Hujan, Rindu dan Limbikmu

November 21, 2014

“Kenapa sih suka banget sambung-sambungin rindu sama hujan?” tanya Cika padaku. Aku terdiam dan membiarkan otakku bekerja. Aku juga tidak tahu kenapa orang suka menjadi galau dan merindu ketika hujan
“Apa ada hubungannya hujan sama sistem limbik?” tan
ya Cika lagi, sebelum aku berhasil menemukan jawaban atas pertanyaan pertamanya.
“Mungkin ada hubungannya dengan sistem limbik. Katanya suara dan bau hujan dapat meresonansi ingatan, termasuk ingatan bersama orang yang kamu sayang, yang tentu menjadi perhatian sistem limbikmu,” jawabku. Semua ini karena pelajaran anatomi otak, semua hal selalu dihubung-hubungkan dengan sistem limbik.
Lalu aku memandangi tetes-tetes hujan, mengingat daur hidrologi. Kupandangi Cika yang merapatkan jaket coklatnya, dan sepatu bututku sudah basah kuyup. Halte sepi dan bus 03 tak kunjung menampakkan diri, mungkin ikut demo kenaikan BBM.
“Mungkin karena hujan itu bentuk melepas rindu itu sendiri. Air di bumi menguap menjadi awan yang menebal dan akhirnya turun hujan. Saat menjadi awan, uap air dan tanah pasti saling merindu. Hujan adalah waktu dimana air dan tanah bertemu,” ucapku asal.
“Jadi air dan tanah itu seperti aku dan kamu? Dan hujan itu seperti pertemuan kita tiap Rabu Naleo?”
“Mungkin begitu,” sahutku, sayang kamu tak bisa jadi kekasihku.

You Might Also Like

0 comments

Jangan ragu untuk berkomentar, kawan!

Popular Posts

My Instagram