Racauan di Kereta
Maret 06, 2017
Beberapa orang akan menjadi melankolis saat berpergian, beberapa menjadi filosofis, puitis, atau berpikir lebih keras. Mungkin benar, duduk diam di kereta, di bus, ketika buku sudah habis dibaca dan baterai ponsel meregang hingga perlu diisi tenaga, mencipta waktu untuk otak bekerja dan lebih peka.
Sebenarnya, saya mau ngoceh hal lain. Saya mau mengoceh tentang nenek-nenek. Nenek-nenek saya artikan sebagai mbah-mbah, lansia, berusia di atas 70 tahun di mana keriput sudah menjalar di sekujur tubuhnya.
Saya suka sedih kalau melihat nenek-nenek. Entah nenek-nenek itu dari golongan papa atau kaya raya. Melihat mata mereka, kadang membuat hati saya diremas. Entah.
Saya melihat ada kesedihan di mata nenek-nenek. Atau, sebenarnya saya sedang mengasihani atau bersedih karena diri saya sendiri. Menjadi nenek-nenek adalah masa depan semua bayi perempuan yang berumur panjang, terlepas ia menikah atau tidak, beranak pinak atau tidak, dan bercucu atau tidak.
Melihat nenek-nenek seperti melihat masa depan saya(kalau-kalau Tuhan memberi usia sampai 70-an lebih). Dan masa depan macam itu, bukan yang saya inginkan. Terlepas dari fisik yang berubah seiring lamanya menjadi nenek-nenek, dan kenyataan beragam kemunduran fungsi, saya nggak pengin jadi nenek-nenek. Mungkin itu alasan saya sedih melihat nenek-nenek, mereka menjalani kehidupan yang panjang, dan dari pandangan saya, itu tidak begitu menyenangkan. Walaupun, mungkin kehidupan semua nenek-nenek yang pernah saya lihat lebih bahagia dari saya.
Saya tidak tahu, apa yang ada di pikiran para nenek-nenek. Mungkin sebagian dari mereka merasa senang, sebagian lagi lebih mengingat Tuhan karena percaya tidak akan hidup selamanya, mungkin juga sedih karena semakin tua semakin sedikit usia, dan kenyataan akan meninggalkan keluarga.
Di seberang saya duduk, ada nenek-nenek, berbaju hijau dengan jaket sewarna hijau telur asin, turquoise. Matanya sayu, kami beberapa kali bersitatap, dan tanda tanya seakan tergambar di matanya. Dan kegelisahan yang begitu terasa. Kereta membangun melankolis saya yang pernah sirna. heuheu
KA Krakatau, 24 Januari 2017
3:03 PM
(Sebuah draft tulisan di blog yang baru diposting satu bulan lebih kemudian >.<)
0 comments
Jangan ragu untuk berkomentar, kawan!