Rindu dan Candu

Desember 24, 2013

Malam ini saya masih terjaga, pukul 8 malam entah lebih berapa. Belum terlalu malam,pikir saya.
Saya menyeduh segelas teh, menyesap dalam-dalam, menjilati manisnya gula, menghirup dalam-dalam wangi daun teh muda.

Saya menutup rapat-rapat kopi, menjauhkannya dari mata , menyembunyikan kata tepatnya. Saya tak ingin terus terjaga malam ini, singkirkan dulu imajinasi atau bubuk kafein yang menghamburkan rindu dan setitik ilusi. Bahkan halusinasi tentang rindu yang bermanifestasi.

Haha,kata-kata saya seperti pecandu saja. Pecandu kopi mungkin, oh tidak juga. Ada fase setiap bulan dimana saya tidak menyesapnya,ketika saya tidak ingin ada kram perut di agenda bulanan tepatnya. Saya bukan pecandu kafein, cukuplah sebut saya  penegak kopi peminum susu karena saya mencintai keduanya.

Saya mencandu rindu. Saya
menikmati rindu yang menyiksa ketika akal dan logika saya beraksi, ketika otak kiri saya menghitung hari. Ketika saya tahu kapan waktu saya kembali lalu melampiaskan rindu yang berserakan seperti dedaunan yang jatuh setiap hari dengan menyepi atau menyibukkan diri.

Kembali pada kopi, bahwa malam ini saya tak ingin ada halusinasi. Apa? Halusinasi? Memang kapan saya mengalami? Okey, itu hanya sebuah hiperbola, ya memang sedikit gila. Kopi tak pernah menghadirkan halusi..
Maka, silakan saja alam bawah sadar saya bermimpi malam nanti, memimpikan saya memanggul sekarung rindu lalu menghamburkannya di depan rumah, memeluk Ibu dan juga Ayah. Tertawa bersama adik atau seekor kucing kesayangan.
Nah,bubuk kopi itu tak ada, tapi saya tetap saja berimajinasi. Dasar gila!


Baiklah, saya lelah. Teh masih setengah, hujan masih jatuh membasahi genting. Syukurlah kamar aman dari guyuran rizki Tuhan itu.
Hujan mengingatkan, pada sesosok anak lelaki kecil. Sebut saja Ovi. Dipojokkan kamar, ada sekarung rindu yang tak terlihat yang akan saya berikan padanya. Ah, hentikan semua tentang rindu. Rindu bukan candu, bukan bukan. Lepaskan!
Saya sudah tidak tahan mengumpulkan rindu yang terserak,  bisakah saya melompati 12 hari hingga besok adalah 5 Januari?
Otak kanan saya mengiyakan, berkata bisa. Sedang si kiri sibuk berlogika berargumen bahwa tidak mungkin itu terjadi, mengajukan bukti-bukti bahwa saya harus tetap disini selama 12 hari. Baiklah,saya mengalah,berkubang pada rindu, dan candu.
saya mencandu kata pulang dan mengumpulkan rindu dalam sebuah kubangan. 


You Might Also Like

0 comments

Jangan ragu untuk berkomentar, kawan!

Popular Posts

My Instagram