#FotoBercerita

Yuk ke Lapak Buku Bekas Gladag Solo !

Maret 19, 2017

Gue udah lama sebenarnya mau buat ini, tapi selalu  mikir, ntar-ntar aja. Dan... akhirnya gue menulisnya sekarang. Judulnya adalah tempat-tempat yang akan gue rindukan kalau gue udah enggak di Solo lagi. Di mana setelah lulus gue enggak tahu gue akan ke mana dan bukan itu yang akan diperbincangkan kali ini.

Dan tempat yang paling gue sukai di Solo adalah ... Taman Buku Bekas Gladag. Ada yang menyebutnya Lapak Bekas Gladag, Lapak Bekas Alun-Alun Utara, Lapak Bekas Klewer, tapi kalau di plangnya sih, tertulis Taman Buku dan Majalah Alun-alun Kraton Surakarta.


Gue tahu tempat ini dari Pinyot dan pertama kali ke tempat ini adalah semester satu, menuju akhir tahun 2012-an. Dan semenjak itu, gue hampir tidak pernah membeli buku baru di Gramedia, kecuali Gramedia diskon 5000-an/10000-an, atau waktu-waktu tertentu ketika gue benar-benar ingin buku itu.

Lapak buku bekas gladag ini ada di gladag atau alun-alun utara. Lapaknya menghadap ke lapangan alun-alun yang sekarang jadi tempat klewer sementara. Tempat ini mudah kok untuk disambangi. Kalau gue biasa dari kampus UNS, biasanya naik BST koridor satu dan turun di halte Bank Danamon. Kalau dari arah Jl. Slamet Riyadi, misal dari St.Purwosari, bisa turun di halte depan gereja dekat patung Slamet Riyadi. Untuk ke alun-alun utara, tinggal jalan ke jalan yang menuju arah Keraton/Klewer. Jalan yang pas di sebelah PGS. Nah, dari situ belok ke kanan. Ke tempat yang banyak jual kacamata-kacamatanya. Terus... keliatan deh plangnya. Jujur, gue baru tahu kalau ada plang itu. Padahal, hampir tiap semester gue ke sana tapi gue baru tahu plang itu di tahun 2017 padahal dibuat sama anak FISIP UNS, tahun 2012.

Kalau enggak salah hitung, di sana ada sekitar sepuluhan lapak buku bekas. Enggak banyak memang, tapi lumayanlah. 
Sayangnya, waktu gue ke sana hari Minggu dan tumben banget banyak toko yang tutup. Padahal biasanya tuh semua buka. 
tokonya beberapa tutup :(
Gue dan Pinyot paling sering ke toko yang paling depan dan sebelah kiri. Yang jaga namanya Om Bambang tapi sekarang udah bukan dia lagi, tapi saudaranya yang gue belum tanya lagi namanya siapa.
toko langganan gue dan pinyot
Kalau enggak salah, bapak ini juga yang punya toko di belakang yang di cat merah muda rak-raknya, begitu menggemaskan.
Lapak bekas Gladak ini mungkin enggak seterkenal lapak buku bekas di belakang stadion Sriwedari. Tapi, buat gue dan Pinyot, kita lebih suka di sini. Mungkin karena di sini tuh, lebih banyak buku fiksi yang dijual dan juga majalah-majalah. Gue kan biasanya beli novel atau buku anak-anak. Ada sih beberapa buku non fiksi, tetapi kebanyakan mereka memang jual novel, komik, dan majalah. Ada juga yang jual kaset jadul kayak di tokonya Om Bambang. 
siap diacak-acak

kata bapaknya itu kertas cerutu 
Bahkan kemarin, ada bapak-bapak yang nunjukin gambaran mainan anak SD zaman dulu dan kertas cerutu. Mungkin kalau dijual lumayan mahal. Selain itu, di sini gue merasa lebih bebas untuk ‘ngacak-ngacak’ waktu nyari buku daripada di belakang sriwedari, mungkin karena tempatnya memang membuka akses seluasnya untuk masuk. Atau mungkin juga karena gue jarang ke belakang Sriwedari, jadi ngerasa canggung dan di situ juga lebih banyak buku sekolah dan pelajaran. Jadi, kalau lu mau nyari fiksi, mending ke gladag tapi kalau mau nonfiksi silakan ke lapak belakang sriwedari.

Nah, soal harga, menurut gue sih, ya... lumayan untuk kantong mahasiswa yang pengin punya buku asli dengan harga murah. Ada beberapa pedagang yang menjual buku bajakan meski cuma satu-dua tumpuk. Biasanya yang dibajak adalah buku-buku best seller. Ciri buku bajakan adalah biasanya dia berplastik, terus dalamnya kertas buram gitu dan mereka menjual dengan harga murah. Tapi enggak disarankan ya, udah gitu gue pernah nyoba beli sekali dan sekali baca, bukunya rusak karena lepas semua gitu. Jadi mending beli yang asli-asli aja.
ini sih buku asli

Komik-komik biasanya dijual 2500-5000, tergantung tebal. Iya, di sini tuh mereka lebih sering melihat tebal buku daripada judul buku. Untuk novel, yang tipis ada yang 5000 sih, tapi kebanyakan 10.000-15.000, tetapi kalau dia udah tebal gitu, bisa di atasnya. Misalnya nih, dulu gue membeli novel-novel metropop dan Gagasmedia, dengan kondisi licin-licin, kalau enggak salah 100 ribu, gue dapat 8 atau 9 gitu. Waktu itu kayaknya gue beli Marriageable, Antalogi Rasa dsb. Kalau buku anak-anak, mulai dari 3000an sampai 20-an. Ah, ya, gue pernah beli Psikologi Abnormalnya Nevid, cuma 15k. Jadi, buat gue sih, tempat ini surga deh.
entah berapa usianya buku ini
Tadi gue enggak beli banyak buku karena masih ada beberapa hasil berburu cuci gudang gramed di Jogja yang belum dibaca.  Udah gitu, sekarang ada iJak, jadi cukuplah membantu gue dalam membaca murah tapi enggak baca bajakan. Gue cuma beli dua buku titipan teman gue dan dua buku yang gue beli random. Teman gue nitip Harry Potter ke-7, ada empat sih, gue pengin juga biarpun udah baca, tapi mungkin lain kali. HP7-nya masih sangat mulus meski sudah menguning dan itu hard-cover, dihargai 50k. Terus bukunya Stephen King, yang Lisey’s Story, 25k, masih mulus juga. Terus gue iseng beli bukunya Karla M. Nashar dan Tia Widiana yang Mahogany Hill, katanya sih bagus, dua buku itu masing-masing 15k. Kalau beli banyak, boleh kok nawar. Di sini ada juga buku-buku tua dengan bahasa yang enggak gue ngerti atau bahasa belanda/jerman, misalnya. Tapi, gue lupa untuk memotretnya.
yang gue beli kemarin
Di depan lapak bekas ini juga ada tempat benerin sepatu dan jual sepatu bekas. 



Oiya, lapak ini buka dari pagi. Jadi kalau kalian datang jam 9, kebanyakan udah mulai buka. Terus untuk tutup biasanya sih sorean gitu.
Sekian, semoga ocehan gue kali ini ada manfaatnya.


See you!

#JustWrite

lariku

Maret 17, 2017

aku tidak mau dikejar-kejar, aku tidak mau berlari kencang hanya karena dikejar kecemasan dan pertanyaan menyoal kehidupan. Aku mau mengatur langkahku atas keinginanku sendiri, dengan kecepatan yang kuatur sendiri. Ke mana aku mau melangkah, biar aku yang tentukan. Tetapi, ingatkan aku, kalau aku mendadak diam dan lupa caranya berjalan dan berlari, atau menginginkan segalanya berhenti.

#JustWrite

Selamat untuk Mika

Maret 11, 2017

Mika. She's not a human, but a cat. 
Mika adalah seekor kucing perempuan yang hidupnya tidak semulus pipi Kaka Raisa. Mika adalah potret bahwa menjadi seekor ibu kucing itu tak semudah yang manusia pikirkan. Kawin dengan membuat keributan di malam hari, hamil, melahirkan, pindah-pindah, anak besar, dan hamil lagi. Kehidupan Mika tidak begitu. Mika terlalu menyedihkan jika ia adalah manusia. Melihat Mika, membuat saya bersyukur menjadi manusia.

Singkatnya, 9 Maret lalu Mika melahirkan dengan normal. Empat ekor bayi kucing yang sehat dan lucu. Mika pasti senang, kesenangan yang teramat dalam. Ini merupakan kehamilan ketiga Mika.
Kehamilan pertama, Mika melahirkan bayi-bayi prematur. Beberapa meninggal begitu lahir, dan tersisa dua ekor. Sayang, bayi-bayi prematur itu belum kuat menjalani kerasnya dunia, mereka meninggal dunia.
Mika kembali hamil, dan ia keguguran. Janin-janin yang ia lahirkan masih terbungkus plasenta dan sudah tidak bernyawa ketika ia mengeong dan memberitahukan seisi rumah bahwa ia baru saja melahirkan. Beberapa bayi kucing yang terancam lucu itu meninggal. Mika mungkin sedih, dan itu mungkin menganggu jiwanya. Beberapa kali Mika bisa mendadak marah tanpa sebab. Ia berjinjit dan bulu-bulunya berdiri. Siapapun yang pernah mengandung dan punya hati, pastilah sedih jika yang dikandungnya pergi begitu cepat. Beberapa hari pasca keguguran itu, Ibu Tomitom meninggal. Mika pun menjadi ibu asuh untuk Kokomi, anak Ibu Tomitom yang masih hidup. Sebab saudara Kokomi, Totomi dan Timmy, meninggal karena sakit. Mika yang menyusui Kokomi, dan memandikannya tiap hari.

Mika sudah melahirkan anak kemarin. Sehat dan lucu. Selamat Mika, semoga kali ini, mereka bisa bertahan di kerasnya dunia, mereka bisa tumbuh besar dan membahagiakanku. Dan saat aku pulang, aku bisa bertemu tiap anakmu. 

#JustWrite

In the middle of the night

Maret 06, 2017

In the middle of the night, you hear a happy song, you should doing your task ASAP, but you just keep silent and feel gloomy, and when you ask to yourself why, you didnt know de answer.

#JustWrite

Racauan di Kereta

Maret 06, 2017

Beberapa orang akan menjadi melankolis saat berpergian, beberapa menjadi filosofis, puitis, atau berpikir lebih keras. Mungkin benar, duduk diam di kereta, di bus, ketika buku sudah habis dibaca dan baterai ponsel meregang hingga perlu diisi tenaga, mencipta waktu untuk otak bekerja dan lebih peka.

Sebenarnya, saya mau ngoceh hal lain. Saya mau mengoceh tentang nenek-nenek. Nenek-nenek saya artikan sebagai mbah-mbah, lansia, berusia di atas 70 tahun di mana keriput sudah menjalar di sekujur tubuhnya. 

Saya suka sedih kalau melihat nenek-nenek. Entah nenek-nenek itu dari golongan papa atau kaya raya. Melihat mata mereka, kadang membuat hati saya diremas. Entah.
Saya melihat ada kesedihan di mata nenek-nenek. Atau, sebenarnya saya sedang mengasihani atau bersedih karena diri saya sendiri. Menjadi nenek-nenek adalah masa depan semua bayi perempuan yang berumur panjang, terlepas ia menikah atau tidak, beranak pinak atau tidak, dan bercucu atau tidak.
Melihat nenek-nenek seperti melihat masa depan saya(kalau-kalau Tuhan memberi usia sampai 70-an lebih). Dan masa depan macam itu, bukan yang saya inginkan. Terlepas dari fisik yang berubah seiring lamanya menjadi nenek-nenek, dan kenyataan beragam kemunduran fungsi, saya nggak pengin jadi nenek-nenek. Mungkin itu alasan saya sedih melihat nenek-nenek,  mereka menjalani kehidupan yang panjang, dan dari pandangan saya, itu tidak begitu menyenangkan. Walaupun, mungkin kehidupan semua nenek-nenek yang pernah saya lihat lebih bahagia dari saya.

Saya tidak tahu, apa yang ada di pikiran para nenek-nenek. Mungkin sebagian dari mereka merasa senang, sebagian lagi lebih mengingat Tuhan karena percaya tidak akan hidup selamanya, mungkin juga sedih karena semakin tua semakin sedikit usia, dan kenyataan akan meninggalkan keluarga.

Di seberang saya duduk, ada nenek-nenek, berbaju hijau dengan jaket sewarna hijau telur asin, turquoise. Matanya sayu, kami beberapa kali bersitatap, dan tanda tanya seakan tergambar di matanya. Dan kegelisahan yang begitu terasa. Kereta membangun melankolis saya yang pernah sirna. heuheu


KA Krakatau, 24 Januari 2017
3:03 PM
(Sebuah draft tulisan di blog yang baru diposting satu bulan lebih kemudian >.<)

Popular Posts

My Instagram