1 Maret 2013
Oktober 12, 2014Nemu ini waktu geledah-geledak file.
1 Maret 2013
Ibu,
ini hari pertama aku mengenakan sepatu putih yang Ibu belikan padaku kemarin
dulu. Aku tidak ingat tanggal berapa ibu membelikanku sepatu itu,aku hanya
ingat kau membelikanku sepatu itu beberapa hari sebelum aku kembali ke tempatku
menuntut ilmuku..
Ibu,
aku ingat ketika aku sampai di rumah dan kau melihat sepatu lamaku. Sepatu yang
kau belikan padaku di bulan Agustus beberapa hari setelah hari raya Idul Fitri.
Sepatu itu masih terlihat bagus, tapi karet sepatu itu telah tipis sekali.
Bahkan bagian belakang sepatu itu hampir jebol.
“Butut
sekali sepatumu. Apa yang kau lakukan hingga sepatumu menjadi sebutut dan
setipis itu,” katamu sambil menatap sepatu putih bertali merah di sebelah kanan
dan turqouise di kirinya.
Sebenarnya
tali sepatu yang asli berwarna putih, hanya saja aku ingin memberi warna pada
sepatuku. Ketika itu aku menemukan tali sepatu merah dan turqouise di koperku
dan kupasang di sepatuku. Jika ada yang bertanya, aku akan menjawab merah itu
wanita dan turqouise itu pria. Manusia diciptakan berpasangan seperti sepatu
itu dan tali yang berbeda warna menunjukkan jenis kelamin mereka. Ya, itu hanya
karangan, akal-akalanku saja.
“Apa
Ibu lupa aku berjalan cukup jauh dari kostku yang berada di gerbang depan dan
kampusku yang dekat gerbang belakang?” aku menjawab pertanyaan ibu dengan
pertanyaan balik.
“Baiklah,
aku akan membelikanmu sepatu yang sama seperti itu, dan jangan pakai lagi
sepatu butut itu,” aku hanya mengangguk.
Dan
aku ingat ibu, beberapa hari sebelum aku kembali kau mengajakku ke toko sepatu.
Ketika itu motormu dipakai ayah dan kita terpaksa berjalan ke toko sepatu.
Panas, cuaca kala itu sangat panas kan Ibu?
Aku
ingat kita berjalan bertiga, aku, Ibu dan adik kecilku. Dan ketika di toko, aku
senang sekali ibu. Sepatu itu masih ada. Sama persis dengan milikku yang kau
bilang butut itu dengan ukuran yang sama pula. Lalu kau membelikanku sepatu
itu.
Aku
menatap jam-jam yang ada di etalase. Dan mataku terpaku pada jam yang persis
kau berikan padaku agustus lalu. Yang hilang,jatuh entah dimana.
“Kamu
mau jam?” tanyamu. Dan aku menggeleng.
“Tidak
ibu, aku hanya mau jam Ayah yang telah patah talinya itu. Aku sudah mencobanya
dan meskipun patah tapi masih bisa kupakai,”
“Baiklah,”
jawabmu. Lalu kau menunjuk sebuah sepatu lain dan kau berikan sepatu itu
padaku. Untuk ganti-ganti, begitu katamu. Aku hanya mengangguk dan tersenyum.
Lalu
rengekan adikku terdengar, meminta bakso. Aku ingat kita berjalan ke warung
bakso di depan toko sepatu itu. Menegak sop buah. Aku selalu hapal kau tidak
pernah mau menambahkan susu di sop buahmu.
Dan
ketika aku memasukkan sepatu baruku bersama sepatu bututku itu, Ibu bertanya
mengapa aku masih memasukkan sepatu itu. Aku bilang padamu, aku ingin
memakainya sekali-kali. Dan kau pun hanya mengangguk.
Ibu,
sepatu baru ini sangat nyaman. Aku tidak lagi merasa kerikil-kerikil menghujam
tumitku, atau gesekan pasir dengan kaos kakiku.
Ibu,
jika melihat sepatu-sepatu itu aku teringat padamu.
Dan
ibu, aku berjanji untuk menjadi anak yang baik dan rajin belajar Bu. Aku ingin
Ibu terus tersenyum melihat hasil belajarku. Aku akan berusaha Bu.. Doakan Aku
Ibu.
Dan
aku mencintaimu..
Sepatunya cuma tahan satu semester dan mama kembali membelikan sepatu sekitar Agustus 2013 yang alhamdulilah masih awet sampai sekarang dan terus dipakai.
0 comments
Jangan ragu untuk berkomentar, kawan!