#FotoBercerita

Apa yang terjadi selama 2017 ini? [Ocehan mengorek ingatan]

Desember 31, 2017

Apa yang terjadi setahun ke belakang?

Kalau ditanya apa yang terjadi di tahun 2017, gue merasa agak-agak lupa. Seperti tidak ada sesuatu yang 'nendang' banget. Entah gue yang lupa, merasa semua hal adalah biasa aja, atau kurang bersyukur. Yang jelas kumerasa bersyukur masih bertahan hidup di dunia dengan segala gilanya dunia dan kecemasan-yang-selalu-menyebalkan. Akhir 2016 lalu, kutak membuat resolusi. Gue tidak begitu suka daftar resolusi karena berharap membuatku tertekan lebih kuat (di mana tanpa resolusi saja kusudah merasa cemas dan tertekan).
Sambil menulis posting ini, kuberencana berkontemplasi dan mencoba mengingat apa yang terjadi satu tahun ke belakang. Tidak ada tujuan khusus, blog memang tempatku berbincang dengan diri sendiri, dan kalau-kalau setelah menulis ini kubisa lebih bersyukur. 
Januari
Pergantian tahun dari Desember 2016 ke Januari 2017 dibuka dengan mengerjakan tugas (entah tugas apa) lalu sejenak 'ngacir' bersama Ajeng ke Solo Car Free Night. Awal tahun baru, gue mengecat rambut gue jadi hijau aquamarine. Gue suka banget warnanya, hanya saja gue tak bisa posting foto rambut itu disini wkwk.
Januari adalah pertama kalinya gue presentasi seminar internasional (prosiding) di Malang bersama Ajeng, Mbak Ulfa, dan Mbak Esty.
Dua hari setelah prosiding, tanggal 23 Januari pula gue pulang ke rumah meski nggak lama. Karena ada prosiding itulah gue menunda kepulangan, dari pada bolak-balik dan menghabiskan uang transport. 
Februari
Tidak ada yang menarik di Februari. Pertengahan Februari kukembali ke Solo. Ah, gue lupa. Di Februari, gue dan Pinyot iseng ikut lomba infografis learning disabilities dari UPH. Gue nyari konten dan buat infografiknya, Pinyot yang gambar. Alhamdulilah dapat juara pertama 😄 dan uang jajan.


Maret
Maret berjalan seperti biasa. Kuliah, pulang, baca novel, mengerjakan tugas, dan semacam itu. Akan tetapi, pertengahan Maret, kumengunjungi Museum Sangiran bersama Nau. 

Sebenarnya, ada hal cukup penting di bulan ini. Gue menerbitkan buku pertama bersama teman dekat. Sayangnya, gue tidak terlalu merasa senang ketika buku itu terbit. Ada perasaan 'ini bukan gue' yang membuat tidak nyaman dan merasa bersalah yang terus mengganggu ketika menulis dan saat buku itu selesai. Sehingga gue memutuskan menggunakan nama pena di buku itu. Menerbitkan buku adalah satu-satunya hal yang gue inginkan sebelum mati (setidaknya begitu pikiran naif gue waktu SMA). Akan tetapi, ketika buku itu terbit, gue merasa kosong. Seperti perasaan ketika lu mengingikan sesuatu, lu mendapatkan tetapi bukan itu yang lu harapkan. Kayak lu pengin banget sepatu A, lu beli online, sampai rumah sepatunya agak beda warnanya.
Tapi gue nggak menyesal. At least, gue dapat pelajaran untuk nggak impulsif menerima tawaran. Setidaknya gue dan teman gue pernah menulis dan menerbitkan buku bersama.

April
Next, April. April dikisruhi dengan tugas dan tugas. Gue memutuskan untuk melanjutkan nulis 45 Months, yang idenya lahir di Desember 2016 tapi baru gue tulis April.
Cover awal 45 months waktu gue publish di Wattpad dan Storial


Mei
Sama, Mei masih direcoki oleh tugas kuliah dan pengumuman dosen pembimbing tesis yang membuat gue jadi jumpalitan karena nama yang gue masukkan gaada yang keluar dan yang muncul di luar dugaan. Mei juga dimulai dengan puasa. Kalau puasa sebelumnya gue total di rumah, atau gue pernah puasa di kost sebentar lalu di tempat KKN, sekarang hampir 80% puasa gue di rumah. Menu sahur gue, nggak jauh dari oat, kentang rebus, kentang goreng, roti tawar dan telur.
salah satu foto menu sahur gue


Juni
Gue betul-betul puasa di kost sampai ditanyain Pak Kost kapan pulang karena ada dosen yang undar-undur jadwal. Gue bolak-balik tuker tanggal tiket kereta dan itu bikin gue agak puyeng. Tapi akhirnya gue pulang naik kereta H-3 lebaran. Untungnya karena naik kereta, gue kagak kena macet. Dan mungkin ini naik kereta Krakatau terakhir gue karena sekarang dihapus.
kapal yang ramai akibat mudik lebaran


Juli
Di kompleks candi Muaro Jambi.
Belasan Juli gue ke Palembang dan Jambi sama keluarga. Adek gue, Obith, kebetulan diterima di Unsri dan harus ngurus segala keribetan sebagai mahasiswa baru. Karenanya, Pap memutuskan untuk cuti dan kita pergi ke Palembang belasan Juli. Dari Palembang ke Jambi, nengok Kakek gue yang sakit, jalan-jalan cuma sehari dan balik lagi ke Palembang. Yang gue inget adalah gue dicakar kucing di sebuah SPBU waktu mau kasih kucing makanan. Waktu gue nyuci darah, dan dipencet-pencet Mam, gue mual dan ngerasa nyeri. Lalu terjadilah black-out pertama gue (dan semoga terakhir).

Agustus
Agustus adalah bulan kehilangan. Tiga ekor kucing jantan gue meninggal. Gue pernah nulis itu di sini . Gue sedih, mereka kesayangan gue.

Awal Agustus juga gue balik ke Solo. Agustus adalah waktu pertama gue mengajukan judul tesis ke dosen yang untungnya diterima.Selanjutnya diisi dengan kegiatan ngerjain Bab 1 tesis, konsul, dan revisian. Dan akhir Agustus pula gue pulang ke rumah untuk lebaran Idul Adha. Agustus memang meletus.



September

 Awal September adalah Idul Adha dan gue senang karena ini Idul Adha bareng keluarga setelah sejak 2012 gue selalu Idul Adha di Solo, sendiri.September diisi dengan melanjutkan ngerjain Bab II  dan menyelesaikan draft 45 months. Berdasarkan catatan, gue menamatkan 45 Months di 9 September. Selanjutnya, hidup gue kembali diisi dengan urusan kuliah.

Oktober
Yang gue ingat dari Oktober adalah, gue seminar proposal tesis di 12 Oktober. 

November
November adalah bulan hectic. Dimulai dari nguras surat izin penelitian yang agak drama (surat di TU hilang padahal sudah ditunggu seminggu jadi buat lagi, bolak-balik ke kantor pemerintahan untuk urus izin dan ngabisin saldo Go-Jek). Lanjut uji coba instrumen di sekolah, ngebut untuk ikut prosiding tanggal 25 November (karena sebelumnya belum niat ikut tapi di h-7 pengumpulan abstraks berniat ikut) , dan penelitian awal di 3 sekolah selama 3 hari dengan terengah-engah karena minggu besoknya anak SD udah ujian. Gue juga mulai mengedit naskah 45 Months.

Akhir November gue memutuskan pulang. Tetapi perjalanan pulang gue gak mulus kayak biasanya. Gue batal pulang hari Senin karena hujan mengguyur Solo tanpa henti 24 jam. Juga keribetan menitipkan kucing gue. Gue akhirnya pulang Rabu sore dengan bus. Di mana malamnya, bus gue yang sedang berhenti di tol, ditabrak truk yang supirnya ngantuk dari belakang. Tetapi nggak apa-apa. Gue naik ke bus lain yang jalan di belakang bus gue (masih satu perusahaan). 
Kapal yang gue naiki
Sayangnya, gue pulang (29-30/11) ketika siklon Dahlia datang. Perjalanan Merak-Bakauheni yang cuma 2 jam, mendadak jadi 5 jam. Siklon Dahlia bikin kapal laut terombang-ambing, miring-miring kayak di film Titanic, gue udah ngeliatin pelampung aja takut ada apa-apa. Kapal yang segitu besar dan miring-miring bikin gue mual dan muntah, gitu juga teman sebus gue yang bolak-balik toilet untuk melakukan hal sama.
November emang roller coaster.


Desember

Desember gue di rumah. Gue mengolah data awal penelitian. Gue membaca novel. Gue nulis artikel jurnal (dan ditolak). Gue main dengan kucing, dan gue merasa kurang produktif.  Mungkin karena Desember keluarga gue juga pada libur, dan gue kurang suka ngerjain ketika rumah ramai atau adik gue mondar-mandir. Rasanya beda banget dengan produktivitas gue waktu pulang pas Idul Adha dan ngerjain Bab II bareng nulis 45. Mungkin karena tulisan fiksi yang gue  tulis pun berjalan kayak siput dan busuk.
Tapi ada hal menyenangkan di Desember, tanggal 21 Desember lalu, sebuah pesan di email masuk dari seorang editor. Naskah 24 yang gue kirimkan diterima untuk diterbitkan.  Naskah 24 pernah gue kirimkan ke sebuah penerbit awal tahun 2017, tetapi tidak ada kabar hingga gue kirimkan ke penerbit lain di Juni 2017.
Membuat gue senang, cemas, dan deg-degan.


Ternyata, banyak hal yang terjadi. Hanya 2017 mungkin saja adalah tahun proses. Tahun memulai ngerjain tesis, tahun menulis naskah 45 Months dan mengeditnya, dan mendapat kabar naskah 24 (yang sebenarnya selesai di November 2016) diterima. Gue perlu bersyukur karena gue sudah menjalani. Entah berapa persen dalam satu tahun gue merasa cemas, takut, selalu ingin segera 'pergi' dan kabur. Perasaan yang masih sering hinggap tanpa diundang.

Gue juga senang karena tahun ini gue bisa baca agak banyak buku. Gue cuma menargetkan 30 buku  di Goodreads tetapi ternyata bisa baca 132 buku. Satu-satunya target gue tahun 2017 (kalau bisa dibilang resolusi/target) hanyalah mengisi goals. Tentu saja ini berkat Scoop Premium (baik gratisan atau patungan), iJak, iPusnas, dan secondhand books.


Gue tidak membuat wishlist khusus untuk 2018. Gue hanya berharap bisa hidup dengan tenang dan minim cemas, lebih produktif, lebih banyak membaca, menulis, dan menonton film. Juga, apa yang gue tulis, baik akademik maupun novel fiksi, bisa terbit dengan lancar. Gue ingin segera lulus biar meminimalkan pengeluaran keluarga gue. Itu saja.

Saya takut.

Desember 16, 2017

Saya takut.
Saya takut nggak bisa lulus tepat waktu. Awalnya, saya optimis, tetapi memudar ketika sebuah peraturan berganti. Ketika dulu saya sudah tenang karena salah satu syarat lulus sudah terpenuhi tercapai, tetapi karena aturan baru, apa yang sudah saya penuhi terlihat sia-sia.
Saya takut tidak bisa lulus 4 semester karena saya nggak mau memberatkan orangtua dengan UKT yang tidak sedikit. Lebih lagi, saya sudah tidak betah tinggal di kota tempat saya kuliah. Tidak salah kotanya seperti yang saya katakan dulu, salah saya yang pembosan.

Saya takut membuang-buang waktu saya ketika memutuskan berlibur ke rumah meskipun membawa tumpukan skala sikap dan angket instrumen. Saya takut mengulur waktu kelulusan.
Kadang, saya ingin mengerjakan dengan santai. Seperti yang direncanakan dulu kalau saya nggak mau menekan diri saya sendiri.  Tapi, saya juga gak bisa mengontrol pihak-pihak di luar diri saya dalam kasus macam ini.
Ada hal lain yang saya takutkan jika saya tak segera lulus. Saya takut saya makin cemas, saya takut kecemasan menguasai saya dan saya takut kecemasan itu yang membunuh saya nantinya. Saya ingin segera lulus, dan yang bisa saya lakukan hanya berusaha dan berdoa. Juga menekan segala kecemasan.

#JustWrite

Memanusiakan manusia? (Racauan Malam)

Desember 06, 2017

Memanusiakan manusia.

Lupa, kapan pertama mendengar kata-kata itu. Mungkin saat sekolah dahulu, atau ketika membaca buku-buku kuliah menyoal pendidikan atau konsep humanistik.Kala itu, gue hanya berpikiran dalam konteks pendidikan saja, bahwa pendidikan 'memanusiakan manusia' adalah pendidikan yang sesuai dengan kemampuan seorang manusia, memberikan layanan pendidikan agar manusia bisa jadi lebih baik dan mandiri. Sederhananya bergitu.
Namun, beberapa hari ini, memanusiakan manusia seakan mulai menggelayuti ruang pikiran. Sebabnyalah gue mengoceh di sini malam-malam, berniat mengeluarkan pemikiran-pemikiran yang mungkin pada akhirnya kacau dan tidak sistematis.
Gue sering mengamati sosial media. Lalu kesal sendiri, sok-sok menganalisa, bertanya-tanya sendiri, dan pusing-pusing sendiri. Tetapi dari situ gue dapat gambaran arti memanusiakan manusia, setidaknya versi sudut pandang gue sekarang.
Gue cukup aktif di sosial media, tetapi hanya sebatas ngoceh sendiri di twitter, sesekali membuka Facebook hanya untuk ngepoin grup adopsi kucing, dan unggah foto di instagram sesekali. Selain itu, gue pasif. Gue hanya berkomentar di akun teman, itu pun jarang sekali. Ada banyak hal yang gue amati, hal-hal yang terjadi di dunia maya, dan mengapa sebuah kata memanusiakan manusia muncul. 
Karena banyak manusia yang mendadak menjadi Tuhan di sosial media dan seenak hati menghakimi orang dan merasa dirinya terbenar dan teralim, karena banyak pula yang  sejahat dementor, atau lupa kalau sebenarnya ia manusia  tapi ngikutin tingkah bukan manusia. Gue tidak mau menyalahkan siapapun, karena mungkin gue juga pernah nggak sadar seperti itu. Misal, gue mungkin pernah bergumam dan berbicara soal moral atau agama di kepala ketika melihat suatu postingan meskipun gue tidak pernah berkomentar langsung.

Gue jadi berpikir, bahwa benar, pendidikan adalah alat untuk memanusiakan manusia. Pendidikan di sini nggak harus kita belajar di sekolah, bisa dari baca, lingkungan, tontonan, ceramah, materi seminar dsb. Pendidikan berguna buat memberi landasan ke seorang manusia, kalau ia adalah manusia, dan bagaimana manusia seharusnya bersikap dan berperilaku. Gue jadi mikir, manusia memang butuh bekal ‘how to’ bermasyarakat di dunia maya dengan baik.
Gue berusaha untuk menanamkan di kepala bahwa manusia bukan Tuhan, jadi kita nggak pantas mengkafir-kafirkan orang. Kita nggak pantes mendiskriminasi orang, nge-bully orang atau berkata kasar ke orang yang mungkin lagi salah. Kita juga bukan polisi moral yang bisa menilang orang karena udah ada malaikat yang mencatat pelanggaran-pelanggaran berkehidupan. Orang bisa aja berlaku melanggar norma, tetapi gue tidak punya hak untuk berkata-kata kasar, keji, sadis nan bengis padanya. Jujur, gue suka sedih lihat ada suatu kejadian, di mana seseorang melakukan kesalahan tetapi dikomentarin penuh makian. Gue pun mungkin pernah keceplosan mengomentari di dalam kepala. Gue mikir, kalau orang salah, terus tambah dipojokkan, gue rasa, keinginan untuk menjadi baik itu malah berkurang.
Jadi ngelantur.
Memanusiakan manusia juga berarti menganggap manusia sebagai individu, makhluk hidup, dan seorang manusia (?).
Balik lagi, kita enggak baik mendewakan manusia. Kita enggak baik menganggap manusia begitu buruknya seperti setan. Gue suka lihat, kelompok atau orang yang terobsesi dengan manusia dan mendewakan mereka.

 Gue selalu berpikir bahwa perilaku baru dibentuk pertama kali dengan menanamkan kesadaran. Kesadaran bisa bertambah dengan adanya pengetahuan dan pengalaman. Kesadaran untuk bisa sopan dan berperilaku baik di sosial media (karena gue habis mengamati sosmed) bisa tumbuh kalau kita tahu, kenapa harus sopan, gimana caranya sopan di sosmed, dan punya gambaran apa dampak negatif kalau kita berperilaku seenaknya dan keluar dari jalur 'manusia'.
Gue menyadari kalau kita terlahir sebagai manusia, tetapi hal yang penting adalah apakah kita sudah menghargai diri kita dengan berperilaku selayaknya manusia yang sopan dan menghargai manusia lain atau tidak. Itu catatan buat gue sekarang.

Setelah selesai, tidak tahu apa yang kuracaukan >.<

Popular Posts

My Instagram