#JustWrite

aku, atau kamu, setanku?

Desember 19, 2016



gambar dari pinterest.com
[untuk segala kecemasan yang kuberi nama setan]


siapa yang sesungguhnya enggan pergi?

siapa yang sesungguhnya tak mau melepaskan diri?

siapa yang mencandu siapa?

siapa yang bergelayut siapa?

aku, atau kamu, setanku ?

19.12.16 

ofw.


#JustWrite

Ngoceh ga jelas sore-sore

Desember 03, 2016

Honestly, ada 6 hal yang harus gue kerjain hari ini. Mulai dari ngerjain UK Tulis Tangan, nambah-nambahin jurnal keroyokan, nyicil teori untuk laporan studi kasus, nyari bahan paper filsafat, outline plus bahan calon prosiding, belajar toefl dan buat outline Biru. Tapi, bukan gue kalau ga kedistrak. Belum ada yang terconteng satu pun, its mean, gue ga boleh belanja bulanan ke Luwes besok. Mpooos lu Ci.
Ya, semua dimulai dari bangun kesiangan dan badan sakit semua di jam 10 pagi di rumah Tante yang menggagalkan gue datang ke wisuda Yuni. Padahal ya... gue mau gitu liat dia diwisuda, sebagai teman 10 tahun, gila men... 2006 gue sekelas sama dia di kelas 7, sampe 2012 tetanggaan kamar kost. Plus HP gue rusak dan sudahlah, sorry banget yun :(
After dats, gue bertemu Pinyot jam 12 dan terlibat obrolan ga-penting-tapi-layak-dibicarakan sampe jam 3-an. Dan kekesalan gue dimulai. Pertama, hp gue ga nyala-nyala, entah minta dibuang, dibanting,apa gimana. Tapi gue lagi miskin sekarang, ada banyak pengeluaran yang akan dikeluarkan berkaitan dengan kuliah awal tahuan depan L
 Nggak tahu deh, mungkin abis ngeposting ini gue akan kerja rodi dan memfokuskan diri-hal yang susah buat gue. Ketika ada banyak list yang harus dikerjakan, mau dibuat skala prioritas juga, kepala gue tuh nemplok sana-sini. Plus badan gue akhir-akhir ini rasanya kayak remuk terus, dan hujan di mana ketika hujan  gue selalu merasa kasur tuh seperti memanggil-manggil gue. Oke, akan gue lanjutkan ocehan ini kalau nggak kelupaan



#JustWrite

Mungkin gue...

Oktober 30, 2016

gambar dari pinterest.com
Mungkin gue memang sebaiknya melakukan hal-hal yang sesuai dengan apa yang gue suka saja, enggak usah nyoba-nyoba hal yang bertentangan jauh. Selama ini gue mikir, gapapa deh gue nyari pengalaman, ngerjain apa yang bukan gue, yang waktu mendengarnya gue udah ketawa-tawa sendiri. gue mikir, mungkin gue perlu melakukan hal yang sangat bukan gue, sayangnya, gue enggak bahagia dengan itu. Entah. Melakukan hal yang sangat bertentangan dengan apa yang lu suka, melakukan hal yang selama ini enggak pernah ada di hidup lu, yang bahkan enggak pernah lu sentuh dan selalu lu ketawain, itu enggak enak. Sekarang gue mungkin udah terlanjur nyeburin kaki gue, dan sebagai manusia yang baik, gue harus menyelesaikan apa yang gue mulai. Dan gue mikir, udah Ci, sampai sini aja.

#JustWrite

Terlalu banyak distraksi, Keterlaluan.

Oktober 28, 2016

Terlalu banyak distraksi, keterlaluan.
(tidak penting untuk dibaca, tulisan ini akan ngalor ngidul entah ke mana)
gambar dari pinterest.com

Ada sederet to do list yang harus saya kerjakan, dan sepulang kuliah pukul 10 tadi, belum ada yang saya kerjakan selain mencuci baju,makan, dan tidur siang. Ada hal yang tidak beres dalam diri saya, saya merasa begitu. Mungkin sudah hampir sebulan hal ini terjadi, ketika membuat diri fokus adalah hal yang teramat sulit, tetapi ketika saya fokus, banyak hal yang membuat terpaksa menghentikannya seperti saya harus berangkat kuliah atau saya merasa terlalu dini hari dan saya belum tidur hingga terpaksa tidur.
Saya tidak tahu mengapa saya memilih lari di blog. Dulu, ketika serangkaian tugas datang dan saya pusing, saya berlari ke blog untuk meracau hingga puas lalu mengerjakan hingga tuntas. Saya sadar, kadang distraksi itu sebab saya sendiri, ada begitu banyak hal yang saya pikirkan hingga saya bisa satu jam lebih duduk, dan berbicara dengan diri sendiri, menganalisa hal-hal yang kadang penting kadang tidak, membuat percakapan dan mendebatnya sendiri. Seperti orang gila. Dulu, hal-hal itu saya tulis di blog, tetapi sekarang, saya lebih suka sebatas memikirkannya. Kadang saya merasa pikiran saya beberapa mungkin terlalu ... ya, begitulah. Saya takut hal-hal yang saya tulis memberi dampak buruk. Ya, intinya saya kembali ke blog untuk mengucurkan semua yang ada di kepala agar to do list saya hari ini, dicoret semua.

Saya nggak tahu,

#JustWrite

Memuji anak cantik nggak selamanya baik, Bu [Racauan untuk Ibu belakang kost-an bagian 1)

Oktober 22, 2016


Saya tidak tahu, bangun pukul satu seakan jadi rutinitas sejak saya kuliah di pasca. Simpel, karena kuota. Saya adalah fakir kuota di mana di tempat saya berada, untuk mengakses jurnal-jurnal, saya hanya bisa bergantung pada provider warna merah. Sedangkan, saya biasa menggunakan provider lain untuk HP saya yang untungnya nggak sok kaya. Tapi saya nggak mau mereview tentang kuota di sini. 

#JustWrite

Dunia.

Oktober 19, 2016

Dunia,  sesungguhnya aku tidak akan pernah meninggalkanmu. Kita adalah satu yang terpisah sebab kehidupan. Aku darimu, dan akan kembali padamu. Kau bukan Tuhan, tapi tempat yang dicipta Tuhan. Semakin hari kita semakin dekat sebenarnya. Aku tidak kunjung mengerti kehidupan tapi kepastian tentang penyatuan kita yang makin dekat, ketika jasadku nanti menyatu dengan tanahmu. Ketika kita melebur menjadi satu dan dunia... hal manis apa lagi selain itu? Jika aku dari tanah dan akan kembali ke tanah, padamu.
Dunia, kenapa aku harus hidup? Ketika hidup memisahkanku dan dirimu, ketika aku dicipta untuk berkuasa atasmu, lalu sering ingkar. Dunia. hari mulai pagi, aku baru saja bangun untuk memulai segala yang harus dikerjakan sebagai manusia, ketika aku sering berpikir, kenapa aku tidak jadi tanah terus saja


#JustWrite

jangan mendekat

Oktober 18, 2016

Jangan mendekat, aku setan yang buatmu tersesat
Jangan merapat, jika  kau tak cmau sekarat
Pergi, lari, atau kuikat dengan simpul mati

17.10.2016


#JustWrite

Pada Merah

Oktober 07, 2016

pada merah yang membara dalam bertangkai-tangkai kelopak
pada merah yang tersimpan candu-candu yang meliar dan menggebu-gebu
pada merah yang menyirat rindu-dendam yang tak berkesudahan
sudahkah bara memadam? dan duka berakhir tak terelakkan


6.10.16



#JustWrite

Tidak Perlu Bunuh Diri

September 29, 2016

Kau tidak perlu membunuh dirimu sendiri. Sia-sialah kau yang bunuh diri. Sebab kehidupan sesungguhnya tidak akan berhenti. Kita hanya akan pindah, dan terus begitu sampai entah. 
Bertanya saja terus, memang siapa yang mau menjawab? 
Menyangkal saja terus, memang siapa yang mau mengubah? 
BASI!
Kau dan dunia sudah tidak lagi satu, hanya sama-sama saling tahu. Kau hanya meminta waktu sejenak, tidak lagi membentang jarak.Tidak ada lagi tua, sudah... sudah, sudah, semua hanya akan sia-sia.
Kau tidak akan bisa lari, kau tidak akan bisa hilang ditelan bumi, meski kau berlari sampai Pluto dan bersembunyi. 
Semua akan dimulai semua akan diakhiri, tapi kau percaya sesungguhnya tidak ada kematian dalam keabadian yang semu itu. Entah, kau terima atau tidak, hidup akan terus bergerak. Bersiaplah menatap api, kalau-kalau saja tertolak dedaunan dan rerumputan hijau, kelak.

29.9.2016

untuk kau- perempuan yang menulis ini dalam diam.

#JustWrite

Hitam Jelaga (puisi)

September 29, 2016

ada jelaga yang menghitam dan memekat setiap malam
yang terpintal tanpa sengaja menjadi benang-benang halus yang mengikat begitu kuat
 terjerat pekatnya yang menoda setiap celah menuju segala yang fana
dan yang tertinggal berakhir tanpa guna, sia-sia menghantam,  terjengkang
sedang rupa sudah basi,  berdiri, enggan duduk lagi
masih ada lari dan segala tari yang menanti untuk diakhiri
sudahkah siap? sedang pada pekat, menjerit sebab sesak
di balik selimut kalut, di balik tanah, entah

(Surakarta, 29.9.2016)

#JustWrite

semua dan kau (poem)

September 23, 2016

Semua sudah berbahagia dengan caranya, tinggal kau yang memintal duka lagi nestapa
Semua sudah tertawa sampai pipis di celana, tinggal kau yang masih basah pipinya
Semua sudah berguling-guling kegirangan, tinggal kau yang berguling penuh raungan

kau adalah rupa yang hancur sebab citra dan laku hitam, yang ditumpahi jelaga, dengan sengaja.
berbahagialah dalam kelam yang kau cipta, sebab putihmu kau buang sia-sia.

23/9/2106

#JustWrite

jika saja (poem)

Agustus 28, 2016

jika saja raungan itu masih kau dengar, aku masih ada; jika saja sepasang gagak hitam masih berterbangan, aku mungkin tersesat; jika saja embun tak lagi jernih, aku mungkin bermara; jika saja awan bermerah jambu lagi hujan jadi batu, lupakan aku; aku akan hilang, menjadi kelabu saat itu.

#FotoBercerita

Pecahkan Saja Gelasnya Biar Ramai #flashfiction

Juli 24, 2016

Facebook bertanya, "Apa yang kamu rasakan?" dan aku menjawab ,"Sepi." Meski aku tidak menuliskan di status dan menyebarkannya ke khalayak ramai tetapi aku harap Facebook mengerti, sebagaimana perempuan lainnya yang ingin dimengerti seperti yang tertuang dalam lagu yang kemudian menjadi iklan pembalut luka berdarah.
Twitter bertanya," Apa yang kamu pikirkan?" dan aku menjawab,"Aku." Oke, ini terkesan egois tetapi aku memang sedang memikirkan diriku. Ulangan matematikaku yang tertawa jumawa dan disandingkan dengan tangisan sejarah yang nilainya adalah dua pangkat dua dikurangi tiga dibagi dua. Biar aku tak mengirimkan tweet tapi kuharap Twitter tidak ikut-ikutan memikirkan nilaiku itu.
Sebuah pertanyaan masuk di Ask Fm : jika kamu terlahir kembali, kamu mau apa? Dan ini jawaban yang kuhapus karena terlalu jujur : aku mau terlahir, hidup sehari dan dimakamkan esoknya. Yang kutulis : Tidak mau ditanya seperti ini tentunya.
Aku mendesah. Tentu saja desah yang terdengar seperti mengeluh. Bukan desah manja seperti artis maju mundur cantik. Rumahku sepi, sepi sunyi aku sendiri. Menyepi menyendiri mau mati. Oh maaf. Mungkin aku perlu menyalakan televisi.
Rumahku cukup besar. Aku anak kelima dari lima bersaudara. Berdasarkan fakta tersebut maka jelas kakakku ada empat. Dua diantaranya perempuan maka dua lainnya sudah pasti laki-laki. Salah satu kakakku menjebloskan diri dalam lingkaran perkawinan bersama seorang laki-laki. Dan ia salah satu dari sekian perempuan yang bersedia menjadikan perutnya tempat manusia bersemayam sebelum dilahirkan. Konon ia sudah mengandung tujuh bulan. Sayangnya, fakta-fakta di atas yang menjelaskan bahwa dalam keluargaku cukup banyak manusia tidak sejalan dengan fakta yang kudapati kini. Pukul tiga sore, di depan televisi di kamar kakak lelaki pertamaku, sendiri sambil mengudap keripik singkong karena harga kentang sedang naik.
Sebenarnya, aku adalah pecinta keramaian. Suara kucing kawin, ketiga kakak lelakiku bertengkar berebut stick PS, mamiku membuntuti papi dan bertanya noda lipstik siapa di kemejanya padahal itu jelas-jelas kelakuan mami tadi pagi, atau pertengkaran Mbok Ijah dan Mang Karsono yang sebenarnya saling suka namun biar seru dibumbui benci. aku suka semua hal yang telah kupaparkan barusan. Sayang, siang ini benar-benar tak ada orang.
Aku butuh keramaian yang kucipta sendiri. Bukan berkaraoke yang membuat aku gila karena sadar diri suaraku amatlah sumbang, serak dan tak bervolume. Hingga baru saja kata-kata Cinta di film yang muncul saat aku belum lahir atau mungkin melungker di perut mami terdengar.
Pecahkan saja gelasnya biar ramai.
Dan seperti yang kalian duga, aku berlari ke dapur. Kupecahkan sebuah gelas. Prang... uwuwuw! Kupecahkan lagi. gelas kubanting. Kulempar piring ke arah kulkas. Kuarahkan mangkok ke wastafel dari jarak 40 cm. kumenari piring sebelum kulempar ke arah kompor. Aku suka suaranya. Ramai. Gaduh. Riuh. Berisik. Dan semua piring ludes kupecahkan. Biar apa? Ya, biar ramai.
Sekarang lantai-lantai telah penuh dengan pecahan beling. Oh ya , beberapa piring plastik pun turut serta dan menjadi saksi selamat. Kau tahu? Membuat keramaian itu melelahkan. Keringat mengucur deras dari dahi ke pipi. Aku duduk di meja makan bersama sekotak es krim rasa greentea entah milik siapa karena tinggal setengah. Dan tepat di suapan ke enam belas mami yang baru pulang entah dari mana membawa Mbok
Ijah –mungkin pasar, supermarket, pelelangan sayur- menjatuhkan barang belanjaannya. Tetooot, plastiknya gak bunyi nyaring.
"Apa yang terjadi Handaruuu?" pekik mami. Tangannya berada di dekat telinga, gerakan seperti habis menutup telinganya padahal kan sudah tidak ada piring yang akan dipecahkan yang berarti tidak akan ada suara nyaring yang bisa jadi membuat telinga sakit. Begitu.
"Rumah kita dirampok dan kamu melakukan perlawanan, sayang?"
Aku mengerinyitkan dahi. Sejenak terdiam. Sedikit memutar bola mata. Kusisipi dengan mendengus. Dan diakhiri dengan menggaruk leher yang memang gatal karena digigit semut semalam. Selama badanku melakukan gerak-gerik hiperbolis tersebut otakku berasumsi bahwa Mami lebih menyayangi rumah dan seisinya daripada aku. Dugaan lain bahwa mami menyangka aku anak hebat yang berhasil menyelamatkan diri dan seisi rumah dengan piring. Dan asumsi lain adalah mami akan marah kalau saja aku mengaku. Tetapi jujur adalah yang terbaik. Dan aku harus bertanggung jawab. Meski ini terdengar sok jujur atau sok baik tetapi dipotong uang jajan untuk membeli piring sungguh ah. Jika uang jajan sebulanku yang tidak seberapa itu dipakai untuk mengganti seluruh piring yang pecah maka aku harus setidaknya tidak memiliki uang jajan selama 4 bulan. Sehingga salam perpisahan kepada ibu kantin, mamang-mamang somay, es jeruk, dawet, mie ayam dan segala panganan serta segala benda lucu yang ingin dibeli. Termasuk HP yang mungkin akan tewas karena aku tidak memiliki uang untuk membeli pulsa. Aku memang memiliki tabungan, tetapi tabungan itu tentu tidak untuk piring.
"Apa yang terjadi?"
Aku diam.
Tolong bantu aku untuk mengatakan pada mami bahwa aku yang melakukan ini.
"Handaru... ceritakan apa yang terjadi?"
Aku masih diam. Tetapi otakku kisruh. Bagian kanan otakku memberi usul untuk mengatakan bahwa baru saja ada alien yang mampir ke bumi, turun di halaman belakang dan menuduhku menyembunyikan pampers mereka. Kemudian yang mereka lakukan adalah memecahkan piring karena mengira piring adalah tempat membuang urin. Tetapi otak kiriku membantah sebab belum ditemukan apa keterkaitan antara pampers dan pipis dan piring sehingga yang dipecahkan adalah piring bukan minta dibelikan pampers baru.
Bagian kanan otakku masih saja mengeluarkan ide. Ada hantu bawah tanah yang masuk ke tubuh seorang Handaru dan memecahkan piring, gelas dan mangkok. Sayang ini membuatku ngeri sendiri.
"Apa yang terjadi tadi?"
Aku memutar bola mata karena sejak tadi pertanyaan mami kurang kreatif. 1. Apa yang terjadi; 2. Ceritakan apa yang terjadi; 3. Apa yang terjadi tadi.
Baik. Aku menghela napas dan berkata dengan cepat sebab dengan begitu aku berani dan aku sudah jujur.
"Aku memecahkan semua gelas agar rumah ini ramai karena aku kesepian."
1...2...3! Mata mami membola dan aku menunduk seketika.
Jadi... apa aku salah? Oke aku salah membanting segala pecah belah itu. Jadi... apa aku salah jika merasa kesepian karena semua manusia di rumah ini tidak peduli padaku atas nama sibuk? Semuanya pulang paling cepat pukul lima sore, berangkat pukul enam pagi, dan begitu sampai rumah mereka masuk kamar masing-masing. Dan... ini masih salahku?

#JustWrite

...bagaimalah aku

Juli 16, 2016

...bagaimanalah aku ini, menanti malam dengan riang, mendengar irama berpesta pora sampai waktu berlalu dan hari berganti. Kemudian ketakutan sendiri. Hidup terlalu rumit untuk dipikirkan. Sedangkan akan terlalu bodoh jika dibiarkan berjalan tanpa harapan dan tujuan.
 ...bagaimalah aku esok adalah akibat darimana aku kini. Sedang makin hari aku makin gamang. Dan dunia serupa hutan yang makin liar makin kejam. Aku mungkin tersesat hingga menunggu waktu serigala menyantapku.
...bagaimanalah segala pertanyaan yang berkecamuk di benak aku koarkan? Sedangkan tangan tak jua mau digerakkan?
aku dan bagaimana aku
bagaimana aku dan
aku?
bagaimana?
 

#JustWrite

Apa saya harus marah? (Opini tentang Lelaki Kerdus dan anak-anak)

Juli 01, 2016

Apa saya harus marah?
Jadi semua ini berawal dari saya yang membuka youtube baru saja. Tidak bertujuan, mata saya tertuju pada deretan apa yang sedang hangat disaksikan manusia-manusia Indonesia. Mata saya terhenti pada gambar anak perempuan yang masih kecil dengan tulisan Lelaki Kerdus. Dahi saya sudah berkerut duluan melihatnya. Anak kecil... nyanyi bawa-bawa cowok? Itu yang ada dipikiran saya sebelum pada akhirnya mengklik dan suara musik dangdut terdengar. Suara khas anak kecil mengalun di telinga, sayangnya liriknya menaikkan hal-hal yang bisa mengurangi pahala puasa. Saya geram. Tapi saya lanjutkan memutarnya sampai bagian tengah anak-anak bernyanyi lelaki bangsat, lelaki bangkrut, lelaki blablabla yang mengusik saya. Stop... cukup sampai di situ saya mendengar lagu berisi curahan hati anak yang bapaknya kawin lagi.

Saya tahu bahwa setiap manusia memiliki kebebasan berkarya. Saya paham bahwa seni adalah untuk meluapkan emosi, perasaan, imajinasi, mengungkap apa yang terjadi di masyarakat, atau mungkin ingin menyentil orang. Tetapi... kita tetap punya tanggung jawab moral untuk karya kita. Sekarang... apa pantas anak kecil bernyanyi seperti itu? Membicarakan cinta-cinta yang saya pun nggak yakin dia sudah paham. Apa pantas anak-anak kecil itu berkata bangs*t dan umpatan lain? Apa pantas seperti itu? Bagaimana kalau lagu itu viral dan anak-anak lain menyanyinya? Apa Ibuya, bapaknya, atau kakaknya nggak malu akan itu?

Apa ini semacam sarkas atau satire ya? Jadi... dibuatlah lagu dengan lirik  seorang anak yang kecewa dengan ayahnya yang selingkuh, ibunya minta cerai, dan konon suka menggebuki ibunya -dan mungkin sambil berkata kasar- sebagai cerminan bahwa produk dari ayah yang berselingkuh, kasar, dan ibu yang lemah dan tak berdaya itu yang seperti itu. Kurang sopan. Ah, manis sekali. Maniiiiis sekali.

Saya tidak tahu apakah saya harus mengelus dada atau bagaimana. Yang jelas ini sama sekali tidak lucu.  Otak saya yang suka kemana-mana ini bahkan sudah membayangkan acara dangdut di kampung, anggap saja pernikahan, lalu seorang anak kecil  naik dan menyanyi lagu itu. Ya Tuhan... saya tidak tahu apakah orangtuanya akan malu atau justru tertawa-tawa saja?

Seorang anak adalah cerminan orangtua, begitu katanya. Saya percaya bahwa pendidikan pertama adalah dari keluarga. Pendidikan karakter, activity daily living, dan pengetahuan tentunya. Apa yang diberikan orangtua pada anaknya akan berpengaruh sepanjang hidupnya. Ambil contoh saja, seorang Ayah memutar lagu yang kita bahas ini, dan anaknya mendengar, sayangnya yang tercetak jelas di otaknya adalah kata bangsat. Sejak kecil ia sudah pandai memakai kata bangsat. Orangtua, Anda mau anak Anda ke warung dan bilang,"Heh bangsat, beli garam sama mie instan dua." Oke itu ilustrasi terlalu aneh, tetapi... ah. Jujur saya terlalu bingung mengungkap bagaimana kegeraman saya.

Jadi... apa saya harus marah? Saya pun tidak tahu apakah marah saya itu berguna.
Saya menulis ini tidak bermaksud menyerang anak yang menyanyi -bisa jadi dia pun sebenarnya tidak mengerti lagunya-, tidak juga untuk menyerang pencipta -bisa jadi dia khilaf-. Saya hanya ingin menyampaikan bahwa berpikir ulanglah untuk menciptakan lagu untuk anak-anak. Filter mereka dalam menyaring mana yang baik dan mana yang salah itu masih renggang. Pun menggunakan anak-anak untuk menyanyikan lagu mengenai persoalan orang dewasa dengan bahasa yang kurang sopan pun tidaklah pantas. Saya harap para manusia-manusia yang cerdas bermusik itu lebih memaksimalkan otak mereka untuk berkarya yang baik-baik. Saya yakin mereka bisa. 
Mungkin ini sentilan agar industri musik anak-anak dengan lagu khas anak-anak kembali berjaya seperti saya kecil dulu. Selamat berpuasa... hati-hati untuk yang mudik.



#AnakKost

4 Juni 2016, Wisuda a.k.a Wis... udah

Juni 16, 2016



Berkemungkinan banyak foto sedikit tulisan, sebab bingung bagaimana menuliskannya ^^

Setelah 12 April lalu dimejahijaukan, 19 April dinyatakan lulus, akhirnya 4 Juni lalu saya diwisuda.

wi:su:da n peresmian atau pelantikan yg dilakukan dng upacara khidmat

Ya, itu arti wisuda yang saya kutip dari Kamus Besar Bahasa Indonesia atau yang biasa kita sebut dengan KBBI. Tapi beberapa orang memplesetkan wisuda menjadi uwis udah. Mungkin artinya pendidikan di suatu jenjang sudah selesai. Meski saya selalu berpikir bahwa kita tidak akan pernah berhenti belajar sampai meninggal.

Bagaimana rasanya wisuda?

Rasanya... cukup menyenangkan. Mengingat sebelumnya saya hanya berpikir semacam, oh wisuda, oke.  Tetapi kemudian setelah duduk dari menerima ijazah saya tiba-tiba berpikir untuk wisuda lagi (?)

Di kampus saya, wisuda dibagi menjadi dua kelompok. Pagi dan siang hari. Sayangnya, saya mendapatkan wisuda pagi hari. Wisuda di pagi hari berarti saya harus sudah ada di tempat paling tidak 06:30 – karena 07:00 harus berbaris di gedung rektorat – dan acara dimulai pukul 07:30 sampai 10:00. Saya bangun saat azan subuh dan mandi sesuka hati. Memakai baju dan dibedakin mama saya. Cukup diberi bedak dan sedikit lipstik saja. Rasanya aneh kalau wajah saya ini dicoret-coret, gerah. Maka salutlah saya untuk mereka yang dandan cantik-cantik waktu wisuda. Entah jam berapa mereka bangun untuk didandani seperti itu. 
Undangan orangtua/wali wisuda, cuma boleh satu T.T


Sebelum masuk ke kampus, sejenak berhenti untuk berfoto di sini. Rasanya ingin tertawa, mengingat saya dan Pinyot sering tertawa kalau melihat Maru (Mahasiswa baru) yang berfoto-foto di sini ketika pendaftaran ulang tiba.  

Bersama Mama, Papa, Obith dan Ovi




Dan berkumpulah kami di dalam rektorat. Berbaris rapi dan bersiap menuju auditorium.
Bersama Elok saat berbaris di rektorat ^^



Saya duduk di T4-20 di mana sebelah kanan saya, adalah Vivin. Entah di mana Vivin hingga prosesi berjalan dari dalam rektorat ke auditorium dia belum juga muncul. Untungnya, beberapa menit sebelum pintu ditutup dia datang. Wisuda berjalan dengan lancar. 

Mungkin harus ada suatu kejadian agar saya mengingat prosesi ini. Setelah nama saya dipanggil ke depan, dan menerima ijazah, Pak Ravik berkata,"Ossy, selamat ya. Sukses. Agak maju sedikit." Ternyata, beliau mencoba meraih kucir saya dan tidak sampai. Padahal sudah saya injak titik putih seperti yang dikatakan instruktur. Maka segeralah saya bergerak maju, beliau memindahkan kucir, dan bersalaman. 
Makasih Pak
Setelah prosesi, sambil menunggu teman-teman lain maju, saya dan Vivin, beberapa kali berfoto. Kami tahu bahwa sebenarnya tidak diperkenankan untuk berfoto tapi... yasudahlah.





Setelah prosesi wisuda kami keluar dan berhamburan di sekitar rektorat. Saya menyayangkan PLB 2012 yang diwisuda hari itu yaitu, Six, saya, Latifa, Tyar, Whanik, Vivin, Endo, Zuhri, dan Elok tidak berfoto bersama. Bahkan saya tidak sempat berfoto dengan Ipeh- panggilan nista Latifa- yang teman mengurus sidang, sidang bersama, revisi bersama, jilid bersama, mengurus wisuda bersama L Saya ingin mengucapkan terima kasih untuk semua teman-teman yang datang. Wisuda ini menjadi menyenangkan karena adanya kalian haghaghag. Dan campuran antara bingung mau menulis apa, maka di bawah ini saya masukkan foto-foto yang di dapat dari berbagai sumber. ^^





dari kiri Six, saya, Vivin, Abe, dan Tyar






With Pinyot dan doodle ketjenya (mau order buka ig opiedesu
Dan terima kasih untuk teman-teman KKN Troketon's Team yang mau datang, sempat cari-carian. Maafkan baterai smartphone saya yang mulai lemah. Terima kasih sudah mencari saya di tumpukan manusia. Terima kasih sudah datang Eka, Dina, Rimdut, Gita, Yuni, Anggi, dan Ayu bottom two. Terima kasih untuk papan tulis dan bantal lehernya ^^. Bisa dipakai mudik.

Troketon's Team

Dan terima kasih untuk bingkisan, bunga-bunga (yang kini telah layu, pastinya) yang diberikan.
Saya sangat mengapresiasi kalian ^^. Semoga wisuda kalian nanti saya bisa datang ya!


Terima kasih Pinyot untuk doodle-nya!

Terima kasih Ken untuk gambarnya. Saya anggap lukisan ini berarti ,bahwa setelah wisuda
kita masih punya mimpi yang dikejar tinggi-tinggi.
Terima kasih untuk bunga-bunganya, beberapa sudah rontok dan layu T.T
Mengingatkan akan bingkisan sidang ke Six. Terima kasih Woro,
mungkin bisa melonjakkan berat badan dan turun drastis saat puasa ini.
.
Dan setelah itu, saya dan Six pergi ke studio foto. Tadinya, kami yang wisuda Juni akan foto bersama ditraktir Six. Sayangnya, tidak jadi karena beberapa sudah pulang atau berkumpul bersama keluarga. Terima kasih Eky dan Six untuk foto-foto ketjenya.
With Sixma
Jump!


Baiklah, hari ini sudah 16 Juni, sudah 12 hari pasca saya wisuda. Tulisan ini dibuat sebagai bentuk penutup euforia. Sebab wisuda bukan akhir, wisuda adalah awal dari kehidupan yang kadang terdengar dan selintas menyeramkan. Saya tidak tahu apakah keputusan-keputusan yang akan saya ambil setelah lulus ini yang terbaik, tapi saya percaya, jika Tuhan meng-acc, maka itu yang terbaik untuk kita.


Terima kasih teman-teman. Sukses untuk kita semua, semoga September PLB 2012 ramai diwisuda.

#JustWrite

Memang ada ? (puisi)

Mei 31, 2016

memang ada, waktu di mana tunggu dijawab jadi temu?
memang ada, waktu di mana temu berkerumun jadi candu?
memang ada, waktu di mana candu berserak lalu jadi rindu?
memang ada?

memang ada, waktu di mana hari dihitung dinanti?
memang ada, manusia yang berlari tiba-tiba berhenti?
memang ada, manusia tengah menari lalu berhenti  dan musik bernyanyi sendiri

memang sudah tahu, mau ke mana dirimu?
memangnya... hidup harus ya, berlari buru-buru?
memangnya... hidupmu lomba lari? Berarti ingin segera finish alias mati?
memang bagus ya, tiap hari mengkomparasi diri?
memangnya ada yang penting dalam barisan kata-kata ini?
ah, setidaknya lebih penting daripada manusia tukang mengkomparasi udang dan besi.

31/5/2016
1;24 AM




#JustWrite

Malam (Puisi)

Mei 31, 2016

malam pekat tak jadi memikat
lupa ia jatuhkan hujan sampai esok pagi di waktu solat
malam rupanya letih
diguyur hujan sampai tanah berbuih
disambar petir sampai gemetar
lalu gegar gemuruh yang menggelegar

malam ingin sekali saja terkapar
biar sepi jangkrik-jangkrik berhenti berdendang
biar gila katak-katak sehari tak bernyanyi
biar saja angin bersembunyi 
biar saja rembulan tak bersinar
lalu bintang enggan terang benderang


malam hanya ingin dinikmati
malam hanya ingin diramaikan
malam hanya ingin ditemani
bukan ditinggal pergi atau bergelung sendiri


#Imajinasi

89

April 27, 2016



Nyaris
tragis
Hampir
dipinggir
Mepet
Nyerempet
Tipis
Meringis
Sadis
Manis
Tepian dihempas
Penghujung jumpalitan

(20/4/2016)

#JustWrite

Motto-motto yang sebenarnya pengin ditulis di skripsi tapi...

April 27, 2016

Ada beberapa motto yang ingin saya tulis di halaman motto skripsi. Namun, beberapa kalimat mungkin akan dicoret dosen, dan beberapa saya coret dulu karena sudah yakin akan dicoret.

1. Procaffeinating, so first, coffee
Karena... ketika saya belum ngopi kadang saya cuma bengong, ngantuk, meracau nggak jelas, atau mainan. Jadi kopi berperan penting dalam segala aspek kehidupan saya, tentunya

2. Pantang pulang sebelum sidang
Ya, walau kenyataannya setelah sidang saya mengurusi birokrasi dahulu demi bisa wisuda, tapi reinforcement berupa tiket pulang-yang sebenernya, ya... saya bisa pulang kalau saya mau- efektif mendorong diri saya untuk begadang, mengerjakan skripsi, dan berguling-guling dengan revisi.

3. Berhasil tidak untuk dipuji, gagal tidak untuk dicaci maki, sebab yang penting adalah berarti.
Dibalik kalimat tersebut, intinya, yang penting skripsinya jadi. Dan saya ga terlalu suka dipuji, tapi nggak suka juga dicaci. Dan niat awal itu  jadi berarti, setidaknya buat diri sendiri.

4. Semua yang hidup pasti mati, maka semua yang dimulai pasti diakhiri.
Intinya sih saya cuma mau bilang, skripsi yang dimulai, kalau ada usaha, doa, dan usia pasti selesai juga.

5. Kemenangan adalah mengalahkan dia yang ada tiap engkau berkaca.
Ehem. Jadi... saya berpikir bahwa cepat atau lambatnya kita bergantung diri kita. Ada pengaruh dosbing dsb, tapi semuanya tetap balik lagi ke diri sendiri.


Itu dulu deh, kalo inget saya tambah hawhawhaw

#JustWrite

Antitesis

April 27, 2016



Antitesis.


an·ti·te·sis /antitésis/ n 1 pertentangan yg benar-benar.



Ya. Kadang saya tak ingin berumur panjang. Mungkin, jika boleh memilih saya hanya ingin sampai ujung 20-an saja. 28,29 begitu. Entahlah. Saya tidak punya bayangan akan berumur panjang. Tidak ada. Pun seperti tidak mau. Tetapi, di malam-malam ketika saya sleep apnea atau sleep paralyzed, atau keduanya, saya ketakutan. Ketika saya sesak napas dan tidak bisa bangun, lalu otak saya ketakutan dan merapal memanggil Tuhan. Ketika suatu hari saat tidur dan saya ‘ketindihan’, dada saya sesak, jantung saya bertalu lebih kencang, saya merasa seperti berhenti sesaat—ini hanya perasaan saja— dan takut mati saat itu juga. Saya berpikir,bagaimana kalau saya mati di kamar kost? Teman kost saya tidak tahu kalau saya sudah ‘pergi’ dan mengira saya pulang, atau memang sedang tidak mood meracau.
Saya tidak mau berumur panjang tapi takut menghadapi kematian.
Selain Tuhan, tidak ada hal yang saya percaya di dunia selain kematian. Sebagaimana saya sudah hidup pasti saya akan mati. Sebagaimana ada mula yang akan diakhiri.
Saya tahu hidup adalah soal keberanian. Waktu SD, keberanian adalah ketika saya mengangkat tangan ketika ditanya siapa yang mau disuntik lebih dulu. Atau sejak kuliah mungkin keberanian saya adalah pergi ke sana ke mari sendiri. Termasuk ketika kereta sampai pelabuhan dini hari dan sepi. Tapi sejak 19 tahun, keberanian bagi saya adalah berani menghadapi hidup. Menghadapi ketakutan yang sebenarnya saya yang menciptakan. Bahwa saya tidak punya musuh selain sosok yang ada tiap saya berkaca. Yang menciptakan pertanyaan aneh. Yang membuat saya takut. Yang menenangkan saja juga pada akhirnya.Saya tidak mengerti mengapa saya terlalu memikirkan keberadaan saya di sini. Memikirkan Tuhan maunya saya ngapain, gimana, dan dijebloskan di mana.
Saya enggak tahu usia saya sampai angka berapa. Entah saya akan pergi lebih cepat dari keinginan saya atau justru lebih lama. Terserah Tuhan. Mungkin saya harus memantaskan diri menghadapi kematian. Saya kira memantaskan diri untuk bertemu Tuhan adalah suatu hal yang bisa membuat saya tidak takut dengan hidup. Jika saya lahir lebih cepat dari seharusnya, tidak menutup kemungkinan saya pergi lebih cepat dari manusia pada umumnya kan?
Saya belum juga berani.
Saya masih takut mati dan segala konsekuensi perbuatan saya ketika hidup. Dan takut hidup yang berimbas pada hidup setelah mati.
Ah, malam makin pekat.
Sekian.

Popular Posts

My Instagram