Surat Chero #1

Desember 19, 2015


 Surat Chero #1

Kepada Kaisha Btari Zechmeister
Jadi kurasa sekarang sudah waktunya kita hentikan semua perdebatan tempo dulu. Kalau saja masih ada ingatan itu di otakmu. Sebab aku tidak yakin, gebrakan dan siraman kopimu ke kemejaku masih tercetak di memorimu.
Begini. Aku tahu, bahwa hujan, senja, dan pelangi-mu itu adalah hal yang bisa didramatisasi seenakmu, sesukamu, sekacanganmu, atau seintelektual yang kamu bisa. Aku tahu bahwa hujan bagimu syahdu, meresonansi ingatan, dan entah apa sebab aku sudah lupa semua itu.
Kaisha, aku hanya ingin kamu menoleh sesekali. Kepada trotoar, semangka, tiang listrik, kapur tulis, bola, apapun itu terkecuali hujan-senja-pelangi. Bejibun Kaisha  kata yang ada di KBBI. Begitu banyak hal dan kata yang bisa diurai selain hujan-senja-pelangi milikmu itu! Sebab aku takut obsesimu itu suatu hari menimbulkan halusinasi, delusi, apalah itu. Aku hanya pernah membaca sekali di buku psikologi.
Kaisha. Menarilah bersama paku payung, wortel, air comberan, dan apapun selain air hujan. Bosan. Bosan aku mendengar ucapanmu. Kamu selalu berkata,”Aku menari. Menari aku. Hujan dan aku. Aku dan hujan menari,” bedebah Kaisha! Aku hapal di luar kepala!
Kaisha. Berhentilah berkata,”Jingga-jingga-jingga. Sewarna senja. Merona menghambur cahaya,” keparat Kaisha! Aku mematri nyanyianmu. Enyah! Enyah!
Dan Kaisha. Berhenti mengucap,”Pelangi tujuh warna. Hidupku ceria. Hujan deras  tiba tapi berujung warna-warni bahagia.” Duh Kaisha! Otakku dengan bodoh mengingatnya!
Maka Kaisha, sebelum otakku terus dijejali obsesimu pada hujan-senja-pelangi, berhentilah. Mari berhenti Kaisha, jika tidak kurangi. Sebab dunia masih ada matahari, kerikil, spidol, jepit jemuran, dan lainnya.
Bagaimana Kaisha? Kutunggu hari ini di lantai tiga seperti biasa. Tanpa hujan-senja-pelangi.

Salam sehangat kuah mi,
Chero Che Santrock

You Might Also Like

0 comments

Jangan ragu untuk berkomentar, kawan!

Popular Posts

My Instagram