Dear Oline,
April 23, 2018
If
you know, I write this with the tears on my eyes and my cheeks.
Dear Oline,
You sleep tight now, with your children
and I feel sad everytime I see you.
Oline, maafkan saya. Mungkin setelah
kamu tinggal dengan saya kamu tidak terlalu bahagia. Mungkin setelah kutitipkan pada teman, kamu semakin tidak
bahagia. Dan semakin berduka ketika kamu mengandung, melahirkan dan mengasuh
kelima anakmu yang lucu tapi nakal. Saya tahu Olin, memiliki anak di usia
semuda itu bukan keinginanmu, maafkan saya yang menitipkanmu dan lupa
mengajarimu untuk tidak bermain dengan pejantan sampai usiamu genap setahun.
Oline, seharusnya kita sudah bisa
kembali ke rumah cepat. Di rumah saya, tentu saja semuanya lebih lapang dan
lebih lebar. Saya ingin lulus sebelum lebaran, tetapi tidak tahu Oline,
semuanya mendadak menjadi hancur. Semua yang bisa terjadi dan selesai Januari
mendadak melambat berbulan-bulan. Ada hal yang belum selesai, ada hal yang
digantungkan, ada hal yang diubah seenak sendiri sehingga apa yang harusnya sudah selesai menjadi batal. Saya menyesal memilih
melanjutkan kuliah dan tinggal di sini, Oline. Semakin menyesal karena kamu
tidak akan pernah bertemu rumah yang luas kalau saya tidak kunjung pergi dari
sini. Saya sedih sudah membuat kamu sedih, saya merasa berdosa tidak bisa membuat kamu bahagia.
Saya tidak tahu Oline. Saya tidak tahu apakah saya bisa benar-benar membawa kamu ke rumah saya. Karena bisa saja umur saya tidak sejauh itu. Saya sudah malas melanjutkan hidup ketika semua aspek kehidupan saya runtuh dan hancur. Tidak hanya kuliah saya yang runtuh, Olin. Semuanya. Semuanya yang tidak perlu saya jabarkan di sini. Saya tidak punya lagi harapan dan tujuan sejak berjuta hari yang lalu dan semua itu semakin menebal setiap waktu. Saya semakin malas bertemu manusia, dan setiap bertemu, mereka hanya terus membuat saya semakin kecil dan siap diruntuhkan.
Oline, kita sama-sama tahu kalau Tuhan itu baik. Mungkin lebih baik kalau saya pergi dari dunia ini cepat-cepat kan? Tapi saya sedih kalau harus meninggalkanmu dan anak-anakmu terlantar. Saya tidak tahu lagi, sudah tidak ada lagi ambisi dan keinginan apapun. Saya seperti cuma berjalan mendekati gerbang kematian tiap harinya.
Oline, kalau saya tidak ingat dosa, saya mungkin sudah mengakhiri apa yang tidak pernah saya minta ini sendiri. Saya nggak ingat kapan saya minta dihidupkan dan diciptakan. Lalu saya juga tidak ingat kapan saya minta diinjak-injak setiap hari. Juga tidak ingat, mengapa saya tidak minta hidup tetapi tidak boleh meminta mati.
Oline, semoga kamu bisa merasakan bahagia ketika saya sudah tidak tahu apa itu bahagia sejak beberapa tahun yang lalu. Semoga kamu bisa menemukan apa itu kesenangan ketika saya sudah merasakan kehilangan kesenangan. Semoga kamu hidup dengan berarti daripada saya yang terus merasa semakin membusuk menjadi sampah setiap hari. Nasib terbaik adalah tidak pernah dilahirkan, dan saya orang sial yang sudah dilahirkan.
Sekali lagi, maaf sudah membuatmu sedih dan tidak bahagia bersama saya. Semoga saya bisa meninggalkan dunia ini segera.
Selamat satu bulan untuk bayimu!
Regards,
Oci.
0 comments
Jangan ragu untuk berkomentar, kawan!