untukmu yang sedang berduka,
Awan selalu kelabu, seiring hatimu yang tak secerah dulu. Ombak yang menggulung, menghempas, merampas, dan melibas habis apa yang ada. Beberapa kembali pada-Nya, beberapa menginap di bangsal rumah sakit dan yang tersisa kehilangan sanak saudara. Apa-apa yang hancur dan tak bersisa seperti mengisyaratkan bahwa kita memanglah tak punya apa-apa. Kita terlalu miskin untuk sekadar jemawa.
Hari ini hujan, deras. Seperti air mata yang tak henti merebas. Sepanjang tahun kita berduka, bahkan ketika kalender anyar baru saja dibuka. Alam memang sudah renta, dan kita terlalu banyak meminta. Padahal kita tak banyak memberi apa-apa.
Kalau hujan nanti berhenti, jangan terlalu berharap ada pelangi. Hidup sudah terlalu pahit untuk terus berkhayal terlalu tinggi. Hitam kita mungkin tak hilang begitu saja, sebab luka selalu butuh waktu, dan yang instan tak selalu bermutu.
Kita berduka, kita kelabu, kita membiru, tapi kita masih punya waktu. Setidaknya untuk minum susu.
27.12.18
Untuk Kalianda, Indonesia, dan semua yang berduka.