Bingung : Ocehan Orang bingung
Januari 12, 2018
Seperti sedang tidur dan berada di waktu nyenyak tanpa mimpi, saya tidak mau terbangun dahulu sampai letih saya hilang.
Saya memutuskan pulang ke rumah akhir November, dengan tujuan: mengerjakan hal-hal terkait tesis dan editing suatu project- yang pada akhirnya project ini batal ketika sudah selesai. Saya memutuskan untuk pulang karena saya merasa nggak kondusif mengerjakan di kost ketika kian hari saya semakin merasa stres dan kelabu. Saya semakin tidak betah tinggal di sana hanya karena alasan bosan dan tetangga denga anak yang tiap hari berteriak itu. Karena itulah di akhir November saya pulang ke rumah.
Ada banyak hal yang mengganggu saya sebelum sampai ke rumah. Siklon Cempaka dan hujan tak henti-henti yang mengurungkan saya pulang. Kucing yang baru saya adopsi dua minggu terpaksa saya titipkan (dan saya rindu dia sebenarnya). Lalu, diperjalanan pulang, bus yang saya tumpangi ditabrak truk hingga harus naik bus lain. Hingga Selat Sunda yang terkena Siklon Dahlia dan saya terombang-ambing di dalam kapal selama 5 jam! Perjalanan yang seharusnya hanya 2 jam, jadi molor. Tapi saya bersyukur masih selamat setelah kejadian-kejadian itu.
Desember berjalan seperti kilat. Terlalu cepat. Mungkin saya yang terlalu santai, atau memang karena orang rumah sedang libur hingga saya nggak enak kalau terus-terusan di depan laptop dan berakhir: hal-hal yang harus saya kerjakan banyak yang belum selesai. Produktivitas saya busuk. Saya mau marah dengan diri saya sendiri saja rasanya. Akhir Desember dan saya kembali menjadi pencemas. Nggak ada enaknya menjadi pencemas, dan tak ada yang perlu dibanggakan dari menjadi pencemas dan semakinlah busuk kalau saya sering kesulitan mengendalikan kecemasan saya. Saya nggak mau dikendalikan kecemasan saya, betapa tidak enaknya dikendalikan perasaan cemas dan takut adalah hal terbusuk yang pernah dirasakan.
Januari baru dimulai empat hari ketika kabar-kabar buruk datang. Membuat saya yang sudah agak tenang menjadi jumpalitan lagi, seperti apa-apa yang sudah saya kerjakan saat pulang jadi tidak berguna lagi. Tetapi akhirnya saya agak sadar sih, semua hal terjadi karena ada alasannya. Saya yang lagi agak waras sadar kalau saya nggak bisa membuat keadaan berjalan seperti apa yang saya inginkan saja. Hanya saja, saya tidak ingin kuliah lebih lama lagi. Saya tahu saya mengulang-ulang ini, tetapi saya tidak lagi betah di sana dan saya nggak mau orangtua saya terus menggelontorkan uang untuk sekolah saya. Saya ingin segera hengkang dan pindah, saya perlu tempat baru.
Saya masih di rumah dengan pertanyaan: kapan saya kembali ke kost? Yap, saya mengerjakan tesis saya di rumah. Mungkin saya akan menghadap dosbing ketika semua sudah selesai (dan saat ini belum selesai). Media yang akan menjadi produk tesis saya masih digambar dan saya sedang mencicil mengerjakan syarat-syarat kelulusan yang lain yang membuat kecemasan saya kambuh. Saya pikir, saya bisa mengerjakan itu semua di rumah hingga ketika semua benar-benar selesai, saya baru kembali ke kota itu.
Tetapi, saya kasihan pada kucing saya dan saya nggak enak harus menitipkan kucing saya terlalu lama. Ini salah saya, saya tahu. Saya menganggap, saya nggak akan pulang sampai lulus hingga memutuskan mengadopsi dia, tetapi saya memutuskan pulang daripada terjadi hal-hal tidak diinginkan kalau saya terus cemas dan tidak betah di kota itu.
Saya nggak tahu kapan saya akan kembali ke kota itu. Lebih lagi, saya tidak suka perjalanan darat dengan bus. Kereta yang tidak ada lagi jadi seperti pertanda kalau saya harus segera lulus dan pergi dari sana. Saya bingung. Itu saja.
0 comments
Jangan ragu untuk berkomentar, kawan!