Pintu terbuka tapi tertutup

September 23, 2017

picture by me
Minggu lalu gue ke festival payung bersama seorang teman, Mbak Ulfa namanya. Pulang dari festival payung, kita memilih berjalan ke gang-gang di kampung batik Kauman sebelum akhirnya ke halte BST terdekat. Gue senang melihat-lihat pintu di sini. Melihat jendela-jendelanya, dan warna rumahnya yang pastel-pastel gemay.


Banyak rumah dengan pintu-pintu yang terbuka tetapi ada satu pintu lagi yang tertutup, kayak foto pertama.  Dan biasalah, gue jadi berpikir tentang filosofi pintu terbuka tertutup.
Filosofi dari pintu terbuka tapi tertutup menurut gue adalah ketika lu bisa tetap terbuka dengan orang, tapi lu tetap punya privasi sendiri.

Menurut gue, menjadi terbuka itu sulit. Mungkin gue hanya akan terbuka dengan cara gak langsung kayak menulis blog atau hanya dengan orang-orang terdekat aja. Gue suka merasa kayak semua hal itu privasi tetapi di sisi lain gue merasa perlu bercerita tidak ke manusia sekadar untuk meminimalisir stres gue. 
Menjadi tetap terbuka di sini juga berarti jadi orang yang bisa dibilang ramah dengan orang lain. terutama orang baru Dan hal itu masih susah buat gue. Gue masih sering gak nyaman ketemu orang baru, gue masih susah untuk berbasa basi. 
Tetapi di zaman sekarang, zaman di mana semua hal yang terjadi di diri lu bisa lu ceritakan, lu videokan, sehingga gue merasa banyak orang begitu mudah terbuka akan kehidupannya dengan orang lain. Beberapa hal yang dibagikan memang kadang bermanfaat, tetapi banyak juga yang nggak. Atau... malah terbukanya kebablasan, yaitu saat dia membuka dan memperlihatkan semua yang terjadi pada dirinya kepada khalayak ramai terlalu jauh dan terlalu dalam sampai  mungkin nggak punya privasi lagi. 
Banyak hal yang sebenarnya ingin gue katakan, tetapi, menjadi rumah dengan pintu berlapis seperti ini, rasanya boleh juga. 

You Might Also Like

0 comments

Jangan ragu untuk berkomentar, kawan!

Popular Posts

My Instagram