#JustWrite

untukmu yang sedang berduka,

Desember 27, 2018

untukmu yang sedang berduka,
Awan selalu kelabu, seiring hatimu yang tak secerah dulu. Ombak yang menggulung, menghempas, merampas, dan melibas habis apa yang ada. Beberapa kembali pada-Nya, beberapa menginap di bangsal rumah sakit dan yang tersisa kehilangan sanak saudara. Apa-apa yang hancur dan tak bersisa seperti mengisyaratkan bahwa kita memanglah tak punya apa-apa. Kita terlalu miskin untuk sekadar jemawa.
Hari ini hujan, deras. Seperti air mata yang tak henti merebas. Sepanjang tahun kita berduka, bahkan ketika kalender anyar baru saja dibuka. Alam memang sudah renta, dan kita terlalu banyak meminta. Padahal kita tak banyak memberi apa-apa.
Kalau hujan nanti berhenti, jangan terlalu berharap ada pelangi. Hidup sudah terlalu pahit untuk terus berkhayal terlalu tinggi. Hitam kita mungkin tak hilang begitu saja, sebab luka selalu butuh waktu, dan yang instan tak selalu bermutu.
Kita berduka, kita kelabu, kita membiru, tapi kita masih punya waktu. Setidaknya untuk minum susu.

27.12.18
Untuk Kalianda, Indonesia, dan semua yang berduka.

#JustWrite

Menumpuk Kesedihan

Desember 12, 2018

Semua yang ditumpuk berkemungkinan untuk menjadi buruk. Seperti baju kotor, piring kotor, atau pun kesedihan dan kecemasan. 

#JustWrite

Ocehan Tentang Novel 24

Desember 11, 2018

Foto dari MillyKitty Petstore
19 November lalu, novel kedua yang selesai kutulis—tulisan pertamaku yang selesai berjudul Odrei dan kumemutuskan untuk menyimpannya sendiri—akhirnya diterbitkan. Judulnya '24'.  Hari ini, kumemutuskan untuk berbicara sendiri tentang novel itu. Sebab sepertinya, terasa tak lengkap jika aku tidak mengoceh sendiri tentang buku pertamaku yang akhirnya diterbitkan.

Kenapa berjudul 24?

Sampai sekarang, aku masih belum bisa membuat judul dengan baik. Awalnya, 24 berjudul Biru dan Surat-suratnya, tetapi kemudian kuberpikir itu macam Biru punya banyak surat cinta yang dia simpan untuk calon-calon gebetannya. Kusempat berpikir memberi judul Langit Tanpa Biru. Namun, entah mengapa berakhir memberinya judul '24'. 24 sendiri adalah jumlah surat-surat yang Bi tuliskan sebelum ia meninggal. 24 juga umur Biru saat ia pergi meninggalkan dunia ini. Jadi, begitulah. 

Tentang apa 24 ini?

Katanya, ditinggalkan tanpa pamit adalah kehilangan yang paling sakit. Karena itu Ngit, jika pergiku tiba-tiba, bisakah kamu mengirimkan surat-suratku pada mereka? Aku minta tolong padamu untuk memberikan surat-surat itu kalau aku benar-benar pergi lebih dulu. (Potongan surat Biru kepada Langit)
Semua yang yang datang tiba-tiba memang selalu membuat manusia terkesima, apalagi kabar duka. Sebuah telepon di 17 Maret 2015 sore begitu mengagetkan Langit. Hati lelaki itu terpukul mendengar kabar Biru—kembarannya—ditemukan tidak bernyawa di dalam mobil yang terparkir di pinggir jalan raya. Sebulan setelah peristiwa duka tersebut, Langit menemukan peti berwarna hijau mint di bawah tempat tidur Biru. Peti berisikan 24 amplop surat, termasuk untuk dirinya. Surat untuknya berisikan salam perpisahan dan permintaan Biru untuk mengirimkan 23 surat lainnya. Di dalam hati, lelaki itu bertekad menjalankan permintaan terakhir kembarannya, berharap menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan besar yang tercetak jelas di otaknya.Mengapa Biru menulis surat-surat ini? Kepada siapa saja surat-surat ini dikirimkan? Adakah hubungan antara surat-surat ini dengan penyebab kematian Biru?


 Begitu Blurb-nya. 24 berkisah tentang Biru yang meninggal tiba-tiba. Nah, sebulan kemudian, kembarannya menemukan sepeti surat yang Bi tuliskan. Padahal, Bi ini paling benci menulis. Ini tentu saja bikin Langit penasaran. Kenapa anak ini nulis surat, isinya apa, untuk siapa, kenapa nulis surat dan lain sebagainya. Tentu jawabannya akan ditemukan kalau kamu membacanya haghag.

 Dari mana idenya?

   Awalnya, aku ingin menulis cerita tentang anak dengan ADHD, idenya sendiri kudapatkan saat sedang di kelas mata kuliah ADHD. Lalu, waktu itu aku sedang menggandrungi baca-baca soal OCD. Akhirnya, kumemutuskan untuk membuat cerita dua anak kembar, laki-laki dan perempuan. Anak perempuan itu ADHD dan si laki-laki OCD. Kupun pernah membaca bahwa bagian yang 'berbeda' pada anak ADHD dan OCD berada di tempat yang sama—sepertinya di limbik dan aku lupa >.<
Dan ya, kumenulis kisah mereka kecil. Beberapa bagian, yang akhirnya pernah kuposkan di sini (cerita-cerita dengan judul Kelas 4 dan Kelas 3) dan di sini (berjudul 6 yang tak tahu kapan selesai). Seminggu setelah aku menulis dua bab sepanjang 10k itu, aku membuka Pinterest dan tiba-tiba mendapatkan ide tentang menulis surat sebelum mati. Waktu itu tengah malam,kusudah mematikan lampu kamar, dan takbisa tidur sampai cerita awal-akhir selesai di kepala. Kuberpikir, seseorang harus menemukan surat itu dan dengan ikhlas mengirimkannya. Lalu kuberpikir soal saudara kembar, dan entahlah bagaimana akhirnya kumemutuskan anak perempuan ADHD dan anak lelaki OCD ini jadi tokoh di cerita surat-surat ini.  
Ternyata... kumenemukan posting saat mereka baru-akan-ditulis. Bisa baca di sini

Proses Penulisan

Kukadang merasa kalau kupenulis yang lamban, tapi kumenulis buku anak untuk tesisku selama sehari. Sebabnya, kumudah terdistraksi. FYI, sekarang kusedang menulis novel yang kumulai 1 Desember dan ingin kuakhiri sebelum Natal—keinginan yang seperti tidak tahu diri karena sudah tanggal 11 dan baru 4 bab. Namun, bukannya menulis, kumalah membuka blog dan mengoceh di sini. Padahal, kalau sedang fokus, kubisa menulis beberapa ribu kata sehari—yang sayangnya jarang sekali.
Baik, 24 kutulis pada Maret 2015. Baik cerita anak maupun memulai saat mereka dewasa. Namun, kuhentikan di bab 13 karena kuakan KKN. Selain itu, aku merasa lelah. Ya, wajar sih. Aku agak gila waktu itu. Berniat membuat 24 surat dengan 24 sudut pandang. Membuat 'suara' yang otentik untuk tiap orang itu sulit—dan kuberharap suatu hari bisa menulis dengan banyak sudut pandang cukup banyak.
Sejak kuhentikan karena mau KKN,  aku tidak menulisnya lagi, termasuk ketika kumencoba memposting bab-bab awal 24 di GWP—yang kemudian kuhapus —dan kupindahkan ke Wattpad dan Storial.
 Kumenemukan bahwa penulis pemula macamku tausah bunuh diri dengan menulis 24 pov dulu. Akhirnya, 24 kutulis ulang Juli/Juli 2016 dan kuakhiri 18 November 2016. Sempat kuperam dan tinggalkan sebelum kumengeditnya sendiri.
Juni/Juli 2017, kumengirimkan 24 ke Elex Media. Awalnya, aku sudah hopeless karena tidak kunjung mendapatkan jawaban. Tidak menyangka, 21 Desember 2017, Kak Afri mengirimkan email berisi 24 akan diterbitkan. Kudiminta self-edit sebelum akhirnya sekitar bulan Juli/Agustus, 24 mulai diedit dan akhirnya bisa terbit di bulan November.

kover 24

Harga: Rp58.800 Terbit: Senin, 19 November 2018 Halaman: 232

Doodle-doodle di kover 24 digambar oleh teman dekatku, sebut saja Pinyot a.k.a Opie Meilana (IG: opiedesu). Doodle itu ia gambar dalam waktu sehari. Ada peti, lembaran surat, alat tulis, kamera, hal-hal yang erat kaitannya dengan Biru. Warna mint green pun dipilih sebab itu sewarna dengan peti milik Biru. Kuharap kalian menyukai kover ini.

Apa yang mau disampaikan?

Ikhlas. Kadang, aku sulit untuk mengikhlaskan sesuatu. Menerima sesuatu yang kutaksuka, misalnya. Dan kupikir, itu salah satu hal yang ingin kusampaikan di sini. Yang lain-lain, mungkin bisa langsung dibaca saja---maafkan kemalasanku ini. Kuharap siapa pun yang membaca, bisa merasa ikhlas, terhibur, dan tidak merasa merugi sudah menghabiskan waktu untuk membacanya. >.<

Mengapa  kumemakai 'Ode' dan 'Ome' alih-alih mama papa, ibu ayah, dkk?

    Beberapa orang pernah bertanya demikian dan sebenarnya, iseng sadja. Kalau kumemakai ‘mama’ atau ‘papa’, ditakutkan aku jadi curhat atau malah memikirkan kedua orangtuaku yang bisa jadi cerita ini berubah entah menjadi apa. Ode dan Ome pun bukan bahasa manapun—sepengetahuanku sih. Jadi, Ode adalah ayah, di mana ‘d’ untuk daddy. Begitu pula Ome, di mana ‘m’ adalah Mommy. Aku tahu ini sedikit atau banyak memaksa.

 Omong-omong, 24 pernah masuk cerita pilihan mingguan di Storial.co pada Agustus 2016 dan masuk Daftar Cerita Istimewa di Wattpad. Mungkin kuharus sedikit senang dengan itu, meskipun sesungguhnya, kubukan penulis yang dikenal di platform mana pun haghag. 
Pada akhirnya, kuingin berterima kasih untuk semua. Untuk orangtuaku, keluargaku,  Kak Afri (editorku), teman-temanku yang kukenal di platform menulis itu, juga teman-temanku semasa sekolah dan kuliah. Tak lupa guru dan dosen selama kusekolah. Juga mereka yang pernah membaca 24 ketika kutaruh di platform menulis, juga para pembaca 24 dan para calon pembaca. Terima kasih banyak.
Jikalau ada pertanyaan, kritik, saran, kesan, dan semua yang berkaitan dengan novel ‘24’, jangan sungkan untuk menghubungiku di Twitter dan IG @ossyfirstan atau email ke halopluto@yahoo.com. Sekian, dan yuk #Jemput24 ^^


#JustWrite

Sekadar mengingatkan (Puisi)

Desember 08, 2018


yang sekadar semestinya hanyalah cuma-cuma
yang sekadar seharusnya seperlunya saja
di mana sekadar berarti seadanya
dan sekadar mengingatkan tak begitu bermakna
namanya saja sekadar saja
'sekadar mengingatkan'  tak begitu perlu untuk diingat
sebab yang sekadar tak seharusnya dicamkan kuat-kuat
dan kepada kaum 'sekadar mengingatkan', terkadang, diammu lebih bermakna daripada petuah mengingatkan yang hanya sekadar 
8.12.2018


#JustWrite

Hari Di mana Saya Bunuh Diri [Cerpen]

November 19, 2018


Inilah hari itu. Hari yang saya nantikan sejak semua yang saya lihat hanyalah samar dan buram. Hari di mana saya akan pergi dan tidak akan pernah kembali. Hari di mana saya akan ditemukan seseorang, diumumkan lewat pengeras suara masjid, dan gerombolan orang berbondong-bondong memasuki rumah saya. Mungkin, mereka akan berkata,’Sabar, ya!’ kepada kakak sayasatu-satunya manusia yang memiliki hubungan pertalian darah dengan saya. Tuhan sudah mengambil Ibu saya ketika saya dilahirkan. Adanya saya, ternyata petaka bagi Ibu saya, seakan pertanda kalau kehadiran saya memang bertujuan merusak segalanya.
Bapak saya pun tak lebih dari seorang tukang becak yang saya anggap sudah mati. Ia dihukum puluhan tahun penjara untuk hal yang saya tidak benar-benar mengerti. Mungkin becaknya membawa sekilo ganja. Bisa jadi ia membawa penumpang seorang ibu dan bayi hasil curian. Bisa juga, ia bertengkar dengan sesama tukang becak dan salah satunya meninggal di tangan Bapak. Saya tidak tahu mana yang benar, mungkin saja ada sebab-sebab lain. Yang mana semua itu tidak lagi menjadi penting ketika saya di sini bermaksud membicarakan tentang hari ini.
Mengenai hidup, saya selalu bingung sendiri. Saya nggak pernah meminta Tuhan untuk menghidupkan saya. Kepada Tuhan, mohon koreksi kalau-kalau ternyata pada zaman dahulu kala, saya adalah seekor sperma yang menjerit-jerit minta bertemu sel telur. Tapi benar, seingat saya, saya nggak pernah kok bilang, Tuhan, saya mau hidup dong. Kalau tahu adanya saya membuat Ibu saya tiada, mungkin Ibu saya akan menyuruh sel telurnya luruh sebelum waktunya. Atau, Ibu saya jangan-jangan sedang bersuka cita saat malaikat maut menjemputnya? Punya anak yang bentuknya tidak menarik macam saya mungkin akan membuatnya sengsara. Tapi, soal hidup, saya memang tidak mengerti.
Saya tidak mengerti mengapa saya ada. Tidak mengerti mengapa saya harus ada, juga tidak mengerti saya ada untuk apa. Bisa jadi saya diciptakan agar orang-orang kaya raya, mapan, pintar, cantik, molek, dan hidup nyaman jadi sedikit bersyukur. Orang-orang berwajah rupawan akan berkaca di ponselnya begitu melihat saya, lalu dalam hati mereka berkata, “Oh, gue lebih baik dari dia.”. Orang-orang kaya raya pun akan mensyukuri jejeran mobil yang ia miliki begitu mendapati saya yang hanyalah pejalan kaki. Juga mereka yang berotak cerdas, yang semula ingin menangis karena ulangan matematikanya mendapat delapan, akan tersenyum begitu melihat angka tiga di kertas saya.
Jika tujuan itu memang ada, mungkin saya diciptakan untuk membuat orang bersyukur dan sedikit takabur.
Seperti yang sudah saya katakan, bahwa ini hari yang saya nantikan, maka saya mandi dengan bersih. Saya habiskan seperlima sabun dari botolnya. Saya cuci rambut saya dengan dua sanchet sampo yang katanya wanginya tidak akan hilang sampai tujuh hari. Dengan artian, saat sudah dikuburkan selama tujuh hari, rambut saya tetap wangi. Saya juga sudah mengenakan baju terbaik saya, kemeja putih dengan gambar pohon kelapa. Juga saya kenakan celana pendek selutut warna hitam. Satu-satunya celana yang belum pernah dijahit ulang karena robek. Saya akan segera pergi, ke tempat di mana saya bisa mendapatkan segala kebutuhan yang bisa digunakan untuk mengakhiri apa yang tidak pernah saya minta untuk dimulai.
***
Tempat yang saya kunjungi adalah sebuah swalayan. Jaraknya entah berapa kilometer dari kontrakan saya. Untuk sampai ke sana, saya harus merogoh kocek empat ribu rupiah dengan angkutan kota warna kuning.  Kemudian, saya berjalan beberapa puluh langkah sebelum menitipkan ransel hitam yang sedikit sobek di ujungnya. Ransel itu kosong, tetapi akan saya isi begitu saya selesai membeli beberapa barang.
Pertama, saya menuju lemari minuman dingin. Saya mengambil sebotol yogurt yang hanya bisa saya minum sebulan sekali.  Sobat miskin seperti seperti saya manalah mampu meminum dua botol yogurt tiap hari. Sebulan sekali saja sudah suatu keberkahan. Pun, kakak saya sering menertawakan tiap saya meminum susu fermentasi itu lamat-lamat. Katanya, saya tidak pantas meminum minuman semacam itu. Namun, saya ingin minuman inilah yang ada di lambung saya sebelum saya tiada.
Lalu, saya berjalan ke rak berisi aneka obat-obatan pengusir serangga. Ada obat nyamuk cair, kamper, lotion anti nyamuk, kapur pengusir serangga, dan entah apa lagi. Manusia sering merasa terganggu dengan kehadiran serangga yang sebenarnya tak punya niat untuk mengganggu mereka. Saya kira, kecoa tidak pernah berniat mencuri gorengan manusia, ia hanya belum mengerti soal sistem kepemilikan. Sama halnya dengan nyamuk, manalah tahu ia kalau suara dengingannya bikin emosi. Nyamuk dititahkan Tuhan untuk menyedot darah manusia, lalu manusia marah jika mereka digigit nyamuk. Mengapa manusia tidak menyalahkan Tuhan saja? Oh, tentu saja karena pencipta surga dan neraka adalah Tuhan dan bukan nyamuk.
Untuk mengakhiri nyawa kali initerdengar seperti koki yang berkata ‘untuk masakan hari ini’, tidak?saya akan menggunakan obat nyamuk kertas. Obat nyamuk itu seharga seribu enam ratus rupiah per sachet. Di dalam satu sachet itu, ada sepuluh lembar kertas yang bisa dibakar dan mengeluarkan asap pengusir nyamuk.  Dengan inilah napas saya akan menyesak dan malaikat memanggil saya untuk menghadap Tuhan. Itu pun kalau Tuhan masih sudi bertemu dengan saya.
Ngomong-ngomong, alasan saya untuk mengakhiri hidup ini adalah karena saya sudah tidak punya alasan untuk melanjutkan hidup. Maksudnya, tidak ada satu hal pun yang tampak menarik untuk menjadi alasan bertahan. Masa depan sudah jelas begitu suram, keluarga tak ada, merah muda dan cinta adalah bedebah, dan bosan. Oh, capek. Menjalani hal yang tidak kamu inginkan begitu melelahkan. Jadi bisa dibilang, saya bosan dan capek untuk hidup.
Baik, soal asap obat yang dapat membunuh itu, sebenarnya saya dapatkan dari koran. Setelah menimbang-nimbang dengan cara apakah saya akan meninggalkan dunia ini, saya pun memilih obat nyamuk. Menggantung diri saya dengan tali tambang terdengar begitu mainstream. Seorang Pemuda Tewas Gantung Diri di Tiang Jemuran, judul macam ini sudah terlalu sering. Meminum cairan obat nyamuk? Saya kira itu agak menyakitkan karena matinya agak lama, belum lagi kalau ketahuan. Maaf, mengapa saya malah membahas cara-cara bunuh diri. Saya kan tidak mau mengajak-ajak orang untuk bunuh diri.
Koran yang saya baca sebulan lalu berjudul Satu Keluarga Tewas Akibat Obat Nyamuk. Ceritanya begini, mereka adalah satu keluarga yang sedang berjalan-jalan. Kemudian, mereka berhenti di halaman masjid untuk istirahat. Sebab banyak nyamuk, sang ibu membakar satu sachet obat nyamuk kertas. Bodohnya, sang ayah menutup rapat pintu dan jendela. Mereka pun tertidur hingga tidak sadar tertidur untuk selamanya. Sebenarnya, saya tidak tahu juga sih, apakah mereka ini berniat bunuh diri atau tidak. Orangtua sekarang kan banyak yang tidak waras. Misal, anak diajak melempar bom dengan iming-iming surga.  Saya rasa, apa yang saya ucapkan barusan tidak begitu penting.
Jadi, saya memiliki uang 60.000 rupiah. 5000 rupiah akan saya gunakan untuk membayar angkot, 9000 untuk membayar yogurt. Dengan demikian, 60.000 dikurang 5.000 dan dikurang lagi 9.000 sama dengan .... Baiknya saya tambahkan dulu lima dan sembilan, lalu saya buang nol-nol itu agar mudah dihitung. 5+9 =14. Jadi 60.000 dikurang 14.000 sama dengan 49.000.
Dengan uang 49.000, berapa sachet obat nyamuk yanseharga g bisa saya beli jika satu sachet 1.600? Ah, ya saya tidak perlu membeli korek api karena saya sudah punya dua kotak di tas dan beberapa lagi di kamar kontrakan. Empat sembilan dibagi enam belas terdengar rumit.  Mungkin saya tidak perlu menghabiskan uang saya. Sisanya bisa menjadi warisan saya untuk kakak saya. Jadi saya putuskan membeli 22 bungkus sebagaimana umur saya hari ini. Hari ini saya berulang tahun yang ke-22. Saya ingin orang yang menuliskan nisan saya nantinya sedikit terkejut karena tanggal lahir dan mati saya sama, hanya berbeda tahun saja.
Jadilah, saya berjalan ke kasir dengan 22 sachet obat nyamuk dan sebotol yogurt.
“Dua puluh dua, ya,” sahut kasir. Saya mengangguk, ia kemudian memencet angka dua sebanyak dua kali. Lalu muncullah angka 35.200 di layar
“Empat puluh empat ribu dua ratus rupiah,” sahut si kasir. Padahal, saya baru akan menghitung sendiri. Saya merogoh kantong, memberikan dua lembar uang dua puluh ribuan dan selembar uang sepuluh ribuan.
Lalu saya mengambil ransel hitam saya, memasukkan belanjaan ke sana. Saya teguk seperempat bagian yogort dingin itu. Segar. Langkah saya terasa begitu ringan, saya sudah tidak sabar bertemu Tuhan. Kaki saya terus melangkah, tinggal sedikit lagi saya menyeberang dan saya bisa menanti angkot menuju kontakan.
Saya membayangkan Ibu saya memanggil saya, memeluk dengan erat, dan ....
***

Dan rupanya Tuhan lebih tidak sabar untuk menjemput saya. Sebuah mobil sedan menabrak tubuh saya. Saya sedang membayangkan bertemu Ibu ketika tiba-tiba sesuatu yang teramat sakit saya rasakan. Lalu berganti rasa sakit lain yang membuat saya melihat orang-orang mengerubungi saya. Motor-motor seketika berhenti, dan si pengemudi sedan terlihat menarik-narik rambutnya frustrasi.
Ransel saya terlempar jauh, saya gagal membuat judul ‘Seorang Tewas Bunuh Diri dengan Obat Nyamuk’ di koran esok hari. Saya belum sempat menulis surat perpisahan untuk kakak saya yang sekarang menjadi benar-benar sendirian. Jikalau seseorang berbaik hati mengembalikan ransel yang terlempar itu kepadanya, tentu ia bingung mengapa ada 22 sachet obat nyamuk di sana.
Rupa-rupanya, saya memang hanya bisa berencana.

19 Nov. 2018

#JustWrite

suatu waktu, kamu akan rindu [racauan]

Oktober 18, 2018

suatu waktu kamu akan rindu,
pada BST, yang lama tiba ketika ditunggu;
pada bus kampus "Bumblebee" ---yang sering bikin kesal tapi tak pernah kaubenci;
pada Luwes dan todobuy tiap bulan;
pada Lapak Buku Bekas Alun-alun Utara dan kegiatan tawar-menawar;
pada toko kain kiloan Klewer;
pada kain-kain lucu BTC---yang ingin semuanya kaubeli, tapi tak pernah terjadi;
pada jalan-jalan asing yang kaususuri sendiri---sebab sebagai pejalan kaki, begitulah caramu lari dan menikmati waktu sendiri;
pada jalanan kampus dan guguran angsananya;
pada penyet bandungan dan penyet bapak kostmu;
Pada perpustakaan, ruang-ruang kelas, bahkan lobi kampusmu---juga kenyataan bahwa beberapa tahun lalu kausering tidur di lobi kampusmu;
pada sekolah-sekolah tempatmu belajar dan meneliti, juga beragam anak-anak yang memanggilmu 'Mbak Guru' beberapa tahun lalu;
pada geprek-geprek dan bakso bakar;
pada soto Bu Meto;
pada gang kostmu;
pada fotokopi Damai;
pada toko-toko kecil di dekat kostmu;
pada dinding kost hitam yang menemanimu menulis sebagian yang pernah kautulis;
pada satu-dua teman dekatmu---karena kau memang tak punya lebih dari itu;
Juga pada lampion tiap imlek akan tiba;
pada teriknya yang kaubenci setengah mati;
dan pada apa-apa yang saat ini terlupa dan mungkin akan kauingat beberapa waktu lagi---ketika kau masih bernyawa tentu saja.
Sekarang, kaumungkin biasa saja. Sebab kutahu, kau begitu ingin pergi dan tak mau kembali lagi. Namun, tiada yang tahu. 
Karena kuyakin, suatu waktu, kamu pasti rindu.
Surakarta, 16.08.18

#JustWrite

Goodbye Bankimon, See you on the Moon

Agustus 06, 2018

Siang tadi, kumasih mengedit sesuatu sambil menyumpal telinga. Bila-nya Ardhito lagi mengalun waktu whatsapp dari mama masuk. Kimon meninggal. Iya, Bankimon yang lucu, kembaran Gin-gi. Bankimon yang kata mama mirip dengan Jerry, kucing mix-dome yang meninggal Agustus tahun lalu waktu seumur Kimon. Nggak tahu, kenapa Kimon pun bernasib serupa.
Kimon bayi
Sama kayak Gin-Gi, Bankimon (dan seterusnya kita panggil Kimon) lahir 23 Maret 2018. Dia berbadan paling besar, berbulu paling tebal, dan berbuntut paling panjang. Sejak bayi ia selalu mencuri perhatian karena nggak pelit, ngalahan, nggak manja, lucu, dan ceria. Kimon pernah nangis karena hidungnya berdarah, digalakan ibu kucing kampung di rumah. Kimon yang suka tidur ngelungker. Kimon yang gendut. Kimon yang suka meluk boneka Owl dari bayi sampai besar, boneka itu bahkan dibawa pulang.


Kimon waktu masih di kostku
Kimon memang lesu sejak kemarin, tetapi masih mau makan. Sayang, ia tak berumur panjang, hanya 4 bulan. Kutidak tahu, rasanya kosong. Kusudah akan pulang dan keduanya meninggalkanku begitu saja. Karena jujur saja, Kimon dan Gin-Gi adalah yang paling kusayang dari lima anak Olin lainnya. Mungkin karena mereka menggemaskan dan nggak pernah bikin ulah.
Kimon 3 Bulan
Padahal aku sudah membayangkan Kimon akan menjadi kucing berbadan besar tetapi berbulu tidak setebal persia (karena Ayah Kimon kucing domestik tetapi ibunya persia). Kucing lucu, manja, kucing rumahan yang menyambutku waktu besok pulang. 
Kimon 2 Bulan
Padahal, aku masih ingin bermain berguling-guling denganmu. Kimon suka mainan tutup botol yang dijadiin bola. Kimon yang suka mainan plastik dan pelit kalau udah nemu plastik.  Kimon yang menggigit dua headsetku sampai tinggal bagian kiri aja yang bisa dipakai. Kimon yang main dengan semua kucing dan sekarang, semua kucing di rumah mengeong mondar-mandir nyariin Kimon.

Kimon, i really hate to face the truth, that you're gone. I love you so much. You're so kind and calm, sweet and cheerful at the same time. Semua orang sedih waktu tahu kamu  meninggal, Kimon.
It's kinda hard to say, but goodbye Kimon, meet the God and tell him that someday, I'll meet you and Gin-Gi too.
Kimon 2 bulan.
Sekarang, tidurlah yang lelap Kimon. Bermainlah bersama Gin-Gi di surga. 
Goodbye Bankimon, See you on the Moon.


Surakarta, 6.8.18

#FotoBercerita

Goodbye Gin-Gi, Goodbye my Gingerboy

Agustus 06, 2018


Namanya Gin-Gi, lahir 23 Maret 2018 di kostku. Gin-gi adalah anak Olin (persia bulu pendek) bersama kucing jantan domestik di rumah Pinyot. Waktu ia lahir dan berwarna oranye, kuingin memberinya nama yang ada ginger-gingernya. Maka kuberilah ia nama Gin-gi (dibaca: Jinji) tapi mamaku mengira Gin-Gi dibaca Gigin atau gingi. 



Sejak lahir, Gin-gi selalu mencuri perhatian. Ia aktif, minum susu paling kuat, cengeng, dan yang paling terakhir memulai makan ketika saudara yang lain sudah memulai memakan makanan pertama mereka.
Gin-Gi and Kimon
Gin-gi yang lucu, Gin-Gi yang selalu cengeng dan mudah nangis. Gin-Gi yang pernah membuatku tidak tidur karena jam 12 malam ia mengeong keras dan melotot padahal tidak ada apa-apa. Malam itu Gin-gi seperti kesurupan dan tidak ada teman yang mau mendekat. Esoknya pun ia berubah menjadi penyendiri, masuk ke dalam kandang padahal biasanya paling benci. Namun, esok harinya lagi, ia sudah kembali menjadi Gin-Gi yang ceria.
Bankimon and Gin-Gi
Gin-Gi yang cengeng, yang menangis saat perjalanan pulang dari Solo ke Lampung. Yang jadi adik kesayangan Oi. Yang takut dengan Ibuk Kucing karena pernah ditampol. Gin-Gi yang kubayangkan akan jadi kucing gendut nan lucu ketika besar. Gin-Gi yang giginya belum tumbuh sempurna. Gin-Gi.

Gin-Gi and Kimon again
Gin-Gi cuma tidak mau makan Minggu pagi lalu, itu yang Mam katakan. Ia sudah diberi vitamin dan gel minyak ikan. Lalu ia tiduran saja, sampai malamnya, ternyata ia sudah tidur untuk selamanya. Pergi begitu saja padahal aku akan segera pulang. Ini lebih menyedihkan daripada tidak kedapatan kloter wisuda bulan ini karena SKL tak kunjung jadi dan harus menunggu Oktober. T.T


Mam tidak tahu mengapa, ia tidak muntah, tidak diare, tidak merengek, dan begitu saja pergi. Bangkai tikus memang ditemukan di kandang mereka, tidak tahu apakah itu penyebab Gin-gi pergi (memakan tikus yang masuk ke kandang lalu keracunan). Anak itu masih kecil dan senang coba-coba. Tidak tahu juga bagaimana seekor tikus masuk ke kamar kucing, menyerahkan diri untuk dihajar kucing lalu termakan Gin-gi. Entahlah, mungkin waktu Gin-Gi hanya 4 bulan di dunia ini.

Gin-gi, i still can't believe that you've gone when you're just 4 months. Every time i see my room now, i remember everything about you. I remember when you cry, sleep near me or when you play around my room. I'm really sad, but this is life. Thanks for being a cute, honest, kind and cheerful cat. 
Tidurlah yang tenang di surga-Nya Gin-Gi. Kuharap kita bisa bertemu di masa yang akan datang.  Selamat jalan Gin-Gi, selamat tidur untuk selamanya. Tidurlah yang tenang, sayang.

Surakarta, 6.8.18
Ditulis sambil mendengar Bila-nya Ardhito. 

#JustWrite

Review Kana di Negeri Kiwi

Agustus 06, 2018


Sebelumnya kupernah membaca Kana di iPusnas, dan kali ini kumembaca versi kover barunya. Kulebih suka kover ini, meskipun rambut Kana yang katanya ikal dipotong, ia jadi berkacamata, dan sekarang memakai ransel.
Cerita dibuka dengan adegan Kana mencari Joy di pasar hanya untuk bertanya apakah ia gendutan. Jadi, Kana ini pindah dari Jogja ke Selandia Baru karena ibunya yang tidak terlalu menginginkan anak itu mau menikah lagi. Sudah merasa sedih karena 'dibuang' ibunya dan ia makin merana diputuskan Rudi karena gendut. Beruntung, Kana mendapatkan teman sebaik Joy, anak India yang akhir-akhir ini jadi aneh. Joy jadi menjauh dan sensi. Sampai suatu hari, Kana ke rumah Jyotika dan menemukan mengapa akhir-akhir ini Joy berubah.
Aku suka novel ini, ngalir, ga kerasa baca dan tahu-tahu sudah selesai. Selain itu, isu yang dibawa juga penting. Ada isu pelecehan seksual yang diangkat di sini. Termasuk Kana yang akhirnya membuat semacam support group untuk mengatasi pelecehan seksual.
Ringan tetapi berisi, berpesan tapi tak menggurui. Sekian dan aku tunggu novel barunya kakak!

#JustWrite

Hidup itu bangsat, sayang

Agustus 01, 2018

Hidup itu bangsat, sayang
Kau tak meminta, tapi seenaknya saja ada
Kau inginkan sesuatu tetapi yang didapat bukan itu
Kau tak pinta, begitu saja diberi bencana

hidup itu bangsat, sayang

kau berlari lalu orang lain yang dapat medali
kau berjuang, tetapi yang tiduran yang menang
kau diabaikan, hanya karena kau tak cantik lagi tampan
kau disingkirkan, hanya karena kau tak seukuran

hidup itu bangsat, sayang
kau tak boleh pergi sampai malaikat maut yang hampiri
kau tak boleh menyerah meski kau telah kehabisan gairah
kau tak boleh membangkang atau di hari akhirmu dipanggang

hidup itu bangsat, sayang
maka lihat aku sekarang
kokanglah pistolmu segera
lesatkan tepat di dada
salamkan pada semua dan katakan aku sudah bosan dengan dunia
karena, hidup itu bangsat, sayang


1.8.18

#JustWrite

Ingin Jumpalitan #racauH-3Sidang

Juli 20, 2018

Beberapa hari belakangan gue merasakan tubuh gue mulai aneh. Setelah sedikit senang akan sidang tesis, lalu besoknya hari gue gloomy banget,yang gue duga sebagai efek siklus-perempuan-dan-segala-dramanya. Sampai Kamis kemarin gue merasakan tubuh dan pikiran gue semakin tidak jelas. Gue seperti ingin melompat-lompat, menonjok-nonjok bantal, kepala gue serasa penuh dengan segala pikiran (tesis, tulisan, rencana pascalulus, dsb) tetapi gue nggak bisa megurai satu persatu seperti biasanya. Gue ga bisa fokus ngerjain ppt presentasi, gue ga konsentrasi dan kebingungan melihat naskah yang harus gue self-edit, gue menimbang-nimbang kapan gue harus tes toefl ketimbang belajar, dan gue minum kopi hitam tapi ketiduran. Kemarin gue minum tiga gelas kopi dan gue mengantuk tetapi secara bersamaan gue pengin jumpalitan dan kesal dengan kepala gue yang penuh ini. 
Mungkin gue sebenarnya sedang cemas, bingung panik, takut, gugup, dan apalah menjelang sidang. Gue selalu bermasalah dengan mendefinisikan segala keruwetan yang ada di kepala. Gue mungkin sedang bingung bagaimana sidang gue nanti, apa yang harus gue lakukan pascasidang karena gue bingung dengan panduan SKL, wisuda dsb. Mungkin gue masih berharap bisa wisuda Agustus biar gue nggak lama-lama tinggal di sini, bisa langsung mengemas semuanya sepulang wisuda.Sedang di satu sisi, gue harus punya plan B kalau gue nggak dapat kloter Agustus. 
Mungkin gue juga bingung bagaimana mengedit naskah gue yang sudah lama nggak gue buka. Gue lama tidak menulis, semuanya jadi kaku dan otak gue membeku. 
Mungkin gue bingung kapan gue harus tes toefl, karena gue takut jika gue asal ikut tes tanpa persiapan, gue cuma jadi buang uang. Gue harus menyisihkan waktu untuk kembali belajar dan mengambil tes sebelum gue pulang.
Mungkin gue ingin menulis cerita baru, tetapi gue bingung cerita mana yang harus gue pilih ketika semua terasa sama dan tidak ada daya tarik untuk gue selesaikan. Gue ingin produktif kembali tetapi gue bingung bagaimana memulai kembali.
Mungkin gue cemas dengan apa yang akan gue lakukan pascalulus. Gue takut gue mengecewakan orangtua gue. 
Gue tahu, pada akhirnya semua itu cuma butuh dihadapi dan berusaha semaksimal mungkin, berdoa sebanyak mungkin. Gue tahu kalau berpikir soal masa depan itu penting, tetapi kalau itu membuat gue cemas, kenapa harus? Gue tahu, gue dan segala kecemasan gue adalah salah satu batu yang selama ini diam-diam menghancurkan gue sendiri. Gue tidak pernah ingin cemas, tetapi kecemasan yang suka ngintilin gue. Ahsudahlah, gue hanya berharap semua lancar, gue bisa segera pindah dari sini secepatnya. Gue harus mengerjakan apa-apa yang harus dikerjakan, agar energi berjumpalitan gue bisa disalurkan.

#JustWrite

Review MAMIMOMA (Rosemary Kesauly) #SabtuBaca

Juli 14, 2018




MAMIMOMA adalah singkatan dari Maggie, Milly, Molly, dan May yang sepertinya terinspirasi dari puisinya E..E. Cummings yang judulnya Maggie and Milly and Molly and May. Sebenarnya, kusudah pernah membaca ini waktu SMP. Waktu ini sampulnya warna oranye dan ada gambar 4 manusianya dan waktu itu kusuka dengan novel ini. berhubung sekarang cetak ulang, kumau mereview sekalian mencari tahun mengapa-aku-smp-suka-buku-ini.
Maggie, si kaya raya dengan jumlah adik melimpah ruah, terobsesi dengan standar kecantikan dan selalu stres dengan rambut keritingnya. Maggie pengin banget rambutnya lurus kayak Milly , dan memang kayaknya di zaman ku SMP, teman-temanku berbondong-bondong meluruskan rambutnya kayak Maggie.
Milly, si cantik nan baik hati, pintar, dan gemar bikin puisi. Namun, karena kakinya yang berbeda dari anak lainnya, Milly ‘dibuang’ keluarganya dan tinggal berdua dengan kakeknya yang protektif dan sering ditipu kalau belanja di pasar. Diam-diam, Milly pengin ikutan kontes cewek shiny karena pengin ke Golden Coast.
Molly, si cuek, ketus, keras, menentang masuk kelas unggulan karena enggak suka pengkotak-kotakan dan seperti anak yang kelihatannya kuat-tegak-menantang bumi, ada cerita suram nan sedih di baliknya. Mama Molly suka mabuk dan selalu digosipin ibu-ibu waktu beli sayur.
May, dia benar-benar ratu plin-plan. Tidak mengerti bagaimana ia bisa menyukai Deddy Corbuzier minggu lalu, lalu minggu depan Eminem, minggu depannya NicSap dan seterusnya. Keluarga May terlihat harmonis, padahal ya, anggota keluarganya sibuk sendiri. kayak, ibunya sibuk belanja, kakaknya berhari-hari enggak pulang
Pergi ke diskotek demi melihat Oscar yang ditaksir May jadi salah satu ‘pintu’ ke masalah besar yang mengguncang persahabatan mereka sekaligus pintu ke solusi-solusi masalah hidup mereka. Masalah keluarganya May, masalah mamanya Molly, masalah mindernya milly dan Maggie.
Mungkin waktu SMP kumenyukai MAMIMOMA karena bahasanya ngalir, humornya ala-ala hiperbola, cerita remaja yang enggak berputar ke cinta-cintaan plus enggak ada cerita naksir ketua osis pujaan atau anak basket yang lama-lama membosankan. Aku suka cara Milly membalas bully di sekolahnya. Misal, waktu teman-temannya teriak ‘Minggir-minggir, orang pincang mau lewat!” dia malah dengan santainya bilang terima kasih udah ngasih jalan.

Baiklah, sekian reviewku. Kutunggu buku barunya Kak Rosemary...

#JustWrite

Tertimpa Gajah [Puisi]

Mei 04, 2018



aku tertimpa gajah
yang lebih besar dari jerapah
juga lebih berat dari tong sampah

gajah berdiri aku berlari

dikejar aku jatuh
diinjak kembali aku mengaduh

kubangkit untuk jatuh

jatuh sebab rapuh
peluh sudah keruh
dan sakitku tak kunjung sembuh

4.5.18

#JustWrite

Kupinta [Puisi]

Mei 03, 2018

Kupinta pisang, Kau beri tang
Kupinta susu, Kau beri sapu
Kupinta kelapa, Kau beri mangga
Kuberhenti meminta, Kau beri sengsara
Kumeminta sungguh, Kau tendang kumengaduh
Lalu, apa aku harus terus meminta?


3.5.17

#JustWrite

menyerah [Puisi]

Mei 02, 2018

Tuhan, saya menyerah
Bendera putih telah berkibar di atas tanah merah
dan sebilah pisau telah disiapkan untuk memancing darah
Bernapas di kota ini sudah tak lagi betah
Hidup sudah selayak sekotak sampah
Bikin bau bikin gerah

Tuhan saya mengaku kalah
Engkau yang MahaAgung dan saya tak ada sebiji zarah
Pada hidup kini sudah terserah
Sudahlah Tuhan, Sudah
Sudahilah saya yang hidup pun ogah


Kota Busuk, 2.5.17








#JustWrite

aku akan pergi #puisi

April 28, 2018

aku akan pergi saat sepi
dan terkubur dalam sunyi
meninggalkan berlembar puisi
yang tak seekor pun kecoa peduli
juga tak seekor tikus pun mengerti

aku akan pergi ketika orang sibuk memulai hari

dan  tak seekor ayam pun menyadari
jikalau aku lenyap tanpa pamit dan permisi



Selamat hari puisi nasional!


#JustWrite

Dear Oline,

April 23, 2018

  
If you know, I write this with the tears on my eyes and my cheeks.


Dear Oline,
You sleep tight now, with your children and I feel sad everytime I see you.  
Oline, maafkan saya. Mungkin setelah kamu tinggal dengan saya kamu tidak terlalu bahagia. Mungkin setelah kutitipkan pada teman, kamu semakin tidak bahagia. Dan semakin berduka ketika kamu mengandung, melahirkan dan mengasuh kelima anakmu yang lucu tapi nakal. Saya tahu Olin, memiliki anak di usia semuda itu bukan keinginanmu, maafkan saya yang menitipkanmu dan lupa mengajarimu untuk tidak bermain dengan pejantan sampai usiamu genap setahun.
Oline, seharusnya kita sudah bisa kembali ke rumah cepat. Di rumah saya, tentu saja semuanya lebih lapang dan lebih lebar. Saya ingin lulus sebelum lebaran, tetapi tidak tahu Oline, semuanya mendadak menjadi hancur. Semua yang bisa terjadi dan selesai Januari mendadak melambat berbulan-bulan. Ada hal yang belum selesai, ada hal yang digantungkan, ada hal yang diubah seenak sendiri sehingga apa yang harusnya sudah selesai menjadi batal. Saya menyesal memilih melanjutkan kuliah dan tinggal di sini, Oline. Semakin menyesal karena kamu tidak akan pernah bertemu rumah yang luas kalau saya tidak kunjung pergi dari sini. Saya sedih sudah membuat kamu sedih, saya merasa berdosa tidak bisa membuat kamu bahagia.
Saya tidak tahu Oline. Saya tidak tahu apakah saya bisa benar-benar membawa kamu ke rumah saya. Karena bisa saja umur saya tidak sejauh itu. Saya sudah malas melanjutkan hidup ketika semua aspek kehidupan saya runtuh dan hancur. Tidak hanya kuliah saya yang runtuh, Olin. Semuanya. Semuanya yang tidak perlu saya jabarkan di sini. Saya tidak punya lagi harapan dan tujuan sejak berjuta hari yang lalu dan semua itu semakin menebal setiap waktu. Saya semakin malas bertemu manusia, dan setiap bertemu, mereka hanya terus membuat saya semakin kecil dan siap diruntuhkan.
Oline, kita sama-sama tahu kalau Tuhan itu baik. Mungkin lebih baik kalau saya pergi dari dunia ini cepat-cepat kan? Tapi saya sedih kalau harus meninggalkanmu dan anak-anakmu terlantar. Saya tidak tahu lagi, sudah tidak ada lagi ambisi dan keinginan apapun. Saya seperti cuma berjalan mendekati gerbang kematian tiap harinya.
Oline, kalau saya tidak ingat dosa, saya mungkin sudah mengakhiri apa yang tidak pernah saya minta ini sendiri. Saya nggak ingat kapan saya minta dihidupkan dan diciptakan. Lalu saya juga tidak ingat kapan saya minta diinjak-injak setiap hari. Juga tidak ingat, mengapa saya tidak minta hidup tetapi tidak boleh meminta mati.
Oline, semoga kamu bisa merasakan bahagia ketika saya sudah tidak tahu apa itu bahagia sejak beberapa tahun yang lalu. Semoga kamu bisa menemukan apa itu kesenangan ketika saya sudah merasakan kehilangan kesenangan. Semoga kamu hidup dengan berarti daripada saya yang terus merasa semakin membusuk menjadi sampah setiap hari. Nasib terbaik adalah tidak pernah dilahirkan, dan saya orang sial yang sudah dilahirkan.
Sekali lagi, maaf sudah membuatmu sedih dan tidak bahagia bersama saya. Semoga saya bisa meninggalkan dunia ini segera.
Selamat satu bulan untuk bayimu!

Regards,


Oci.


#JustWrite

Hancur [Puisi]

April 19, 2018

Seperti bola yang terus berputar, perlahan dan semakin lama semakin kencang menuju kehancuran
Semua hal sudah buyar, dipalu-palu godam, perlahan-perlahan sampai menjadi kepingan
Angin bertiup kencang, hempaskan segala yang terbang
Hujan deras, larutkan semua tanpa bekas
Aku membeku sebelum diam dipaku
Lindas saja terus, injak saja terus, hantam saja terus
Karena pada mulanya, hidupku hanya menunggu mampus


19.4.18

#JustWrite

My dearest God,

April 09, 2018

My Dearest God.

A couple times, I saw people competing to marry at a young age, of course, I wasn't there, 
cuz I would rather die young.
God, I haven't any reason why I must stay alive. Day by day, I always try to survive, face everything and to be happy. But, I can't. A few days in a month, there are always days when I just wanna die. Always. And i never feel happy since November until now. My cloud is gray and i  just wanna run away..
God, honestly, I wanna die young. I still hate the concept of life and the fact that I'm alive. But I'm afraid. Afraid of my sins, fear of hell, and the fear of death is painful. But I don't wanna grow older and being an adult.
My dearest God, i cant write a lot. But hope that i never kill myself.  I'm too tired to life. Life just like breathing now. I cant do anything now. My head full of demons. People just too easy to give me advice.And I am not comfortable with words that are too positive from others who intend to make me happy.
So God, i'm sorry if i cant be a good human.

#JustWrite

To continue this life

Maret 11, 2018

To continue this life, you need to be brave, be good, be smart, and be kind. Unfortunately, I can't.
11.3.18 

#JustWrite

Dear Ci,

Maret 08, 2018

Pinterest.com


Dear Ci,

Saya tahu kalau kamu tidak pernah menginginkan keberadaanmu di dunia. Saya tahu kalau enggak ada yang benar-benar kamu inginkan lagi di dunia sejak kamu tahu kalau batal hidup itu tidak mungkin. Saya tahu kamu adalah manusia yang tidak pernah tahu mengapa kamu ada di sini tetapi masih berusaha bertahan karena ada orang-orang yang menjadikanmu ada yang terlalu baik untuk kamu patahkan hatinya ketika kamu benar-benar mematahkan nadimu. Saya tahu menjalani hidup dengan kecemasan yang tidak pernah kamu undang tetapi datang, gejala depresi yang datang sendiri, dan segala awan abu yang memayungi kepalamu itu tidak menyenangkan. Saya tahu bahwa kehidupan yang dijungkir balik sesuka Dia itu begitu kamu benci. Saya tahu, Ci. Saya tahu.
Saya tahu bagaimana rasanya tertekan dengan diri sendiri padahal tidak ada yang menekanmu. Saya tahu rasanya dianggap mampu padahal kamu merasa tidak, dianggap bisa padahal tidak, dianggap tinggi padahal tidak. Saya tahu rasanya membenci pujian ketika kamu merasa kamu sampah. Saya tahu rasanya menerima ejekan dan tatapan menjatuhkan ketika kamu percaya kamu bisa. Juga rasanya ingin mati tetapi takut. saya tahu kamu ingin mati tetapi takut dengan sakitnya proses kematian, takut bahwa kamu enggak cukup baik untuk jadi kesayangan Tuhan, takut kalau kamulah yang menjebloskan orangtuamu ke neraka.
Dear Ci, terima kasih sudah mau bertahan di belantara dunia yang tidak kamu suka. Terima kasih sudah terus berjalan walau beribu kali kamu ingin berhenti dan mengangkat tangan. Hari ini saya ingin berkata padamu, kamu memang belum berbuat apa-apa, tapi tidak mengakhiri dirimu sendiri itu sudah cukup besar untuk saya. Kalau kamu tak tahu hidup itu untuk apa, hidup itu untuk mati, Ci. Kalau kamu percaya Tuhan, Dia janji dia akan memberi kita hidup sesuai dengan apa yang kamu lakukan sekarang. terdengar tidak menyenangkan, tetapi kalau kamu percaya Tuhan, kamu juga harus percaya ini. Jadi, Ci. Mari kita lanjutkan hidup untuk kematian yang lebih baik. Saya tahu kamu ingin mati muda, mari kita lihat apakah benar adanya.
Sekali lagi, maafkan dunia dan semesta. Kamu tidak akan pernah baik-baik saja sampai kamu berdamai dengan mereka.

Regards,

Your limbic


#JustWrite

Cherophobia : gue senang-gue ditonjok-gue berdiri-gue senang lagi-gue ditendang

Maret 05, 2018

Ditemukan di Pinterest
Gue menemukan gambar itu di Pinterest beberapa hari lalu. Pinterest memang sosial media yang paling gue cintai setelah Twitter, atau mungkin sekarang telah menggeser Twitter? Karena si burung biru mulai ramai kembali dan gue tidak menyukai keramaian sekalipun keramaian timeline. Lupakan soal sosial media karena gue mau ngoceh soal tulisan di gambar itu. Ternyata, nggak hanya gue yang berpikir macam itu. Kalau mereka sampai menamai itu sebagai suatu fobia, pastilah ada beberapa manusia yang juga merasakannya.
Pada dasarnya, gue bukan takut terlalu happy, gue terkadang lebih ke arah takut berharap karena ketika gue nggak berharap apa-apa, apa yang gue terima akan sedikit membuat gue senang. Meski, gue tetap manusia yang suka nggak sengaja membuat plan atau menginginkan sesuatu. Tapi, gue memang pernah dan masih berpikir begini: Ci, jangan terlalu euforia sama apa yang lu dapet, apa yang buat lu ketawa, apa yang buat lu jumpalitan hari ini. Karena tinggal menunggu waktu, semuanya akan berbalik sebelum lu merasa senang lagi.
Gue berkata begitu bukan karena tanpa alasan. 23 tahun gue hidup, gue selalu merasakan 'diangkat tinggi-tinggi' atau diartikan perasaan lu sedang senang, lalu ketika lu senang, lu dijatuhkan ke bawah. Itulah yang buat tiap gue merasa sedikit senang saja, gue me-warning diri gue kayak: bahagia ya lu? siap-siap aja abis ini dikasih bom aja. Jangan terlalu senang, Ci. Jangan terlalu senang. 
Dan memang seperti itu yang gue rasakan, gue senang-gue ditonjok-gue berdiri-gue senang lagi-gue ditendang-dan ini akan berakhir kalau gue mati. 
Gue tahu kalau manusia mudah 'patah' dan mungkin gue sedang melakukan tindakan pencegahan. Dan pikiran itu yang mungkin membawa gue ke perasaan datar-datar saja, kadang. Gue akan jadi manusia yang terlihat tidak bersyukur karena gue tidak terlihat senang, dan di cap batu ketika seharusnya gue sedih dan menangis tapi gue diam saja. Atau kepala gue memang sudah kekurangan stok dopaminnya, sehingga apa pun sekarang jadinya hambar sehambar-hambarnya.
Gue tahu bahwa kesenangan, kebahagiaan dan perasaan penuh sangat subjektif. Meskipun kata-kata receh macam bahagia-tuh-sederhana-banget adalah kata-kata yang gue benci. Gue tidak tahu apakah Cherophobia ini baik untuk gue atau tidak, tetapi inilah cara gue menjaga diri gue. Walaupun, gue mulai merasakan kalau gue semakin tidak bisa merasakan kegembiraan sekarang. Kenapa gue nggak pernah nulis yang benar-benar menggembirakan pun karena gue tidak tahu benar bagaimana rasanya dan gue bosan membaca semua yang menggembirakan. Baiknya gue tutup saja ocehan ini sebelum gue makin sinting dan berbicara yang makin tidak-tidak. Kenapa gue ingin berpuasa twitter pun karena gue takut gue berbicara terlampau negatif di sana. Sekian.


#JustWrite

Pertanyaan itu

Februari 27, 2018

"Jika Tuhan memberimu satu kesempatan untuk mengabulkan apapun yang kau minta, kau mau apa?"
Jawabku: Sejak dulu aku hanya ingin tidak pernah dilahirkan dan tidak pernah ada.

27.2.18

#JustWrite

Kenapa

Februari 26, 2018

Kenapa harus menikmati hidup sedang hidup sendiri tidak nikmat?
Kenapa harus melanjutkan hidup sedang hidup sendiri tak ingin dilanjut?
Kenapa harus bahagia sedang definisinya saja fana?
Kenapa harus ada, ketika tidak pernah mau untuk ada?
Dan... kenapa harus dijawab dengan karena yang kadang terlalu mengada-ada
26.2.18

#JustWrite

Day by day

Februari 19, 2018

Day by day, I think that my level of anxiety jumps to very high level. I feel anxious every time, counting times and feel depressed. I know that my mental not really health now. If I saw me a couple years ago, I'm the kind of person who always positive thinking and have a lot of motivation. Yesterday, I'm a girl who never cries. Now, I'll cry when I'm waking up every morning. Feels empty, lost, afraid, anxious, angry, at the same time. I feel it since November. So, it has been four months. I know that sometimes I feel depressed and anxious since 2013, but this year its the weakest. I lost, feel rejected, tired waiting something, I always think that I cant reach thing that I want, I feel I'm the foolish if I cant finish my study asap.


I'm not the ambitious girl who want finish my school asap to get some praises. I hate praise sometimes. I'm just wanna go for forever from this place. And why is it so hard to do?


 But, I don't feel comfortable in this city since last August or September. And also, I don't wanna make my parents pay more again if I cant finish it now. I don't wanna pay for my room in here if I cant graduate immediately. I don't care what people say, I care about the economic issues. Sometimes I wanna regret all of this situation. If I didn't continue my school in here, maybe I can say goodbye to this town and had a nice memory. I realized, I had the boredom cycle every 5-6 years. I remember I was very tired and wanted to go on my second and third year of high school (which is my middle and high school side by side, and my friends more or less the same). Now, I'm very uncomfortable here. Really-really wanna go, run from everything, and sometimes I think about death.

When I see and try to answer 'what can I do after graduation?' I don't have a specific answer. And now, I lost all of my motivation to continue my life. In 2013-2015, I'm seeking the purpose of life, and I don't find why I must alive. But. I think that I must continue my life because of my family. Now, I think I 'm just being problems for my family. Its gonna be fine if I'm dead, maybe. 

Yesterday, maybe I would say that I'm not gonna die now because I wanna write a lot. Now, I don't have a happy feeling and passion again with everything. I feel its okay if I stop writing, photography, and so on, it can be better than life with depression or feeling grey and blue every day. Cry in the midnight or in the morning without any reason is so sick. 

Sometimes I think it is better for me to die before 27 or 25. I don't know.  But, I'm really afraid if I die because of an accident or something like this. 

I don't know what happens now.

Popular Posts

My Instagram