Tendangan Mbah Tukang Sapu
Mei 13, 2015Sebagai pecinta lingkungan, selain berjalan kaki saya, Opie, dan Woro sering menggunakan fasilitas kampus berupa bus kampus. Sebuah bus didominasi warna kuning-apalah-itu dan warna putih serta merah. Kami menjulukinya Bumblebee.Di suatu hari kami membicarakan masalah bayar-membayar Bumblebee dan sepakat dengan dalih bahwa di UKT kami itu sudah termasuk biaya transportasi. Bahwa tanpa kami masukkan seribu rupiah, si sopir yang berganti-ganti itu sudah di gaji. Maka kami memutuskan untuk membayar seadanya. Jika ada koin di saku kami akan membayar, jika tidak ucapan terima kasih kami kira cukup. Kami bahkan membanding-bandingkan fasilitas berbayar ini dengan bus kampus lain. Seperti,"UI aja gratis kok busnya. Harusnya kita juga gratis"
Kami memilih menggunakan Bumblebee ketika pulang dan saya sendiri kadang berangkat ke kampus menggunakan Bumblebee. Ada satu hal yang sebaiknya tidak ditiru mahasiswa lain. Tapi menurut pengamatan kami sejak pertama menggunakan Bumblebee, tidak hanya kami yang melakukan ini. Bahwa kami, jarang membayar. Tidak, lebih tepatnya kami hanya memasukkan recehan seadanya yang ada di kantong saat itu. Kadang seratus rupiah, kadang lima ratus, tujuh ratus, kadang tidak membayar. Meski ada tulisan seperti 'Uang Pemeliharaan 1000" (saya lupa apa tulisannya) kami mengabaikannya.
Hari ini kami pulang pagi. Saya dan Opie menunggu Bumblebee. Setelah koneksi busuk menggagalkan Pinyot mengupdate aplikasi-aplikasinya dan Bumblebee muncul kami memutuskan pulang. Kami naik, di kursi kedua dari depan. Tak lama setelah kami naik, Mbah-mbah tukang sapu yang biasa kami temui di kampus naik. Seorang lelaki tua dengan rambut putih dan gigi yang tak lengkap lagi. Lelaki itu berdiri dan memasukkan uang ke kotak uang dengan kepayahan. PAS. Seribu rupiah. Dan saat itulah dada saya sesak. Seperti ditendang, terjungkal, dan menyakitkan. Entah mengapa tangan saya refleks mencari kantung uang. Padahal awalnya saya tidak berniat membayar sebab tadi pagi saya sudah memasukkan uang ke kotak itu.
"Gue mau nangis Cik," kata Pinyot sambil mencari uang. Ia menemukan selembar uang seribuan di dompetnya.
"Seperti ditendang,Nyot. Seperti kita nonton Lena Maria dia bisa ngerajut dan kita nggak," tambah saya. Mengeluarkan koin seribu dari kantong uang.
Bagaimana pun, kami merasa tertohok melihat tukang sapu itu membayar. Sebab tidak pernah ada tukang sapu lain yang membayar selama ini. Uang jajan kami mungkin tidak banyak, tapi melihat tukang sapu yang sudah tua dan gajinya sebagai tukang sapu mungkin tak seberapa namun kesadarannya amat besar mengikuti peraturan, saya dan Opie mendadak merasakan apa itu ditendang lewat perbuatan orang. Seperti hukuman karena sering tidak membayar atau membayar sesukanya
Well, meski kami nggak berjanji akan selalu membayar Bumblebee, tapi kami berdoa Bumblebee digratiskan saja.
Selamat Siang.
0 comments
Jangan ragu untuk berkomentar, kawan!