Cici dan Yunchan Pulang

April 19, 2014




 Cici melirik jam di tangan kanannya, jarum pendek menunjukkan angka lima sore. Dengan semangat Cici mengambil ransel hitam yang tergeletak di kasurnya. Ia membuka ransel itu, mengambil tiket Rakata yang ia selipkan di buku jurnalnya. Cici tersenyum,sebentar lagi ia akan sampai di rumah. Cici kembali memasukkan tiketnya,berdiri dan membuka pintu kamarnya. Dengan cepat ia mengunci kamarnya. 
Tok tok tok. Cici mengetuk kamar Yunchan. Tak lama Yunchan keluar, dengan ransel birunya.
"Sudah siap? Tidak ada yang tertinggal?" berondong Cici ketika Yunchan menampakkan diri. Yunchan menjawab dengan mengangguk. Mereka menuruni tangga kost dan berpamitan pada teman kost lain yang sedang mengerjakan tugas kuliah.
 Cici tersenyum penuh arti.
"Untung aku tidak mengambil mata kuliah pilihan seni budaya. Kamu tahu nggak,mereka pada hampir gila dengan tugas-tugasnya," Cici bercerita ketika mereka berjalan menuju halte. Disaat teman-temannya memilih mata kuliah seni budaya, mata kuliah yang diambil Cici adalah Kriminologi Dasar, dan hanya ia dan Mefdin yang mengambil mata kuliah itu. Yunchan tertawa mendengar cerita Cici tentang keluhan teman-temannya.
"Itu busnya," tunjuk Yunchan. Setengah berlari mereka menuju halte BST. Kernet perempuan itu tertawa melihat mereka berlari.
"Mau kemana?" tanya kernet dengan potongan rambut bob itu. 
"Stasiun Jebres," sahut Yunchan sambil memberikan uang tujuh ribu rupiah dalam bentuk recehan 500-an. Kernet itu kembali menahan tawa melihat uang 500-an yang diisolasi satu sama lain. Yunchan dan Cici membalas kernet itu dengan senyuman. 
Perjalanan hanya memerlukan waktu 10 menit untuk sampai di halte stasiun.
"Terimakasih," ujar Cici dan Yunchan ketika keluar dari bus. Si kernet itu tersenyum, mungkin ia senang mendapat banyak recehan untuk kembalian.
"Kita pulang hari Senin atau Minggu?" tanya Yunchan sambil membenarkan ranselnya.
"Senin saja bagaimana? Ambil kereta pagi pukul 05.30. Jadi kita bisa di rumah Kamis ini,Jumat,Sabtu,Minggu" usul Cici.
"Berarti kita sampai pukul 06.45?" tanya Yunchan. Cici mengangguk.
"Baiklah.
Aku kuliah agak siang hari Senin," Yunchan setuju. Cici merogok kantong celana kargonya dan mengambil 2 buah permen edisi Taylor Swift dari merk permen yang ikut menjadi sponsor Red Tour Juni mendatang. Cici memberikan permen berwarna ungu pada Yunchan dan yang merah untuknya.
"Kamu dapat potongan lirik apa? Aku dapat lirik Long Live," Yunchan membentangkan bungkus permennya.
" Everytime you smile i smile...," Cici membaca potongan lirik di bungkus permennya sambil mengingat.
"Jump and Fall," sahut mereka bersamaan lalu tertawa. Mereka pun sampai di stasiun. Cici dan Yunchan menuju tempat pemeriksaan tiket sebelum masuk peron. Mengeluarkan KTP dan tiket mereka. Petugas pemeriksa tersenyum sambil mengembalikan tiket mereka. "Terimakasih,semoga perjalanan kalian menyenangkan,"
"Terimakasih kembali," jawab Cici sambil mengambil KTP dan tiket mereka. Mereka berjalan masuk peron dan memilih duduk di kursi kosong.
"10 menit lagi kereta sampai. Di tiket jam 17.30 sore," Yunchan mengamati jam tangannya. Cici mengangguk-angguk sambil mengunyah apel. Permennya sudah habis sejakk tadi.

Bel stasiun berbunyi, pemberitahuan Rakata akan segera datang. Yunchan dan Cici segera berdiri dan berjalan ke peron.  Kereta pun datang, petugas keluar dan membantu penumpang masuk ke kereta. Yunchan dan Cici masuk ke gerbong 3, mencari kursi 19 A dan 19 B.

"Ini kursi kita," sahut Cici sambil meletakkan ranselnya di rak ransel yang ada di depan kursi mereka. Udara dingin dari AC menyergap kulit mereka, beruntung mereka tidak memakai baju yang tipis dan pendek. Ditambah hari sudah mulai malam.
Kereta pun mulai berjalan. Jika tak ada hambatan, jam 18.45 sore mereka sudah sampai rumah. Jarak tempuh Solo-Kalianda sekitar 656 KM, kereta berkecepatan 590 km/jam ini dijadwalkan akan menempuh 1 jam 15 menit karena akan berhenti di  stasiun selama 3 menit di setiap stasiunnya.
"Sebenernya, kita bisa ya kuliah PP tiap hari. Ongkos keretanya juga murah cuma 30 ribu," celetuk Yunchan.
"Tapi kalo bolak-balik sehari 60 ribu. Jadi kita perlu bersyukur setidaknya setiap minggu kita bisa pulang. Ah, semoga mama masak cumi hitam," Cici berkata sambil mengamati kereta, dan tersenyum memandang stiker penumpang prioritas. 
Di perjalanan, Cici memilih membaca Sunyaruri yang ia pinjam dari Pinyot,sedang Yunchan memilih mendengar musik dari Ipod-nya.
"Negara kita kece ya, punya kereta diatas laut begini," sahut Cici bersemangat. Ia selalu menyukai melihat laut,gunung anak krakatau dari atas rel kereta yang membentang di sepanjang selat Sunda.
"Iya. Semenjak nggak ada lagi korupsi, dan anak muda bangsa kita makin cerdas, buat kereta model begini gampang banget. Denger-denger sekarang dari Jakarta ke Berau cuma 4 jam pakai kereta," Yunchan melepas earphone dan ikut memandangi pemandangan dari luar jendela.

"Itu Menara Siger," tunjuk Yunchan. Cici memandangi menara kuning itu dengan riang, ia merasa bahagia tiap melihat menara itu. Seperti simbol ia sudah sampai. Kereta berjalan ke arah Sragi, lalu bergerak menuju Palas.
"Kamu turun di stasiun Palas kan?" tanya Yunchan ketika melihat pemberitahuan bahwa 2 menit lagi kereta berhenti di stasiun Palas. Cici mengangguk mengambil ransel dan memasukkan novel. Lalu menggendong ranselnya.
"Aku duluan ya," pamit Cici sebelum berjalan ke pintu keluar.
"Ya,hati-hati," jawab Yunchan.
Bel khas kereta berbunyi, pintu kereta terbuka otomatis. Cici keluar dari kereta lalu melambaikan tangan pada Yunchan ketika kereta kembali bergerak. Cici berjalan keluar stasiun yang berada di daerah Sukamulya. Matanya berpendar mencari Papanya.Hingga ia menemukan papanya bersama anak lelaki kecil yang sedang menjilati es krim. Cici menghampiri mereka.
"Eh udah sampai. Ayo Pak saya pamit," Papa Cici berpamitan dengan penjual es krim yang menjadi teman ngobrolnya tadi.
"Cici naik kereta yang putih tadi ya?" tanya Opi adik Cici ketika mereka berjalan menuju parkiran. Cici mengangguk.
"Mama masak cumi hitam hari ini," ujar Opi sambil membuang stik eskrimnya ke kotak sampah.
"Oh ya?"
"Iya, adek sudah makan 2 kali," Opi membuat angka 2 dari jarinya. Cici tersenyum dan perutnya langsung mengirim sinyal-sinyal.



Dunia Imajinasi, 19 April 2014


You Might Also Like

0 comments

Jangan ragu untuk berkomentar, kawan!

Popular Posts

My Instagram