Kapan kamu mati?

Oktober 14, 2014




Postingan sebelumnya, saya bilang mau melakukan sesuatu. Karena saya nggak tahu mau ngapa, jadi saya mau nulis aja. Sambil memperbaiki mood dan menghilangkan kelelahan nggak jelas ini.

Saya nggak suka pertanyaan "Kamu kapan punya pacar?", lebih baik tanya "Kapan kamu mati?"
Bukan saya frustasi atau gila seperti mereka-mereka yang mengasihani diri dengan berkicau betapa menderitanya jomblo. Saya bukan mereka, bahkan saya merasa merdeka. Selama saya menjadi single -sejak lahir sampai sekarang -, saya bahagia, saya nggak pernah menginginkan pacar, dan saya belum membutuhkan mereka sampai waktu yang tidak saya tahu, setidak tahu saya kapan saya mati. Ah, lupakan masalah percintaan. Yang saya ingin bicarakan adalah kematian. Menyeramkan huh?

Saya belum pernah bertemu dengan orang yang bertanya," Lo kapan mati Ci?". Walaupun pada akhirnya saya akan jawab nggak tahu, saya nggak akan marah kok kalau ada yang mau tanya itu. Kalau jodoh yang rahasia Tuhan aja kamu tanyain, kenapa mati yang rahasia juga nggak ditanyain. Bagi saya mereka punya kedudukan yang sama.
Tanyakanlah kapan mati ke saya.
 Sebab saya suka lupa bahwa suatu hari hidup saya akan berakhir.
Sebab saya kadang terlalu bergulat pada dunia, dunia yang saya buat sendiri hingga kadang saya sedikit menjauh dari Tuhan.
Sebab saya belum punya bekal yang cukup untuk bertemu Tuhan dalam keadaan baik.

Kadang, saya merasa hidup saya nggak lama. Hingga saya begitu ingin punya buku dengan nama saya penulisnya. Tapi kadang, saya merasa saya akan hidup setidaknya sampai nenek-nenek, hingga saya memusingkan masa depan.

Saya sering lupa bahwa saya akan mati, sesering saya lupa bahwa saya juga akan kehilangan.Kadang saya akan menjadi seseorang yang batu. Saya bersikap biasa mendengar sebuah kabar kematian, tidak bisa menangis dan hanya sesak. Tapi beberapa waktu kemudian, ketika saya teringat, saya bisa mendadak menangis. 

Papa saya pernah berkata pada temannya. Seringlah menghadiri pemakaman, melihat jenazah atau menggotongnya. Sadarlah bahwa pada akhirnya kita yang akan digotong itu, kita yang akan dimasukkan. Menyeramkan bukan? Kadang saya merasa kematian adalah hal yang paling saya takuti. Saya belum punya apa-apa untuk menyelamatkan diri hingga saya ingin hidup lebih lama. Kadang saya ingin segera pergi, berlama-lama mungkin akan menumpuk dosa. Tapi saya takut. Saya takut karena saya nggak punya apa-apa yang membuat saya disayang Tuhan.

Saya akan terus memperbaiki diri saya. Menyiapkan diri sebaik mungkin sebelum saya pergi. Agar saya nggak terlalu memalukan ketika bertemu Tuhan. Saya harap, cara saya meninggalkan dunia semudah mama melahirkan saya.
Ah, saya menangis menulis ini. Setidaknya dengan menangis saya tahu saya nggak aleksitimia kan? Kadang saya merasa saya mengidapnya. Saya hanya sesak dan diam mendengar kabar duka, saya murid yang nggak nangis tiap ada acara perpisahan di SMA. Saya sering merasa ada yang mau meledak,saya ingin loncat-loncat tanpa tahu kenapa.

Selama saya hidup, ingatkan saya untuk nggak tenggelam di dunia saya. Bahwa suatu hari malaikat itu memang akan datang. Tapi saya harap saat akan tiba itu masih panjang, setidaknya sampai saya benar-benar siap. Ya,saya akan terus bersiap.

You Might Also Like

0 comments

Jangan ragu untuk berkomentar, kawan!

Popular Posts

My Instagram