A Story about Ed

Mei 31, 2014

Iseng sih, A story about Ed ini sebenaranya kisah yang biasa-biasa aja. Kayaknya udah umum banget ceritanya Edward sendiri adalahnya Om si Odrei . Siapa Odrei? Yah,Odrei itu sepupu saya di microsoft word. Bagian akhir cerita ini saya... bingung




A Story about Ed


Inilah ceritanya...

Siapa yang tak kenal Edward Bramanta Barkenstein di SMA Nusantara Satu pada tahun delapan puluhan? Lelaki berwajah Kaukasoid dengan alis tebal dan lesung pipi lengkap dengan hidung mancung. Edward adalah siswa idaman para siswi kala itu. Ketampanan mutlak,kusebut mutlak karena semua yang melihatnya akan berkata ia tampan.Ya,tampan tanpa pernah membuat orang lain bosan. Bisa kau sebut jenis ketampanan yang relatif.
Edward digilai bukan hanya karena ia tampan. Ed cerdas, setidaknya ia tidak pernah lepas dari jajaran tiga besar paralel. Dan Ed gemar melukis, mengikuti lomba-lomba melukis hingga pernah ikut sebuah lomba lukis di Jepang saat kelas 1 SMA. Oh ya,petikan gitar dan suara bassnya melelehkan para wanita kala itu.
Ed adalah tipe romantis sekaligus petualang. Ia gemar meloncat dari wanita satu ke wanita lain. Ia memang tidak pernah menduakan mereka,tapi Ed adalah pembosan tingkat dewa. Tak ada wanita yang lama menjadi pacarnya. Sampai seorang gadis pindahan dari Aceh datang dan sekelas dengan Ed. Siti Maesyara namanya.
Maesyara sama sekali tidak peduli pada Edward. Ia malah melemparkan senyum sinis ketika melihat Ed menyanyi Stuck On You dengan gitar di kelas. Ia mengumpat dalam hati melihat para gadis bukan mengerjakan lukisan mereka tapi menonton Ed melukis di kelas kesenian. 
Bukan petualang namanya jika tidak tertantang dengan sikap Mae yang tidak memperdulikannya. Ed tertantang menaklukan Mae. Segala cara ia kerahkan. Mae tidak beraksi dengan nyanyian seperti gadis-gadis sebelumnya. Puisinya menjadi lahapan kotak sampah kelas. Hingga Mae pun akhirnya luluh. Dengan lukisan-lukisan Ed.
Semua berjalan lancar. Ya,ketika itu. Setidaknya sampai kelulusan tiba. Ed melanjutkan kuliahnya di sekolah seni di Solo ,sedang Mae bekerja di toko kelontong pamannya di Pasar Gede.
Tidak pernah ada yang sempurna sampai kita bersyukur. Mae bisa jadi kurang bersyukur,ya dengan apa yang ia miliki.
 Mae berselingkuh dengan Karta.
Siapa Karta?
Tentu dia bukan siapa-siapa jika dibandingkan dengan Ed. Karta hanya seorang lulusan SMP yang mengayuh becak setiap hari. Karta sering ke toko kelontong yang dijaga Mae, entah membeli tembakau, atau menjemput Bu Marni pelanggan becaknya yang belanja disana.
Sudah bisa kau tebak bukan? Mae lebih sering bertemu dengan Karta daripada dengan Ed yang sibuk dengan kuliahnya masa itu. Entah siapa yang duluan jatuh cinta hingga mereka memutuskan berpacaran diam-diam.
Bisa kau sebut Mae rakus. Ia masih pergi sesekali dengan Ed di hari Sabtu atau Minggu. Namun ia pun tak melepaskan Karta. Hingga suatu hari Ed menemukan Mae dan Karta bermesraan di bawah pohon
beringin alun-alun utara. Ed yang melihat pemandangan mengenaskan baginya itu langsung menghampiri Mae.
“Siapa lelaki itu Maesyara?” Ed bertanya setengah berteriak. Orang-orang yang berlalu lalang memperhatikan mereka, tapi Ed tak peduli. Mae menunduk tak berani menjawab.
“Dia kekasih saya,” sahut Karta. Ed menatap tajam Mae yang hanya terdiam.
“Kami akan menikah bulan depan,” lanjut Karta. Mae menatap Karta, mereka tidak pernah membicarakan pernikahan. Jika Mae boleh jujur, ia hanya menjadikan Karta pelampiasan semata. Ia masih mencintai Ed. Tepatnya lebih mencintai Ed. Namun mulut Mae terkunci. Mae ingin cinta yang pasti, ia iri dengan teman-temannya yang sudah menikah. Ed tidak pernah membicarakan pernikahan, galaulah Mae.
Ed tidak bicara apapun, ia hanya terdiam mendengar ucapan Karta. Lalu ia memandang Mae yang kini hanya meremas kaos lusuhnya.
“Ayo pergi,” Karta menarik tangan Mae. Gadis itu tidak menolak dan berjalan menjauh. Matanya panas dan ia menoleh ke belakang. Menatap Ed yang mematung tanpa ekspresi atau sekadar lambaian tangan.
***
Ed pikir ini adalah karma.  Dulu mencampakkan banyak wanita karena kebosanannya dan kini gadis yang dicintainya dengan tolol meninggalkannya dan ia merasa nyaris gila. Setelah Mae dan Karta hilang di belokan, Ed menjalankan motornya kembali ke rumah. Masuk kamar dan menguncinya.
Ia belum pernah patah hati sebelumnya, maka remuk yang ia rasakan entah sesakit apa. Ed marah karena lelaki yang merebut Mae serasa tak sepadan darinya. Ia kaget bahwa lelaki itu hanya memakai celana kusam,kaos bolong dan handuk di leher. Tapi itulah cinta. Harusnya Ed berpikir positif,bahwa Mae tidak pantas untuknya. Atau sedikit menghibur hati ia akan mendapat gadis lebih baik dari Mae.
Tapi entahlah, di pikiran Ed hanyalah Mae yang keparat mencampakannya serta merasa terinjak-injak karena selingkuhannya lebih buruk darinya. Ed merasa lelaki itu jauh dari tampan,jauh dari kaya dan terpelajar. Tapi mungkin Ed lupa, bahwa Mae adalah wanita yang ingin dinikahi atau setidaknya janji manis kapan dilamar. Ed tidak memikirkan itu, ia ingin merampungkan kuliahnya dulu tentu saja.
Ed melampiaskan kekesalannya pada kanvas-kanvas di kamarnya. Lukisan-lukisan gadis serupa Mae yang menangis,tertawa, hingga wujud setan manis serupa Mae. Tak hanya itu, Ed melukis kota yang terbakar,istana yang hancur, dan mawar-mawar hitam. Buku sketsanya pun penuh dengan sketsa Mae dan kucing-kucing kelaparan. Ia menghabiskan uang jajannya untuk melukis kamarnya dengan mural menyeramkan.
Ed lupa makan.
Ed lupa bahwa ia harus kuliah.
Ed lupa ia harus membantu kakaknya Andrew mengelola toko kainnya di hari libur.

Ed hanya makan ketika Lucia kakaknya berteriak-teriak memintanya membukakan pintu dan masuk dengan makanan. Lucia mungkin sudah bebal dengan teriakan Ed, dengan racauannya tentang Mae, dan segala tangisan tengah malamnya.
Lucia terus memarahi Ed yang meminum bergelas-gelas kopi di tengah malam. Hingga ia tak pernah menyimpan kopi di dapur lagi.
Andrew, kakak lelaki Ed jengah dengan sikap Ed. Ia benci melihat adik tersayangnya seperti itu. Ia benci melihat Ed yang seperti orang gila hanya karena patah hati. Tapi entah mengapa Andrew menjadi menyalahkan melukis atau menggambar. Ia menyalahkan kegiatan yang menjadi pelampiasan Ed pada awalnya. Padahal Ed pasti butuh pelampiasan, jika tidak Ed mungkin sudah bunuh diri.
Andrew memang membawa Ed ke psikiater, ia membiayai semuanya hingga sekarang Ed lebih baik dari dahulu. Namun ia membenci Ed yang selalu melukis. Ia jarang menemui Ed yang tinggal bersama Lucia saudara perempuannya.  Ia kecewa adik yang ia harapkan membantu bisnis keluarga malah tidak henti-hentinya melukis. Untunglah Lucia berbaik hati mengurusi Ed, membelikannya kanvas dan cat.
Ed sudah mulai membaik sekarang, meski kadang ia sudah ikhlas dengan semuanya namun dua jam kemudian kembali meracau kacau. Kamar itu sudah penuh sesak dengan lukisan Ed, Lucia tak tega membuangnya. Ed memang tak ingin bunuh diri, kadang ia percaya bahwa akan ada Mae lain yang menghampirinya.
Dan Mae? Kudengar ia berjualan daster di Klewer. Membangun rumah tangga dengan Jono. Jono? Kuberitahu sedikit karena kudengar memang sekelumit. Karta dan Mae memang menikah sebulan kemudian, memiliki seorang anak laki-laki entah siapa namanya, Karta meninggalkan Mae dua tahun kemudian demi janda kaya sebut saya Sutijah.
Dan tiga tahun selepas ditinggal Karta, Mae menikah dengan Jono dan anak Mae konon berjumlah 5 sekarang. Siapa Jono? Entahlah, peduli apa dengan Jono.


You Might Also Like

0 comments

Jangan ragu untuk berkomentar, kawan!

Popular Posts

My Instagram