini saya di kereta, tanpa memikirkan seandainya saya bisa pulang kemarin, Tuhan sudah memberi jalan agar saya bisa kembali. Tapi bukan itu yang akan saya ungkapkan disini.
Suatu alat yang saya inginkan sejak dulu adalah brain notes. Saya membayangkan bahwa brain notes adalah alat yang mencatat apa yang saya pikirkan dan imajinasikan ke dalam bentuk tulisan. Sebab kecepatan berpikir,kecepatan ide bergerak dan meledak jarang sejalan dengan kecepatan tangan menuliskannya. Kadang saya sering kesal sendiri, ketika ide itu bergerak cepat namun ketika akan ditulis saya lupa ingatan.
Dan menuliskannya ketika sedang terjadi ledakan ide justru malah memadamkannya.
Maka seandainya brain notes itu ada,saya akan menabung untuk membelinya

Malam.

#JustWrite

Mulut manusia dan random lainnya

Juli 09, 2015

Manusia.
Manusia adalah makhluk yang patut,layak,dan menyenangkan untuk diperbincangkan. Menggosipkan manusia lebih menyenangkan (bagi mereka yg senang bergosip tentu saja) daripada menggosipkan siapa yang menghamili kucingmu, berapa telur ayam kita, atau mengapa mangga di depan rumah malas berbuah.

Bad news is a good news.

Kabar buruk sering diterima secara positif. Maksudnya, manusia lebih suka mendengar kabar jelek daripada kabar baik. Bahkan,ketika mendengar kabar baik saja,manusia suka menduga-duga dan mencipta kabar buruk dari sana.

Saya batu. Saya tahu. Saya kadang terlalu cuek dan tidak peka. Maka jika hari ini kekacauan menghunjam diri saya, ini keterlaluan. Tapi saya tahu, saya cukup mengabaikan. Inilah saatnya saya membatu lagi. Mengeraskan hati dan diri. Menutup telinga tanpa pelantang dengar. Inilah dunia yang harus saya tapaki,mungkin keluar dari zona aman itu seperti ini.

Omongan saya mulai meracau. Ada yang ingin saya tendang,tapi yang ada hanya udara.
Saya kira itu saja. Saya takut bicara saya makin menggila. Bahkan ketika saya sudah berhenti 'denial'.;

#AnakKost

Rumah, Pulang dan Perjalanan

Juli 07, 2015

Rumah, pulang dan sebuah perjalanan adalah 3 kata yang selalu menyenangkan untuk didengar. Terlebih jika sepaket.
pulang selalu menuju ke rumah.
Ada perjalanan untuk pulang dan sampai ke rumah.
Perjalanan selalu menyenangkan,selalu ada hal baru,orang baru, dan pemandangan yang memberi warna di perjalanan.Kadang menjadi oleh-oleh cerita di rumah
 Cerita perjalanan pulang.
Aku ingin pulang. Rindu rumah. Dan selalu menyukai perjalanan. Semoga perjalananku selalu menyenangkan

Untukmu otakku

Juni 28, 2015

Waktu bergerak dengan kecepatan yang sama. Satu hari tetap 24 jam. Sudah kubilang berapa kali padamu, tidak bisa waktu itu kau percepat, disingkat,atau menghapus beberapa hari untuk menghindar.
Aku benci kamu.
Aku benci kamu yang sukanya menyangkal. Semuanya kamu tolak. Seperti tidak ada yang kamu bisa terima. Kenapa sih kamu penakut sekali? Hey, Tuhan mengadakanmu pasti punya alasan. Kalau kamu tidak tahu alasannya, cari bukan lari.
Kenapa kamu suka lari?
Kenyataan untuk dihadapi, kita tidak sedang bermimpi. Yang bercerita lalu bangun dan hilang semua.
Kamu bisa menghapus takutmu pelan-pelan. Kamu bisa mengubur pesimismu perlahan. Kamu bisa yang kutahu kamu cuma tidak mau. Mengaku?
Bersyukurlah sayang, berhenti menyangkal. Bisa kan? Toh kita cuma makhluk Tuhan yang berjalan sesuai skenarionya. Hanya kita saja yang tidak tahu bagaimana hidup kita sesungguhnya. Kita cuma mainan yang Tuhan sayang. Ikuti maunya Tuhan,nanti dia sayang.
Hiduplah dengan kebaikan. Yuk kubur takutmu, apapun itu.
Karena kita sudah terlanjur hidup. Dan tidak akan pernah mati. Benar kan? Sebab setelah matinya tubuhmu jiwamu masih hidup.

Sudah ya. Semoga kamu masih punya mimpi untuk dikejar.

Salam manis,

Sistem limbikmu.

#JustWrite

Tentang Seandainya

Juni 19, 2015

Dalam barisan kata jahat, seandainya adalah salah satunya. Seandainya adalah setan berjubah pangeran yang tampan dan memukau. Seandainya selalu menyuguhkan segelas wine yang memabukkan. Seandainya memberimu gulali yang manis dan berakhir sakit tenggorokan. Seandainya kadang begitu baik hati, menawarkan imajinasi yang berbuah inspirasi. Sayangnya seandainya lebih sering diajak untuk berlari. Lari dari kenyataan meski akhirnya kembali, lari dari semua yang tak diinginkan, membangun mimpi, membuat terbuai dan berakhir kekecewaan.Seandainya dan seandainya. 

Selamat Berbuka. Seandainya...

#FotoBercerita

Burung Hantu di Lengan kiri #FotoBercerita

Juni 18, 2015

Di temukan di Pinterest

Aku diam memandang secarik foto yang tak sengaja kutemukan di antara tumpukan foto-foto yang terselip di binderku saat kuliah dulu. Sebuah lengan dengan tato burung hantu yang kupuja setengah mati. Tato yang kubuat 27 Februari 5 tahun yang lalu, saat aku masi. Aku ingat, minggu-minggu awal setelah si burung hantu bertengger di lenganku, hariku kulalui dengan kemeja lengan panjang atau kaus sebatas siku. Tak seperti bangkai yang akhirnya tercium baunya, tato burung hantuku ini pun terlihat oleh Dad di suatu pagi.
"Apa yang ada di lenganmu itu?" tanyanya ketika aku berjalan menuju kulkas. Dad duduk manis di meja makan dengan secangkir kopi hitam yang nyaris tandas. Aku terdiam dan memandang pakaian yang kukenakan, hanya kaos dalam yang sudah pasti memerlihatkan goresan tangan Andrea ini.
"Ta..tato," jawabku terbata. Dadaku berdegug kencang menunggu makian.Kualihkan pandangan ke isi kulkas, mengambil sekotak susu cair stoberi.
"Bagus sekali,ya! Sudah dilarang menggambar malah menggambari lengan," sindir Dad dengan tatapan mata yang tertuju pada lengan kiriku. Aku menunduk dan berjalan menuju kamar.
"Odrei!" panggil Dad. Oh, tidak memanggil, ia berteriak. Aku menoleh dan kembali berjalan.
"Mau jadi apa kamu hah? Tatoan begitu? Kamu tahu tidak kalau tato itu menyulitkanmu bekerja, belum lagi agama kita...," racauan dari mulut Dad terdengar. Tak kuhiraukan dan tetap berjalan menuju kamar. 
Dan setelah itu, pertengkaran membahas tato terus berlanjut. Hingga ia bosan, hingga Dad memilih memakiku untuk hal yang lain. Kami selalu berdebat, kami tak pernah sependapat. Hingga aku memutuskan pergi. Meninggalkan Dad, Mami, Nath, dan semua kehidupan tak menyenangkanku.
Dua tahun awal perginya diriku adalah tahun-tahun awal yang paling berkesan sepanjang 23 tahun usia hidupku. Aku bebas menggambar, melukis, mencipta kembali komik dari segala ide liar yang Dad bilang tak masuk akal. Aku menikmati kesendirian di tempat yang sepi. Atau menyendiri di keramaian manusia tak di kenal. Aku menyanjung hidup nomadenku. Sampai insiden keparat itu tiba. Merengut tangan yang selama ini kugunakan untuk menulis, menggambar, memegang kamera. Tangan kiriku sudah tidak ada. Aku hanya punya selembar foto hasil bidikan  Cika. 
"Simpan ini Odrei, kenang-kenangan bahwa lu punya tato kece di lengan," sahutnya dulu. Aku menyimpannya Cika, bahwa cuma ini yang membuktikan aku punya lengan memukau dengan tato menawan.



aaaaak. Main Pinterest dan melihat tato itu. Keren yak, sayang tato haram u.u. Dan ingat Ode. Ah tau ah.


#JustWrite

Sekolah untuk orangtua ? #RacauNgawur

Juni 14, 2015

Besok ulangan Pediatri. Awalnya saya membuka-buka materi. Dan bukan saya nampaknya kalau bisa fokus dengan belajar tanpa gangguan. Mulai terdistraksi dengan ngobrol bersama mama tentang vaksin. Hingga pikiran saya mulai mengembara tak karuan.  Saya berpikir bahwa kuliah terasa seperti sekolah orangtua. Maksudnya sekolah untuk menjadi orangtua nantinya. Maka saya berpikir mereka yang berniat menjadi orangtua sebenarnya sedang menyelam sambil minum air . Dan saya yang bahkan belum tertarik untuk menjadi orangtua, merasa tidak berminat menambah jumlah manusia di bumi ini pun merasa mungkin saya perlu mempelajarinya, untuk saudara saya, tetangga dan antisipasi jika pikiran saya berubah -semoga saja tidak-.
Kami belajar Psikologi perkembangan, hingga kami tahu tahapan dan tugas tumbuh kembang anak. Kami belajar stimulasi dini, hingga kami tahu apa yang harus dilakukan untuk menstimulasi dan mengintervensi tumbuh kembang. Kami belajar ortopedagogik, kami belajar penyebab, gejala dan pencegahan terhadap kasus ABK. Maka kami tahu bagaimana mencegah dan antisipasinya. Kami belajar modifikasi perilaku,dan saya pikir setiap anak perlu modifikasi perilaku untuk menjadikan mereka berperilaku baik. Kami belajar pediatri, dari jadwal menyusui sampai jadwal vaksinasi. Dan mata kuliah lain yang saya pikir berguna.Kami belajar identifikasi dan assesmen, bukankah penting bagi orangtua untuk mengidentifikasi anaknya, menemukan ada masalah atau tidak? Kami belajar bimbingan klinis, meski sedikit, kami tahu bagaimana pendekatan yang baik untuk menggali dan membantu masalah seorang anak.  Kami belajar tentang pendidikan dan dari jurusan ini kami belajar menerima setiap kelebihan dan kekurangan setiap anak. Dan masih banyak lagi. Semua memang teori, tapi saya pikir manusia perlu bekal teori sebelum terjun.

Sekolah untuk orangtua memang tak ada, kuliah saja jurusan Pendidikan Khusus untuk mendapatkannya. Makin ngawur, aku sebaiknya kabur.

#Meracau

Pikiran saya dan musuh

Juni 12, 2015

Siapa musuh terbesarmu?
Sebuah pertanyaan yang mengusik benak saya. Dan tanpa berpikir lebih dalam saya sudah tahu jawabannya. sebab sayalah musuh saya sendiri.
Setiap orang punya pikiran positif dan negatif. Setiap orang punya jiwa-jiwa pemberani dan penakut sekaligus. Dan karena saya mempercayai segala hal yang kita lakukan bersumber dari pikiran, maka pikiranlah yang saya ajak berteman dan bermusuhan bersamaan.
Saya membenci pikiran saya ketika :
- ia membuat saya takut dengan segala spekukasinya
- ia membuat saya cemas, mengajak memikirkan esok hari,dan hal yang buruk atau hal yang saya benci ia suguhkan
-ia membuat saya bergelut dengan pesimis, dengan teganya optimis saya hilang perlahan sejak dua tahun terakhir,jangan tanya mengapa,saya juga tidak tahu.
-dan pikiran buruk-buruk adalah awal kehancuran, imajinasi gila yang disalahgunakan
Itulah mengapa saya benci pikiran saya ketika para demons itu mulai merajai pikiran saya, terutama menjelang dan saat siklus merah itu tiba. Saya memang pernah membaca dan saya posting di blog saya yg lain tentang jenis PMS. Salah satunya adalah gejala anxiety, depression, yeah something like that. Dan saya baru sadar, perasaan ingin tidak pernah ada,kecemasan masa depan,bagaimana kuliah dan kehidupan saya berjalan,dsb terjadi di tanggal siklus itu. Mungkin saya memang perlu asupan yang bisa meningkatkan 4 hormon bahagia menjelang tanggal itu tiba.
Saya tahu kalau pikiran buruk dibiarkan,lama-lama saya akan hancur. Tapi saya tidak bisa mengenyahkan begitu saja. Maka biarkan saya menuliskan apapun yang merangsek di otak saya, tetapi saya selalu berusaha memilah apa yang perlu di sampaikan di media dan mana yang tidak.
Mungkin saya memang tidak sehat.
Saya membenci pikiran buruk di kepala saya, tapi saya tidak membenci diri saya. Saya tidak mau membenci siapa pun.
Maaf untuk segala yang ngelantur, hidup memang kadang ngawur, saya saja pengin kabur ke Singapur. Oke tambah ngawur.

#Meracau

Gue butuh motret sekarang...

Juni 12, 2015

Gue butuh memotret. Hal yang jarang gue lakukan sekarang. Gue nggak terlalu suka memotret manusia. Oke, gue suka, tapi candid. Bukan mereka bergaya di depan gue dan gue menekan shutter
Gue butuh memotret. Gue butuh karena gue sadar, selama di rumah gue bahagia tiada tara ketika ke kebun, duduk dan mengamati ulat bulu, mengikuti mereka dengan kamera gue, dan ketika berhasil mendapatkan gambar yang menurut gue cukup baik, kadar kebahagiaan gue meningkat.
Gue membutuhkan musik, membutuhkan buku dan apapun untuk dibaca, membutuhkan selembar kertas kosong, halaman kosong, apapun itu untuk ditulisi. Butuh kopi untuk diminum, susu untuk ditegak. Dan kadang film random hasil merampok teman pun gue butuhkan. Gue selalu membutuhkan itu.Dan sekarang, gue juga butuh sesuatu yang bisa difoto sekarang. Mungkin gue aja yang males keluar dan menjepret ini dan itu. Mungkin. Gue membutuhkan itu semua sebab kadar kecemasan, ketakutan, stres, depresi, yah semua yang menjadi demons on my head akan meningkat menjelang siklus perempuan yang kadang gue pertanyakan untuk apa harus ada. Kopi, buku, nulis, menyumpal telinga dengan lagu di playlist, nonton film, dan memotret adalah solusi yang gue yakini sebagai mengusir the demons  The Demons itu bukan setan atau hantu, tapi semua hal yang negatif yang ada di otak gue, yang ada di pikiran gue. Semua ketakutan, kegelisahan, kecemasan, semua hal yang menurunkan kadar optimisme gue terhadap hidup. Gue tahu ada Tuhan, tapi selain Tuhan gue butuh mereka juga. Mungkin hal-hal yang gue sebutkan diatas, yang jadi solusi gue memerangi itu semua, adalah kode dari Tuhan. Gue tahu nggak selamanya Tuhan membantu gue langsung. Sebenarnya, gue merasa senang dan bisa mengusir para demons itu kalau gue jalan-jalan. Masalahnya, gue jarang jalan-jalan. Gue belum berani jalan-jalan ke tempat yang lebih jauh dari lingkup Solo sendirian. Kenapa sendirian? Karena gue nggak terlalu suka keramaian. Kecuali sendiri diantara keramaian dimana tidak ada satu pun orang yang gue kenal. Gue lebih suka jalan-jalan yang manusianya kurang dari sepuluh. Ah udahlah, gue bingung. Mungkin gue bisa motret something besok. Bye!

#JustWrite

Kalah

Juni 05, 2015

Aku ingin lari tapi kakiku terjerat
Aku ingin teriak tapi gembok menutup bibirku rapat
Aku ingin menangis sampai teriris tapi malah meringis

Aku lelah
Aku  kalah
Aku benci
Tapi belum mau mati

Aku menyerah

Lalu ingin bangkit lagi
Aku mengaku kalah
Tapi ingin merasakan menang untuk pertama kali
Harus berapa kali kalah sebelum menang?
Atau menang hanyalah mimpi di siang kosong?

#JustWrite

Kabar itu

Juni 05, 2015

Kabar itu tiba, menjelang petang sesaat setelah saya bangun dari tidur saya. Kabar yang menurunkan kadar oksitosin,serotonin,dopamin, dan endorfin. Kabar yang membuat saya ingin meledakkan tangis tapi seperti biasa, saya mungkin memang batu yang hanya terdiam. Yang ingin sekali menangis dan meluapkan segalanya sampai puas lalu selesai. Sayangnya tidak, saya tidak bisa menangis.Kadang saya curiga saya punya kecenderungan aleksitimia tiap begini.
Saya tahu 'belum' mungkin terdengar seperti tidak, tapi belum bukan berarti tidak. Maafkan, saya mengecewakan diri sendiri. Tapi tidak mencoba tentu lebih menyakitkan. Seperti SNMPTN dan penyesalan tak akan pernah selesai sampai saya berdamai.
Kabar itu datang tapi bukan berarti saya harus berhenti berlari.

#JustWrite

Juni yang tak berasa Juni

Juni 02, 2015

     Juni yang tak berasa Juni. Waktu bergerak maju membunuh hari yang selalu berawal dengan pagi yang baru dan berbeda. Kemarin tak sama dengan hari ini, maka Juni setahun yang lalu sangat jauh berbeda dengan Juni hari ini.
Setahun yang lalu aku menanti Juni dengan penuh rasa bahagia, menghitung hari, tersenyum di sela padatnya tugas akhir semester dengan kata pulang yang mengawang. Juni tahun ini aku merasa gamang. Tak ada liburan, tak ada berebut tiket kereta,tak ada kata pulang. Aku benci, tak mau bagaimana lagi. Denial make more pain, stop it. Ya, ikhlas adalah hal yang harus dilakukan. Menyangkal dan terus menyangkal bahwa puasa tidak di rumah, bahwa lebaran pun entah dimana, bahwa memang begitulah sistem yang ada. Ketika kita berada dalam sebuah sistem, masuk dan mengikuti alurlah yang membuat kita bertahan. Juni dan Juli tahun ini mungkin tak ditakdirkan mengecap pulang, tapi jika aku masih bernyawa tahun depan,semoga pengorbanan tak libur berbalas hal yang menyenangkan.   
 

#JustWrite

Deirde, ikan kembung yang malang

Mei 30, 2015

Aku adalah seekor Rastrelliger brachysoma, hidupku di lautan luas sekaligus ganas. Menjadi waspada dan selalu hati-hati adalah titah Ayah yang kuingat sampai kini. Ya, sampai aku terperangkap dalam jaring-jaring biru lelaki paruh baya. Aku pikir aku akan segera berakhir di penggorengan. Mati kehabisan udara, lalu dimutilasi sedemikian rupa, membuang insangku, membuang kotoranku dan mencuci bersih diriku. Lalu mereka melakukan apapun yang mereka inginkan. Dicelupkan ke penggorengan, dilumuri tepung dan di goreng, di goreng dan diberi sambal, di goreng lalu diulek bersama cabai dan bawang, di sayur, di bakar, atau diberikan ke kucing kesayangan.
Sayangnya tidak. Dan sesungguhnya jika aku memilih aku lebih sudi berakhir di penggorengan secepatnya daripada sekarang.
Anak lelaki si tua itu menangkapku, aku sudah memejamkan mata dan berdoa. Berdoa agar masuk surga dan bertemu Ayah dan Ibu. Bertemu Jane, Kate, Edward, Emily, Daniel, Adam, Frankie, Bonnie, Gerald, dan Heidi. Mereka semua saudara kandungku. Sayangnya anak lelaki itu memasukkanku ke sebuah kotak besar. Mungkin namanya akuarium. Ya, benar, Frankie pernah bercerita setelah ia membaca ensiklopedia -jangan tanya bagaimana dia bisa membacanya-.

Aku berenang di akuarium yang bukan tempat hidupku. Aku hidup di air laut, hidup di air tawar seperti sekarang sama dengan membunuhku perlahan. Mungkin besok aku sudah tinggal nama. Tolong ingat namaku, namaku Deirde. Aku pun tidak tahan, ada lele yang memandangku tajam seperti hendak memakanku sekarang. Atau mujair yang berkumis, terlihat aneh. Belum lagi betok yang hitam dan nila yang meracau tak karuan. Mereka benar-benar menyiksaku, membunuh lewat air yang salah saja kupikir sudah salah apalagi dengan siksaan psikologi seperti ini. Aku tidak tahu apa yang dibicarakan ikan-ikan darat.

Mungkin sebaiknya mereka mengambilku sekarang. Aku ingin berakhir di penggorengan secepatnya, daripada tersesat diantara perbincangan tentang lumpur yang tak kupahami.

#JustWrite

racauan tidak penting hari ini

Mei 28, 2015

Katanya, kalau kita diabaikan, berarti Dia yang mengabaikan itu tidak sayang dan peduli lagi dengan kita.
Katanya, kalau kita ditegur,dimarahi, diomeli, berarti Dia sayang dan perhatian dengan kita.

Dan Tuhan saya masih menegur saya, masih membuat saya pusing sekali hari ini, dan itu berarti... Dia sayang sama saya. Oh, terima kasih Tuhan!
Kalau hp saya rusak, kalau hari ini penanak saya juga rusak, kalau hari ini saya merinding melihat bulatan-bulatan coklat di kemeja putih yang ketumpahan kopi dan merendamnya 7 jam, kalau hari ini saya merasa kacau dengan semua yang rusak dan kacau mungkin saya harus bahagia. Bahagia sebab Tuhan saya masih menegur saya.  Mungkin saya nggak bersyukur kemarin dengan hp yang menyala meski layarnya nggak bisa disentuh dan baru sadar saat blank , mungkin saya nggak bersyukur penanak nasi saya bisa memasakkan nasi tiap hari sebelum saya merusaknya dengan bodoh hari ini, mungkin saya nggak bersyukur kemeja dan baju saya nggak bernoda. Dan sekarang saya harus bersyukur Tuhan masih sayang dan mau menyentil saya.
Lalu?
Lalu saya harus apa Tuhan?
Beli hp baru? Saya menabung tanpa tujuan, tapi saya tidak bermaksud membeli hp. Haruskah saya mengambil tabungan saya? Baik, saya butuh HP tapi saya tidak menginginkannya. Kontradiktif sekali ya.
Penanak nasi ya. Sebentar lagi puasa. Saya makan apa kalau penanak nasinya rusak? Yang mau diet nasi kan Pinyot.Apa saya harus sok bule dengan makan oat terus? Makan nasi aja saya suka bosan. Beli makanan diluar itu boros loh, Tuhan . Saya harus gimana?
Kemeja yang ternoda sudah saya cuci, sayangnya kaos putih saya tetap bernoda meski nggak sebanyak sebelum dicuci.
Sudahlah. Terima kasih Tuhan, untuk kopi yang halal.


#Meracau

Saya tidak pernah melakukannya.

Mei 26, 2015

Mereka berkata, mereka bicara, mereka memvonis, seolah-olah mereka tahu isi kepalamu.

Saya duduk di kursi panjang di lobi kampus, bersama seorang teman. Saya bercerita tentang lomba menulis dongeng. Dia bilang imajinasi saya bagus, lalu dia bilang kadang imajinasi saya suka SARA. Saya tidak peduli saat itu, tapi mendadak malam ini saya peduli.
Fyi kadang saya tidak tahu mengapa, ingatan saya suka mengambil memori acak, sepanjang hari potongan adegan gak penting datang atau cuma suara dan sepotong kalimat yang terus muncul. Membuat saya berpikir, menganalisa, menebak-nebak. Kurang kerjaan? Tapi itulah cara membuang potongan dan suara dari memori itu.

Kamu nggak mengenal saya. Kamu cuma berkata seakan kamu tahu saya. Kapan saya menulis sesuatu yang SARA ? Saya pikir kamu nggak pernah baca tulisan saya kalau kamu berkata begitu. SARA, suku agama ras adat, benar? Saya nggak pernah nulis tentang suku, agama, apalagi ras dan adat atau antar golongan? Imajinasi saya yang kadang nyeleneh itu adalah tentang kucing, makhluk luar angkasa, kematian, dan entah apalah. Saya nggak tersinggung kok, saya juga nggak marah. Setiap orang boleh bicara sesukanya. Kalimatmu cuma membuat saya bertanya, kapan saya menulis hal berbau SARA. Dan saya tidak pernah melakukannya seperti kamu yang tidak pernah membaca tulisan saya.

Malam. Sesungguhnya saya tidak sedang ingin berbicara ini padamu. Kamu sudah lupa. Saya hanya ingin memastikan ke diri saya, bahwa saya tidak pernah menulis begitu
Tapi mungkin,ketika saya bicara, dan kamu mendengar, dan kamu anggap itu sebagai SARA. Baiklah, terima kasih. Semoga saya bisa lebih baik.

#FotoBercerita

Something to do, writing

Mei 26, 2015

What my life is for? Why i'm life now? Why ? why not another person? What the purpose of my life? Or what the purpose God sent me to the world? And the other questions like those. I ask, everyday, again and again. I ask to myself and to the God. And i cant find the answer. And My Lord never answer, maybe The God sent a code but i dont read. Maybe i'm stupid or blind to see it. But i dont wanna talk about it.

I never wanna long live. But i dont wanna die young, i mean i dont wanna die today or nextyear. No... no like this. And i dont wanna talk about it.

Something that i know, last year, when i'm asked the purpose of my life more often than now, i made an outline. A story. I'm write and i hope i can finish the story. I begged to the God, please, please leave me finish the story and it's mean i pray, i wanna live long, at least 'till the story end. And the story end, i feel happy. But... after that  i don't know... i feel a little anxiety, stress, talk to much to myself, asking and asking again about my life.
write for myself is a' needs' like eat. And the achievement from the other is not important when i'm write, when i'm dance or run in the process (write). So i think theory from Maslow is true. 

         So i think i must write again. Write for myself.  The achievement (a praise,a ridicule, a real my book on the bookstore) is the second. The important thing that i need is write. Just write to feel happy, to increase dopamine, serotonin, oxytocine.

I made an outline last week and yesterday i finish the outline. I begin again a new outline and believe i can finish that. I believe it, i can give a reward and punishment to myself. 2,5 gb midnight quota for 5 chapter. And today, i pray to God, to give me more time, at least 'till i finish the story. Maybe i dont know why i'm in this world but at least i know something to do, like writing and try to finish it.

So, i begin again. Pray for me. I hope i enjoy do it.


* i keep learning writing with english, so... 

#Meracau

Telanjur

Mei 21, 2015



Saya sudah telanjur ada. Tanpa meminta, saya sudah ada. Maka tidak ada hak bagi saya untuk melenyapkan diri saya. Sebab adanya saya bukan kemauan saya maka ketiadaan saya seharusnya bukan saya yang meniadakannya. Saya hidup. Saya menjalani hidup. Saya ada di dunia. Begitu banyak hal yang membuat saya kecewa. Saya kecewa dengan saya sendiri. Tapi yang menyakitkan adalah ketika saya mengecewakan orang-orang yang menyayangi saya. Saya tahu mereka kecewa dengan saya. Sebab saya sendiri kecewa dengan saya.
Saya tidak mau meniadakan saya. Biar Tuhan yang meniadakan saya. Saya tidak mau hidup terlalu lama tapi saya tidak siap jika Tuhan memanggil saya sekarang. Saya ingin mempersiapkan kematian dengan sebaik-baiknya. Saya tahu benar kematian adalah awal dan bukan akhir. Jika setelah kematian tidak ada kehidupan lagi mungkin saya berani mati kemarin. Sayangnya saya percaya dengan Tuhan saya, saya percaya bahwa surga dan neraka itu ada. Meski saya tidak tahu pasti akan masuk ke manakah saya pada saat penghitungan itu tiba. Sebab saya jauh dari definisi makhluk berbakti versi Tuhan. Saya yakin bahwa yang mati hanyalah sistem tubuh kita namun nyawa kita, ruh kita tetap hidup.
Tidak ada yang bisa diubah. Ketika seseorang bertanya apa yang mau saya ubah dalam perjalanan hidup ini, saya akan jawab tidak ada. Karena yang saya inginkan adalah tidak pernah adanya saya. Dan itu tidak mungkin. Meski Tuhan bisa melakukan apapun, saya tidak yakin bahwa kenyataan saya tidak pernah ada di dunia ini akan ada.
Saya tahu saya pencemas. Segala hal tentang hidup saya takuti. Otak saya yang nakal. Mungkin sebaiknya saya berhenti bertanya atau membuat plan untuk masa depan, dan melupakan masa lalu. Mungkin saya harus fokus pada hari ini, pada hal yang saya harus kerjakan sekarang. sebab apa yang saya kerjakan sekarang menjadi sebab atas akibat yang terjadi besok. Bedebahlah dengan tujuan hidup, plan-plan hidup. Saya bukan planner. Jadi kenapa saya harus merencanakan hal-hal yang pada akhirnya membuat saya takut? Kenapa saya takut akan pekerjaan saya esok? Lebih baik saya fokus pada kuliah saya sekarang. Kenapa saya harus mempertanyakan diri saya yang takut akan hal yang teman saya sukai (pernikahan & anak) ,sedangkan belum tentu saya berumur panjang.
Saya merasa ada di jalan yang salah saat ini. Apa yang saya ambil sepertinya tidak benar-benar saya inginkan. Dan saya juga tidak tahu apa yang saya inginkan. Saya tidak tahu harus bagaimana dan saya tahu ini mengecewakan. Tapi  mungkin saya hanya sedikit bosan. Dan mungkin kebosanan ini bisa jadi pemicu yang baik agar saya bisa segera keluar dengan cara baik-baik dari sini. Saya tahu pasti saya ini pembosan.
Saya benci sistem dan terikat. Tapi seperti manusia normal lainnya, saya harus terikat pada sistem yang ada. Saat ini saya bagian dari sistem pendidikan di kampus saya. Saya harus mengikuti arus yang ada agar saya selamat sampai tujuan. Tapi sampai kapan saya terikat ? sampai kapan saya berada dalam sistem? Saya pikir sampai mati dan setelahnya saya adalah bagian dari sistem. Dan saya harus berhenti menyangkalnya.
Surga dan neraka adalah hal yang saya takuti. Saya takut Tuhan saya. Dan saya takut masuk neraka dan lebih takut lagi sayalah yang mendorong mama dan papa saya ke sana. Kenapa saya tidak terlahir sebagai rumput saja. Tidak masalah diinjak, tidak masalah dicabut, tidak masalah dijadikan tempat kucing mengeluarkan fesesnya. Tapi tidak ada surga bagi rumput tidak ada neraka pula. Saat dicabut dan mati, kehidupan selesai begitu saja. Tapi kembali lagi, mau berandai dan menyangkal sekuat apapun, saya sudah terlanjur ada dan terikat pada sistem Tuhan. Bahwa reinforcement dan punishment adalah teori dasar dari Tuhan yang diambil manusia, lalu diberi nama teori behavioristik. Begitulah surga dan neraka.
Saya tahu saya harus berhenti menyangkal. Semakin besar saya menyangkal semakin menyakitkan. Saya harus berhenti bertanya yang tidak-tidak. Saya harus berpikiran positif. Tapi itu semua tidak mudah. Kadang saya hidup dan berjalan tanpa beban, namun menjelang periode perempuan saya, kecemasan saya naik. Mungkin saya perlu makan banyak coklat, es krim, pisang, dan melakukan hal-hal yang meningkatkan 4 hormon bahagia. Dan saya tidak akan minum pil senyum seperti lelak tua di cerita yang pernah saya posting dahulu.
Kadang saya iri dengan anak autis. Mereka bisa hidup dalam dunia mereka dan orang memakluminya. Mereka mungkin tidak terikat dengan sistem sosial. Tapi saya tahu seharusnya saya bersyukur. Dan maafkan saya sudah berpikir yang tidak-tidak.
Jika maaf adalah penghapus. Maka saya akan terus meminta maaf pada Tuhan. Dan maafkan saya mama, maafkan saya papa. Maafkan saya semuanya.
Saya tahu hidup adalah proses belajar. Belajar sampai mati. Dan belajar disini tidak hanya tentang saya dan pelajaran akademik. Atau saya dan belajar menulis atau memotret. Tapi Tuhan ingin saya belajar berperang dengan diri saya sendiri. Dengan ketakutan yang saya ciptakan, kecemasan yang seharusnya saya buang. Dan belajar iklhas dengan segala yang Tuhan lakukan pada saya. Bisakah saya?
Saya pikir sampai disini saja. Dan saya tahu bahwa jawaban ,”saya baik-baik saja,” adalah sebuah dusta.



Popular Posts

My Instagram