#FotoBercerita

Racauan Nikola tentang Mikola

Januari 15, 2021

 Sepertinya, sebelum kembali menulis  novel bernapas panjang, aku butuh pemanasan dengan rutin menulis Gambar Bercerita. Gambar Bercerita adalah kumilih gambar secara random, lalu kumenulis apa yang ada di kepalaku.

Selamat membaca ^^


sumber gambar


Nikola Tesla. Begitu lelaki kurus berambut berantakan itu memberiku nama. Berjuta kali ia menceritakan bahwa nama itu adalah nama fisikawan favoritnya. Tentu saja aku tidak tahu dengan jelas apa itu fisikawan. Setiap aku memandang lurus ke matanya untuk meminta penjelasan apa itu fisikawan, Miko --- nama lelaki itu--- malah beranjak ke rak kayu dan mengeluarkan bungkus snack kesukaanku. Aku tidak mengerti, apakah Miko sebenarnya tidak mengerti pertanyaanku. Atau... fisikawan sebenarnya berarti pemangsa kucing, dan ia menyembunyikan fakta itu dengan menutup mulutku dengan makanan. Aku harus mengakui bahwa makanan adalah penutup mulut paling ampuh, setidaknya bagiku.

Aku merasa nama ini terlalu panjang dan terdengar keren untuk seekor kucing domestik. Pasalnya, tetangga kamar kost Miko yang berambut seperti sarang burung, memelihara seekor kucing persia yang aduhai bulunya. Matanya pun bulat besar dengan hidup pesek sempurna. Si Persia ini dipanggil Dugong oleh pemiliknya. Jika saja kau tidak melihat betapa seksi liukan buntutnya, kau mungkin akan berpikir Dugong adalah kucing gempal yang bulat sempurna dan siap dijadikan bola. Dugong diadopsi beberapa minggu setelah aku tinggal di kamar kost Mikola yang begitu rapi. Mikola tidak pernah membiarkan spreinya berantakan, dan ia akan menumpuk buku berdasarkan warna. 

Omong-omong, izinkan aku bercerita bagaimana Mikola mengadopsiku. Ini bukan cerita yang tragis kalau-kalau tanganmu siap mengambil tisu. Aku adalah kucing tanpa nama yang lahir dari seekor betina di gedung tempat Miko berkuliah. Ibuku adalah kucing betina yang haus belaian dan begitu menggandrungi kucing garong berbulu kelabu yang tidak begitu tampan---konon ia ayahku juga. Jadi, begitu aku dan seekor saudaraku terlihat bisa tegak berjalan, ibuku meninggalkanku dengan pesan,"Hidup ini kejam, kamu bisa mati jika tak bisa bertahan." Kalau saat itu aku sudah sebesar saat ini---aku sudah melewati 7 purnama--- aku mungkin akan berkata,"Jika hidup ini kejam, dan Ibu tak bisa membuatku bertahan, untuk apa dan siapa aku dilahirkan?" 

Aku hampir mati kedinginan ketika Mikola menemukanku kehujanan di teras gedung kampusnya. Kembaranku sudah diambil seorang mahasiswi. Aku sebenarnya berlari mengejar kembaranku, tetapi manusia itu tidak menyadari. Tentu akan lebih baik kalau ia mengadopsi kami berdua. Oh, betapa malangnya aku. Ibuku yang bucin meninggalkanku, dan kembaranku diadopsi lebih dulu. Namun, Mikola datang seperti malaikat. Tangannya yang besar meraih badanku yang kurus kerempeng dan membungkusku dengan jaket hitamnya yang wangi.

"Ini obat cacing, dan kau harus meminumnya," begitu kata Mikola ketika sebuah jarum suntik tanpa jarum---sebagai kucing aku tidak tahu kata yang pas--- tepat di depan bibirku. Aku hanya menurut ketika cairan berwarna oranye kental dengan rasa asam itu masuk ke mulutku. Lalu Mikola berseru tatkala ada binatang menggeliat di bak pasir. 
"Cacingnya keluar! Cacingnya keluar! Hebat!" seru Mikola.
Cacing. Aku baru tahu kalau  bahwa seekor kucing bisa memelihara hewan di perutnya. Bukankah itu hebat, kawan? Lantas mengapa harus kukeluarkan?

Hari-hariku bersama Mikola sangat menyenangkan. Tubuhku mulai berisi, buluku mulai berkilau, dan Miko selalu mengajakku bermain. Sampai ... sampai Miko membawa bungkusan kabel-kabel. Sampai ia tidak pernah mengalihkan matanya dari benda kotak berlayar yang jika kau pencet-pencet, muncul sesuatu di layarnya. Kadang-kadang Miko berubah menjadi Miko yang tak pernah mandi karena menghabiskan waktu dari matahari terbit hingga kembali ke peraduan dengan kabel ini. Miko mulai mengabaikanku, ia pun kadang lupa membersihkan bak pasirku. 

Pagi tadi, Miko membawa bungkusan plastik makananku. "Kau boleh makan sepuasnya. Ada atau tiada aku, kau harus tetap hidup. Hiduplah dengan hati senang, Nikola Tesla," tiba-tiba Miko berkata demikian. Aku kembali memandanginya. Lalu seperti kesalahpahaman yang tak kunjung berakhir, Miko malah mengambil mangkuk makananku dan menuangnya ke mangkuk. Miko membiarkanku makan dengan lahap. Lalu ia mandi dan duduk di meja belajarnya.
"Kadang, kadang aku mau menyerah, Nikola Tesla. Kadang aku ingin mengakhiri apa yang tidak pernah kumulai. Kadang, kita tidak meminta dilahirkan tetapi diberi setumpuk beban," Miko menatapku. Aku sependapat, aku tidak pernah minta dilahirkan dari ibu yang hanya menginginkan bercinta dengan garong tidak tampan.

"Kadang aku ingin membelit leherku dengan kabel-kabel itu. Tentu enak, ya menjadi kucing. Orang-orang tidak berharap tinggi hanya karena kau pernah juara olimpiade fisika. Lalu, ketika harapan mereka kupatahkan, mereka kecewa dan marah. 
Bahkan sebelum aku marah dengan diri sendiri, aku sudah dimarahi," lanjutnya. Lalu kulihat ada air yang menetes dari pelupuk mata Mikola. Jangan! Aku tidak mau Mikola menangis. Aku tidak mau Mikola sedih! Dia sudah menyelamatkanku, dia manusia baik. Jangan! Mikola tidak boleh menangis. Aku hanya bisa mengeong dengan keras. Tanpa kutahu apakah Mikola tahu artinya adalah,"Jangan menangis, aku sayang padamu."

Mikola terlihat membuka sebuah botol, dan mengeluarkan banyak sekali pil. Mirip pil yang ia beri tiap aku flu. Tapi, aku hanya minum satu. Mengapa Mikola minum banyak sekali? Apa karena ia manusia?

"Terima kasih sudah membuatku lebih lama bertahan, Nikola Tesla-ku." Mikola meraihku, dan memelukku dengan erat. Ia berjalan ke tempat tidur, dan merebahkan dirinya di sana. Lalu meletakkannku di sampingnya. Mikola mungkin lelah. Aku akan menemaninya dan tidak akan mengganggu.

***

Mikola jahat. Mikola jahaaaat!
Mikola tidak tidur, Mikola tidur selamanya. Matahari sudah hilang ketika aku terbangun dan menemukan mulut Mikola penuh buih. Aku keluar lewat jendela dan memanggil tetangga Mikola, pria kamar sebelah pemilik persia cantik itu. Aku terus mengeong dan meminta Pria Kamar Sebelah melihatnya. Lalu, Pria Kamar Sebelah berteriak,"MIKO, KENAPA LU HARUS NYERAH? KENAPA HARUS MATI SEKARANG?"

Aku mengingat bagaimana benda di dadaku bertalu kuat begitu mendengar kata mati. MIKO TIDAK MATI. MIKO TIDAK BOLEH MENINGGALKANKU. AKU DENGAN SIAPA?

Lalu kamar kost Miko mendadak ramai. Raungan mobil putih berbunyi berhenti di depan rumah kost, mengeluarkan manusia yang kemudian membawa Miko entah ke mana. Itulah kali terakhir aku melihat Miko. Pria Kamar Sebelah sempat menenangkanku yang terus menerus mengeong. Ia pun membolehkanku tinggal di kamarnya bersama Si Persia Cantik. Sekalipun Si Cantik Dugong menggoda, aku tak niat bercinta karena begitu berduka.

Semua terasa menyedihkan. Aku seperti dihempaskan setelah hidup dengan damai. Kemarin, keluarga Mikola datang mengemasi semua barang lelaki itu. Mereka berniat membawaku, tetapi Pria Kamar Sebelah berkata bahwa surat yang ditulis Mikola berkata aku harus tinggal di rumah perempuan bernama Jane--- perempuan yang paling dekat dengan Mikola, begitu Pria Kamar Sebelah berkata. Hari ini Jane akan menjemputku, dan aku tak tahu bagaimana rupa wanita itu.

***

Seharusnya aku bahagia. Seharusnya, aku bahagia bertemu saudaraku yang ternyata tinggal bersama Jane. Aku terkejut ketika melihat perempuan itu berdiri di pintu, perempuan yang kulihat meraih saudaraku dan membawanya pulang. Seharusnya aku bermain bola benang dengan Alexander Volta---nama saudaraku yang juga fisikawan--- dan bukan merenung di balik jendela.

Mengapa Mikola meninggalkanku, padahal ia menyayangiku?

Mengapa Mikola meninggalkanku tanpa memberiku penjelasan apakah fisikawan itu sebenarnya?

Jika aku mati, apakah aku akan bertemu Mikola nantinya? Karena aku tidak bisa menjanjikan hidup dengan senang setelah ditinggalkan.

====END===

Lampung, 15 Januari 2021


Popular Posts

My Instagram