In Memoriam Cio Chihiro

April 02, 2019

Bahwa kepergian tanpa pertanda selalu melipatkan duka.
Foto terakhir Co
Saya tidak tahu mengapa saya kerap menulis di blog ini jika kucing saya tiada. Kadang saya pikir, dengan menuliskan salam perpisahan, saya akan mengikhlaskan. Maka hari ini,  selepas Cio pergi, saya membuka blog yang sudah jarang saya kunjungi untuk menulis segala hal yang mungkin bisa memudahkan saya mengikhlaskannya.
bayi Cio


bayi Cio
Namanya Chihiro, seperti nama anak di Spirited Away. Hanya saja Chihiro jantan. Karena nama itu begitu panjang, ia  dipanggil Cio. Cio lahir 12 September 2018 bersama Lulu, Popo, dan Poki. Poki sendiri terkena virus waktu masih 50-an hari dan meninggal. Sejak kecil, Cio tumbuh jadi kucing yang lucu dan menggemaskan. Manis, pintar dan manja. Namun, ia terserang jamur saat usia 2-3 bulan. Jamur yang bandel karena sudah hampir sembuh, tiba-tiba kembali. Jamur yang bikin buntut cio gundul dan beberapa bagian tubuhnya botok. Jamur yang bikin Cio nggak kelihatan lucu secara fisik. 
Dari belakang Popo, Lulu, dan Cio
Nggak hanya jamur, Cio juga kena semacam stroke setelah Poki meninggal. Dia jadi murung dan sedih terus. Susah makan, dan mukanya nggak happy lagi. Cio stres sampai kepalanya tengkleng, semacam miring ke kiri. Hal yang bikin dia nggak bisa nengok dan berputar-putar. Tapi sebulan belakangan, miring di kepalanya sudah nggak begitu. 
Cio sudah sembuh dari jamur sebulan ke belakang. Dia sudah suntik jamur di puskeswan dua kali, diberi salep, dan akhirnya sembuh karena dimandikan dengan bubuk belerang. Cio udah sehat, udah makan lahap, udah kembali happy.
Cio adalah jenis kucing yang penyayang. Dia sayang semua kucing, bahkan adik-adik bayinya pun di asuh. Pun, dia manja dengan kucing domestik yang seolah-olah jadi pengasuhnya dari kecil. Cio seperti anak kecil lucu yang selalu baik hati yang nggak ada dia, kerasa sekali.

Cio dan endorsement.
Biasanya, dia bakal duduk di bawah meja laptop dan duduk di keyboard kalau mulai cari perhatian. Biasanya, dia ngikutin ke kulkas untuk minta makanan apa yang bisa dia makan. 
Biasanya, dia minta buah-buahan yang saya makan karena dia suka. Cio suka durian, alpukat, sampai duku.
Biasanya, dia tidur sama saya. Menjilati kepala saya dan mengusap-usap kepalanya di kepala saya seolah saya kucing. Kalau sedang jahil, dia akan menggigiti hidung dan membuat kesal. Namun, beberapa minggu terakhir, Cio sudah bisa mengurangi kenakalan-kenakalan itu. Dia bisa tidur di samping saya dengan rapi. Masuk ke dalam selimut kalau dingin, dan membangunkan kalau pagi.
hari-hari ketika Cio mulai depresi.
Cio ngajarin saya banyak hal. Termasuk menerima tanpa syarat. Kalau menyayangi kucing nggak hanya ketika lucu, tapi juga mau urusin waktu keadaan kayak Cio yang mungkin kelihatan nggak menarik. Cio ngajarin untuk baik dan ramah. Dia selalu berlari ke pintu kalau ada siapapun yang datang dan berusaha dekat. Cio menemani saya di hari-hari saya merasa begitu kelam sejak akhir tahun dimulai. Di hari-hari saya gagal, depresi, dan merasa dunia gelap sekali. Ada banyak kucing di rumah, tetapi bisa jadi Cio yang paling dekat.


Pagi itu, 30 Maret, saya menanam bunga di belakang. Biasanya, Cio akan menemani saya. Duduk di sebelah dan mengganggu. Namun, pagi itu tidak. Cio tidak ada dan saya mengira ia bermain di kebun dengan Popo dan Lulu. Ternyata tidak, Cio tidak ada. Saya mengelilingi rumah berkali-kali. Mengguncang-guncang toples makan sambil memanggil namanya, tapi Cio tidak datang. Padahal, dia adalah yang tercepat datang jika dipanggil. Ibu saya mencari di Puskesmas, tidak ada. Saya semakin khawatir kalau-kalau ia masuk sumur puskesmas yang terbuka ---dan pada akhirnya saya tutup kemarin.
Saya ingat, saya bilang ke mama saya, saya yakin kalau Cio akan pulang.
Cio dan kambing-kambing 

Cio memang pulang, tapi berpulang pada Tuhan. Sorenya, Pap mencari lagi di puskesmas, dan di dalam kolam ikan puskesmas, di balik eceng gondok, ada Cio. Ada Cio yang tercebur dan sudah tiada. Ada Cio yang mungkin terjatuh dari pagar beling Puskesmas dan masuk ke kolam. Ia jarang keluar lewat pagar itu, tetapi mungkin ia naik ke sana dan ketika turun malah nyemplung. Keseimbangan Cio tidak begitu bagus karena kepalanya yang miring.
Sore itu Cio dikuburkan tetapi saya tidak ingin melihatnya. Saya nggak bisa bayangin gimana Cio kedinginan di sana, gimana dia meminta pertolongan tapi nggak ada yang menolong. Jika saja bukan Sabtu, pastilah petugas puskesmas yang biasa duduk di pinggir kolam mendapatinya. Sayang, Cio nggak tertolong.

Satu hal yang membuat saya sedih adalah, Cio sudah sembuh dan kembali bahagia, harus meninggal dengan cara yang menyakitkan. Cio sudah berjuang untuk kembali berbulu normal, dan ketika itu terjadi, ia malah dipanggil Tuhan.
Bulu Co mulai tumbuh.
Saya ingin berandai jika saja saya mengajak Cio menanam bunga dan tidak membiarkan ia mengganggu Mbah saya masak sampai akhirnya memutuskan pergi main lewat naik genting, mungkin Cio masih ada. Tapi seandainya itu jahat. Cio nggak akan kembali. Cio sudah pergi terkubur dan mungkin bertemu kembarannya, Poki. Cio sudah senang di sana.

Terima kasih untuk semuanya, Co. Maafkan kalau Cici sering galak kalau Co nakal, gigitin dan cakar kaki Cici. Cici sayang Co selalu. Semoga kita bertemu di kehidupan baru nanti. Semoga Cici bisa kuat kayak Co.
Sleep tight, Co.


Goodbye Chihiro. Tidur yang tenang, Co.

You Might Also Like

0 comments

Jangan ragu untuk berkomentar, kawan!

Popular Posts

My Instagram