Memuji anak cantik nggak selamanya baik, Bu [Racauan untuk Ibu belakang kost-an bagian 1)

Oktober 22, 2016


Saya tidak tahu, bangun pukul satu seakan jadi rutinitas sejak saya kuliah di pasca. Simpel, karena kuota. Saya adalah fakir kuota di mana di tempat saya berada, untuk mengakses jurnal-jurnal, saya hanya bisa bergantung pada provider warna merah. Sedangkan, saya biasa menggunakan provider lain untuk HP saya yang untungnya nggak sok kaya. Tapi saya nggak mau mereview tentang kuota di sini. 

Mungkin ini sedikit curhat -oke, blog saya memang isinya racauan nggak jelas semua- tetapi saya tidak bermaksud apapun di sini. I just wanna write about it. Saya nggak ada maksud menyerang orang yang akan saya bicarakan atau apa kalau pada suatu ketika mereka yang saya bicarakan membaca. Tapi, saya nggak yakin mereka mampir di blog racauan ini.
Begini. Saya lupa tepatnya, tetapi pada suatu hari,mungkin tepat setahun lalu, rumah yang tepat berada di samping dinding kamar saya dihuni sebuah keluarga. Saya tidak masalah dengan itu, sampai, pada suatu hari, ketika saya sedang tiduran di kasur dan membaca novel, sebuah jahe hinggap entah di kepala atau wajah saya lewat lubang angin. FYI, saya berada di lantai dua. Dan cekikikan terdengar. Diikuti ejekan khas anak-anak, bahkan mereka bisa melihat gambar-gambar yang ada di kamar saya-karena mereka mengejek gambar dari Pinyot dan Yuni. Sebagai manusia yang menjunjung tinggi privasi saya terusik. Masalah ini selesai setelah saya melaporkan ke Pak Kost untuk ya... memberi tahu pemilik rumah.  Sampai sekarang saya nggak tahu rupa tetangga saya itu,dan lebih baik tidak usah mungkin.
Saya mungkin tipe orang yang judging, ketika pertama saya bertemu (anggap saja saya dan orang belakang itu bertemu) dan saya nggak suka, seterusnya akan ga suka. Saya tidak suka dengan itu sebenarnya. meski lebih dari 70% radar ketidaksukaan itu benar, akan ada yang terjadi yang tidak enak. 
Jarak yang terlalu dekat itu membuat saya bisa mendengar suara-suara di rumah itu. Dan saya juga suka sebel dengan telinga saya, tanpa alasan telinga saya itu sering 'membenci' suara orang tertentu tanpa alasan. Dan saya nggak suka itu sebenarnya, saya selalu menutup telinga dengan lagu-lagu kalau suara anak-anak yang begitu cempreng atau ibu-ibu yang begitu lebay terdengar. Dan... ternyata saya nggak suka tidak hanya suaranya, tetapi konten apa yang mereka bicarakan. Mungkin apa yang akan saya paparkan sangat subjektif, ada unsur ketidaksukaan yang dari awal tersimpan karena dilempar jahe, dimasukin kayu di lubang angin, Tetapi saya tetap berusaha untuk tetap netral. Saya belum dan mungkin tidak akan menjadi orangtua, but saya harap apa yang saya tulis nanti berguna. Saya nggak berharap setiap orang yang kesasar di sini dan baca setuju dengan saya, tetapi i just wanna share and hope you think about it.
"Duh, cantik banget, kayak Elsa!"; "Mozzarella, kamu cantik, kayak Elsa." "Ibuk, bilang aku cantik kaya Elsa!”
Honestly, saya orang yang enggak suka ketika orangtua memuji fisik anaknya berlebihan. Kenapa? Saya berpikiran bahwa apa yang orangtua puji ke anaknya saat kecil itu berpengaruh pada bagaimana anak mempersepsikan dirinya. Ketika saya menempatkan diri sebagai anak dan orangtua memuji cantik, maka saya berpikir bahwa anak akan berusaha menjadi cantik. Memuji di saat-saat tertentu, misal ketika anak enggak mau pakai kerudung pas lebaran dan setelah mau ibunya berkata,”Nah gini kan cantik.” Itu bagus, akan ada asosiasi di otak, anak jadi PD memakai itu dan berpikir positif dengan apa yang ia pakai.. But, if everyday you talk to your daughter if she’s pretty, i think its a very stupid thing. Sorry. Begini, ketika anak itu dipuji fisiknya terus-terusan dan memang fisiknya bagus, akan timbul bibit kesombongan yang meliar dan bisa saja menimbulkan keburukan ke depan. Sadar enggak sih, ketika anak dipuji cantik tiap hari, dia bakal mikir bahwa kecantikan itu segala.nya dan makin tinggi hati.
 Lagi, ketika anak itu (maaf) enggak cantik-cantik amat, dia bisa jadi merasa rendah diri, lalu menetapkan standar kecantikan versi dia ketika remaja, dan enggak menutup kemungkinan dia melakukan hal-hal yang enggak seharusnya dilakukan. Operasi plastik abal-abal misalnya. Pun dengan body image, ketika ia merasa jelek dan gendut, dan lahirnya bibit-bibit diet enggak sehat, atau anoreksia atau bulimia. Saya bahkan pernah dengar seorang yang ninggal karena minum obat pelangsing sampai organ dalamnya rusak.
“Iya, cantik kayak Elsa.”
Iya, Elsa yang di Frozen itu, sadar juga enggak sih, ‘kayak’ Elsa itu bahaya. Which is  kita enggak tahu kan, gimana pemikiran anak itu, gimana kalau dia terobsesi dengan Elsa, dan ingin wajahnya kayak Elsa dan operasi plastik terus-terusan biar kayak Elsa.  Yang saya tahu anak itu nyanyi Let it go terus, dan bermain role play jadi princess. Intinya sih, sebagai orangtua, silakan aja memuji fisik anak, bagus kok untuk menumbuhkan percaya diri. Tetapi jangan puji setiap hari. Pujilah di saat-saat tertentu, kayak contoh anak enggak mau pake kerudung pas lebaran. Kayaknya, lebih baik ngasih pujian ketika anak berperilaku baik, hasil kerja anak, atau karya mereka daripada terus-terusan memuji fisik.
Sebenarnya, masih ada beberapa yang saya nggak suka, dan ingin saya kritik sebagai apalah saya ini, tapi mungkin besok lagi deh.
Selamat pagi.



You Might Also Like

0 comments

Jangan ragu untuk berkomentar, kawan!

Popular Posts

My Instagram