#JustWrite

Rasanya

Januari 31, 2016

rasanya mau mengaduh
tidak jatuh
tapi rasanya terhempas

rasanya sakit
cekit-cekit
tidak luka
goresan saja tiada

rasanya tenggelam
di pasir
bukan air

rasanya sudah kalah
argh!

#JustWrite

Konspirasi Menjatuhkan Kopi (Opini bergandeng dengan fiksi)

Januari 27, 2016

Ini hanyalah tulisan yang memandang suatu kejadian dari sudut pandang kopi. Terinspirasi kejadian nyata namun sudah jadi fiksi. Hanya canda, bukan sesuatu yang serius sesungguhnya.


Perhatikan. 

 Beberapa waktu yang lalu, sebuah mobil mewah menyeruduk warung kopi.
Disusul sebuah pembunuhan berencana dimana racun mematikan tercampur dalam segelas kopi.
Dan... sebuah bom di  kedai kopi papan atas.

Ketiganya memuat hal yang sama, kopi.
Warung kopi kecil ditabrak. Minum kopi, mati. Mau kongkow di kedai kopi terkenal, di bom. Semua merujuk ke arah yang sama. Bahwa kopi ada di setiap kejadian itu. Ada apa dengan kopi?
Tidak ada yang membahas bahwa mungkin saja pamor kopi sedang dijatuhkan. Kopi sedang di atas awan. Para pecinta kopi dan pengaku pecinta kopi menjamur. Sudah tidak tahu lagi, mana yang pecinta mana yang hanya ingin memenuhi instagram atau social media lain dengan foto segelas kopi. Bisnis kedai kopi sedang menjanjikan. Dari warung bambu sampai kedai di lantai entah berapa. Tak terkecuali kopi hitam bagi pecandu. Dan kopi mainan yang menjamur dengan bungkus warna-warni. Sudah tidak tahu lagi, sebenarnya berapa persen kopi di bungkus kopi mainan itu. Tapi, itu tetap kopi. Kedai kopi menjanjikan. Barista dilirik jadi pekerjaan. Dan menu-menu terkait kopi mulai beragam. Dengan nama-nama yang kadang sudah tidak ada lagi kata kopinya.
Kopi memang disukai. Candunya bikin nggak bisa berhenti. Aromanya selalu memanggil. Dan pekatnya, pahitnya, dan filosofinya tidak bisa terbantahkan.

Ini bukan benci. Biasa saja. Tapi kopi saat ini sedang melirik jengah ke arah teh. Teh adalah saingan kopi. Kopi bisa berdansa dengan gula. Bisa berpeluk mesra dengan coklat. Bisa menari dengan susu. Tapi kopi enggan dengan teh. Dan teh, bisa jadi benci kopi.
Adalah teh yang berusaha menjatuhkan kopi. Sebab teh iri. Jumlah kedai kopi berpuluh kali lipat daripada kedai teh. Sebab Tea Time malah digunakan untuk coffee time. Sebab teh kemasan hanya itu-itu saja. Tidak bungkus warna-warni. Mungkin ada, tapi sedikit. Sedikit sekali. Teh iri. Maka teh bersekongkol dengan mobil mewah itu. Namun, pencinta kopi masih menyeruput kopi tiap pagi.
Teh tertawa saat sianida itu ada di segelas kopi. Menjadikan seseorang berpulang ke Tuhan. Menggemparkan halaman depan koran. Nama kopi disebut. Spekulasi keracunan kopi membumbung.  Keburukan kopi diangkat. Teh terbahak.
Namun, pecinta kopi tetap ngopi. Teh bergabung dengan teroris. Yang ledakkan bom di kedai kopi papan atas. Setelah gagal menyasar pecinta kopi kelas menengah ke bawah. Sayangnya, penjual sate lebih pamor. Outfit Polisi lebih kondang. Dan tentara jajan lebih terkenal. Kopi tidak disinggung sama sekali.

Teh sedang bergelung dalam duka akan kegagalan menjatuhkan kopi. Ia menangis. Teh melupakan satu hal, bahwa mau bagaimanapun pecinta kopi adalah orang-orang yang setia. Setia pada tiap teguk kopi di setiap harinya.


*

Well, ini adalah pikiran yang sebenarnya sudah lama saya pikirkan. Hanya mainan. Tidak bermaksud menjatuhkan teh. Saya juga suka kok teh, kadang. Seharusnya menyiapkan intervensi besok. Tapi tidak tahan menulisnya. >.<

#FotoBercerita

sesak

Januari 26, 2016

Entah kenapa akhir-akhir ini tiap bangun tidur dada gue sesak. Ya sesak, rasanya nggak enak. Awalnya di penghujung Desember sesak itu cuma sekali-kali. Nggak tahu sekarang kenapa tiap bangun sesak. Hari ini aja udah tiga kali. Bangun pagi, bangun siang dan bangun tengah malam karena gue males ngerjain siang-siang. Gue gak punya asma. Ga ada maag juga. Masa' sih gue sakit jantung. Dan kalau stres, nggak gini juga. Ada banyak yang mau gue tulis tapi mungkin gue harus beresin buat persiapan besok intervensi. Semoga pada nurut deh anak-anaknya.

#JustWrite

Writing Fiction and Non Fiction at the same Time

Januari 23, 2016

Writing Fiction and Non Fiction at the same Time 


 Satu yang saya tahu, adalah saat ini saya sedang menulis non fiksi. Namanya skripsi. Dan sejak minggu lalu sampai minggu kedua Februari adalah jadwal penelitian. Awalnya, saya hanya akan menulis non fiksi. Tapi, di sela waktu senggang atau membunuh bosan saya memutuskan untuk menulis di wattpad. Saya menulis cerita Biru dan Langit di sana. Bisa  buka ini
Tapi, sebuah selebaran membuat saya kembali diam. Berpikir. Lomba blog di kampus. Entah kenapa saya pengin ikut (lagi). Dan parahnya itu lomba tanggal saya penelitian -________-
Tapi... saya akan menulis skripsi, dan menjadikannya prioritas pertama. Disusul lomba blog dan 24 (Langit Biru) yang akan dapat porsi sama. Sudah. Itu saja. Otak saya riuh. Ada stiker untuk treatment yang akan di edit. Doakan semua lancar dan sesuai rencana ')

#JustWrite

Analogi Ngantri Soto Bu Meto

Januari 12, 2016

KBBI berkata bahwa analogi merupakan persamaan atau persesuaian antara dua benda atau hal yg berlainan. Apa yang saya lakukan sejak kemarin adalah berpikir. Bukan biasanya saya enggak mikir, tapi mungkin lebih ke mengevaluasi diri. Menghibur diri, menyangkal segala denial. Yes, i know denial means ‘menyangkal’. Jadi saya menyangkal segala sangkalan-sangkalan. Enggak usah dipikir kalo enggak mau bingung.
Setelah kemarin saya menulis tentang memakan coklat pahit di dekat orang kelaparan dan orang makan udang enyak, sekarang pemikiran itu berkembang. Maaf kalo analogi saya berkisar tentang makanan. Padahal sebenernya ya, saya enggak terlalu suka makan. Lebih suka minum. Tapi enggak apa. dalam kasus ini, saya membicarakan skripsi. Tapi analogi ini saya pikir bisa diterapkan di kasus lain.
Lu laper. Lu lagi ngantri soto di kantin Bu Meto. Lu kesel si Ibu lama banget padahal lu udah laper banget. Lu makin kesel liat orang membawa mangkuk soto di depan lu. Lu nengok dan menemukan orang lagi mengunyah soto yang lu pengin. Lu merasa enggak sabar dan pengin nendang Bu Meto.
Cut. Kita potong sampai situ dulu.
Yap, itu yang saya rasakan. Enggak usah dijelasin karena nanti saya bisa-bisa balik ke tahap denial.
Sampai akhirnya...
Lu sadar kalo lu itu yang membutuhkan Bu Meto. Lu yang laper. Lu yang butuh makan. Bu Meto juga butuh uang, tapi kerjaan dia enggak cuma melayani lu doang. Lu sadar akan itu. Lu berusaha antri dan mencoba enggak mikirin orang yang cekikikan dengan soto mereka.
Sampai akhirnya lu nengok ke belakang. Melihat jejeran orang yang berbaris di belakang lu. Beberapa dari mereka mau makan soto juga. Sebagian lagi masih bingung mau makan soto apa nasi pecel. Sebagian lagi ngitung duit karena belum dikirim Papinya. Lu terdiam. Bahwa lu punya uang, lu udah di barisan deket etalasenya Bu Meto, dan Bu Meto udah bilang “Kosek to...” yang artinya bahwa lu disuruh sabar nunggu.Lu udah tahu lu mau makan soto. Dan pasti lu bakal dapat soto karena lu lihat bahan-bahannya masih banyak.
What’s the point?
Ada banyak poin yang saya dapet dari analogi kacangan saya. Seperti jangan terus-terusan lihat orang yang udah makan soto, tapi lihat juga yang enggak punya uang, yang ngantri di belakang, atau yang bingung mau makan apa. Semua lapar, semua butuh Bu Meto, tapi dia sibuk dan sebagai orang yang membutuhkannya, kita harus sabar menunggu sambil berdoa. Kita sudah berusaha dengan memesan makanan, dan dengan doa, kemungkinan besar pesanan kita cepat diantar. Dan bersyukur.

#Imajinasi

Analogi coklat pahit, udang goreng, dan orang kelaparan.

Januari 11, 2016

Analoginya adalah, jangan mengeluh coklat yang ditanganmu pahit di depan orang yang nggak makan 2 hari.

 Saya menulis itu tadi sore di akun media sosial saya. Sebuah kesimpulan yang didapat dari kegelisahan dan kecemasan yang saya rasakan. Sebuah manifestasi pemikiran yang mengelana ke belantara. Bahwa ada hal yang sesungguhnya sangat ingin tidak saya pikirkan, sebab pikiran itu bisa melukai diri saya sendiri. Dan kalimat yang saya posting di media sosial itu mungkin akan coba saya jabarkan di sini.

Ilustrasinya misalkan saya lapar. Saya punya coklat hitam yang saya tahu pahit. Lalu di depan saya, seseorang mengunyah udang goreng yang enak. Saya ingin udang goreng itu, tapi uang saya belum cukup. Orang yang punya udang goreng itu pergi dan saya duduk menghabiskan coklat yang tidak enak. Seseorang duduk lesu. Mengaku tidak makan dua hari. Maka sebuah kesalahan besar kalau saya berkata," Dih,Coklatnya nggak enak." di depan orang kelaparan yang mungkin menerima apapun selama halal dan bisa dimakan. Dan kesalahan besar lagi jika si pemilik udang goreng mengeluh udangnya kurang pada saya yang memakan coklat kepahitan.
Saya pernah merasakan bagaimana rasa menjadi orang kelaparan di ilustrasi itu. Saya pernah merasakan bagaimana memakan coklat pahit dan mendamba udang goreng. Saja juga pernah memakan udang goreng yang saya tahu ada orang yang menginginkannya. Dan satu hal yang saya harus ingat. Bahwa saya tidak boleh mengeluh coklat saya pahit sekali di depan orang kelaparan. Silakan diartikan sendiri sesuai pemikiranmu

#JustWrite

Random banget.

Januari 11, 2016

Ada banyak hal yang menyebabkan mengapa gue terus beredar di blog secara konsisten pada waktu tertentu
  • Pertama gue butuh nulis, apapun itu untuk mengeluarkan semua yang ada di kepala yang menggumpal seperti benang rajut setelah ditendang kucing. 
  • Kedua, ada ide meledak-ledak. Walaupun mungkin eksekusi gue gak nendang.
  • Ketiga, waktu luang terlalu banyak. Hingga gue ngoceh nggak karu-karuan.
  • Empat, ada hal yang harus gue katakan. Baik ke diri sendiri maupun orang lain
  • Lima. Saat kecemasan gue meningkat. Hal ini berkaitan dengan alasan pertama.
Dan sekarang, semua itu bergabung dan menimbulkan kebingungan. Ada hal-hal yang membangkitkan rasa cemas, takut, dan gue merasa 'demons' di kepala gue unjuk gigi. Ada rasa ingin menulis yang berakhir pertanyaan yang mana dulu, mau bagaimana, ide yang mana, gimana kalo gini. Entahlah. Banyak rasa dan pikiran yang susah gue pecah-pecah dan digeneralisasi atau apalah. Baik itu aja. Sebab gue sedang bingung. Doakan saja semuanya lancar. Amin

#JustWrite

Kepadaku, sekali lagi

Januari 08, 2016

Kepada diriku sendiri.
Hari ini kuulangi lagi. Hidupmu bukan lomba lari. Kamu bisa mengejar yang kamu mau. Berlari, melompat lebih tinggi. Kamu boleh berlari dalam perjalanan hidupmu. Garis bawahi kata 'perjalanan hidupmu'. Sebab hidupmu bukan perlombaan. Kamu mungkin berpacu dengan waktu, namun waktumu sendiri. Kamu tidak boleh menjadikan berlari untuk perlombaan. Setiap orang berbeda. Maka jangan lagi bandingkan dirimu. Apalagi membandingkan dirimu yang seumpama jeruk dengan orang lain yang jadi bayam, wortel, atau apel. Memang jika hidup lomba lari, maukah kamu dahulu sampai garis finish bergelar 'mati'?
 

#JustWrite

Kepada Tuhan Tersayang.

Januari 08, 2016

Kepada Tuhan yang saya sayangi,


Semoga Allah selalu menyayangi saya meski kadang saya menampakkan perilaku yang Tuhan mungkin tak suka. Seharusnya saya tak menulis di sini. Tapi menulis membuat saya lega. Maafkan saya. Ampuni segala perilaku dan pikiran yang berujung dosa. Saya harap Tuhan mempermudah dan melapangkan jalan saya. Memberi rizki dan usia panjang kepada keluarga saya. Saya saya pada Tuhan. Itu saja. Lancarkan hari-hari saya ke depan, Ya Allah.

Terima kasih.


Hamba Mu.

Popular Posts

My Instagram