Think before you click
Mei 15, 2017
Gue pernah
berdiskusi dengan teman gue, mengenai, apakah masyarakat Indonesia ini kaget
sama adanya sosial media. Gue lupa apa kesimpulan kami karena perbincangan
perempuan biasanya mengular ke mana-mana, tapi kami sama-sama menyesalkan,
kenapa orang dengan mudahnya berkata jahat di sosial media kepada orang yang
kadang tidak begitu dikenalnya. Sering banget gue lihat di facebook, orang membagikan foto atau apa dan di bawahnya bertebaran
komen-komen sok suci,komen menyumpahi, atau komen mengejek. Atau kalau kita
lihat di IG, ada aja komen-komen jahat, terutama kalau dia adalah orang
terkenal, misalnya kasus Ayu Tingting dan ratusan ribu hatersnya bersama
akun-akun penjual pembesar, sayangnya enggak ada yang jual pembesar otak,
peluas pola pikir, atau pembesar toleransi. Gitu juga di youtube, kayak ada
anak kecil yang buat vlog dan dikomen dengan kata-kata yang enggak pantas.
Sedih enggak sih ngelihatnya?
Gue tahu,
misal fotonya memang jelek, tapi apa bagus kalau kita dengan mudahnya bilang: Dih, lu jelek banget sih, tikus guling!
Bisa
bayangkan perasaan orang yang punya akun waktu baca komentar itu? Apa kita ini makhluk tersuci, terkece,
terbaik di dunia sampai boleh dengan mudanya ngomongin orang yang bahkan kadang
enggak kita kenal? Enggak kan. Memang sih, enggak semua orang butuh dipuji, dan
enggak baik bohong bilang bagus padahal itu jelek, tapi, kita bisa memilih
untuk diam, kan? Diam memang enggak selamanya baik, tapi daripada
komentar-komentar buruk kita memberikan efek buruk untuk orang lain, diam lebih
baik. Oke, dia mungkin memang jelek, tapi sudah sampai situ saja. Enggak perlu
bilang dan koar-koar kalau dia jelek, misalnya. Kita enggak pernah tahu
ketahanan seseorang terhadap kritik dan ejekan, bisa aja dia sangat sensitif.
Dan bully, apa pun bentuknya, selalu
memberikan dampak kepada korban. Bisa saja yang kita ejek gendut itu mati bunuh
diri, bisa aja yang kita ejek tolol itu jadi depresi, bisa aja yang kita ejek
tiang listrik itu jadi dendam sama kita dan bunuh kita, huft, kita enggak tahu.
Berada di
dunia maya, kita memang bisa dengan mudahnya memakai akun yang bukan lu, akun
bernama entah siapa, berfoto entah apa, tetapi bukan berarti kita ngomong
sesukanya, terutama kalau omongan itu omongan-omongan yang enggak baik. Berada
di dunia maya, kita mungkin bisa bertanya sesukanya, tetapi sadarilah siapa lu
ketika lu bertanya. Gue pernah membaca tweet
entah siapa yang kesal gara-gara ada yang nanya soal gajinya berapa di ask
fm. Atau, kenal juga enggak, nanya-nanya kapan lulus
Gue tahu,
siapalah gue dan siapalah yang membaca blog ini. Tetapi, gue ikut merasa sedih
dengan adanya kasus cyberbullying
yang merebak di sosial media. Gue tahu semua dimulai dari kita, kita enggak
bisa memaksa orang untuk tidak melakukan cyberbullying,
tapi kita bisa belajar menahan diri untuk tidak menyakiti orang-orang dengan
kata-kata kita di sosial media.
So, seperti
yang sering diomongin di iklan layanan masyarakat, Think before you click, stop cyberbullying.
Racauan ini begitu tidak tertata.
0 comments
Jangan ragu untuk berkomentar, kawan!