Perbincangan yang tidak selesai

Maret 30, 2015

Malam ini kita bertemu. Kamu tersenyum malu-malu. Lalu kita bernyanyi bersama dan tertawa hingga salah satu dari kita terdiam. 
"Hidup penuh pilihan," katamu. Aku menoleh, menatapmu dan mengangguk setuju. 
"Pilihan banyak sekali, memilih presiden, walikota, gubernur, ketua BEM, ketua himpunan...,"
"Bukan itu." potongmu. Kamu melanjutkan,"Yang aku maksudkan adalah pilihan dalam kehidupan tiap manusia. Tiap individu dihadapkan pada pilihan-pilihan kecil dan pilihan besar," lanjutmu.
"Pilihan kecil dan pilihan besar?" 
"Iya, pilihan kecil contohnya kamu memilih jepit rambut warna merah dan aku memilih warna biru. Itu pilihan kecil sebab tidak mengganggu atau mengubah hidupmu," kamu menjelaskan. Aku meraba jepit rambutku yang berwarna merah lalu melirik warna biru miliknya.
"Dan pilihan besar, hmm... kupikir ada empat pilihan besar yang akan kita hadapi. Pilihan yang mengubah hidup tidak sekadar membuat kamu terlihat cantik dengan jepit merah atau biru. Memilih jurusan kuliah, memilih pekerjaan, memilih akan menikah atau tidak, memilih akan punya anak atau tidak." ujarmu yang seperti bicara sendiri.
"Memilih jurusan IPA atau IPS waktu SMA?" tanyaku.
"Tidak terlalu berpengaruh, pada akhirnya banyak yang keluar jalur," katamu.
"Banyak yang kuliah apa kerja apa, nggak sesuai," balasku.
"Ya, itu bagian dari pilihan. Yang menyenangkan adalah kuliah di jurusan yang kamu sukai dan bekerja sesuai jurusanmu dan itu hal yang kamu sukai. Yang kedua, bekerja di bidang yang kamu suka meski kuliah tidak di bidang yang kamu suka. Yang tidak enak adalah bekerja di jurusan yang kamu tidak suka meski kuliah di jurusan idaman. Tapi yang sengsara adalah kuliah dan bekerja di jurusan yang tidak kamu suka semuanya."
"Jadi karena itu kamu pikir memilih jurusan kuliah dan pekerjaan itu penting? Lantas bagaimana dengan Tuhan? Kamu lupa, kadang Tuhan tidak selalu memberi yang kita sukai?" ujarku.
"Tapi kita tetap harus memilih dan membiarkan Tuha yang menentukan." katamu, nada suaramu mulai meninggi.
Lalu ponselmu berdering, kamu memilih untuk pergi daripada menjelaskan dua pilihan yang terakhir. Aku tahu kamu senang tidak membahasnya. Sebab kamu dan aku sama, tidak suka membicarakan dua pilihan terakhir. Kita masih berpikir apakah bijak dan apakah itu terbaik untuk kita ketika menjawab ,"tidak" pada kedua pilihan terakhir dari yang kamu sebutkan tadi..

You Might Also Like

0 comments

Jangan ragu untuk berkomentar, kawan!

Popular Posts

My Instagram