Komparasilah Pakai Udang dengan Udang!

April 17, 2016

[Untuk kita yang kadang seenaknya mengkomparasi seakan udang dengan timun sama]

Salah satu jenis perdebatan atau perbincangan yang membuat saya jengah dan gerah, jika saya sedang berada di suatu tempat adalah ketika seseorang membandingkan sesuatu yang tidak setara. Sesuatu yang saya anggap tidak dapat dikomparasi secara objektif karena dari awal suda beda. Orang menyebutkan nggak 'apple to apple' kita artikan dengan udang dengan udang (?). Terserah, saya lebih suka udang daripada apel. 
Contoh, saya pernah terjebak di situasi dengan obrolan yang kurang lebih Daun sudah Acc proposal, Akar sudah penelitian, dan Batang masih berkutat di proposal. Obrolan yang saya dengar adalah manusia-manusia itu membandingkan Akar, Daun, dan Batang. Hingga seringnya obrolan sejenis terdengar, saya kesal dan pernah berceletuk, " Kalau kamu mau membandingkan, bandingin setidaknya mereka yang Dosbing 1 dan Dosbing 2 sama."
Ya, bagaimana bisa kamu membandingkan kamu dengan temanmu yang punya dosbing berbeda. Mending kalau cuma satu, semuanya beda denganmu. Dosen punya karakteristik yang beragam yang tentu saja berdampak sedikit banyak pada skripsimu. Meski saya percaya dalam segala hal selain Tuhan, semua bermula dari diri kita. Jangankan yang dosennya beda semua, yang dosennya beda satu saja bisa jauh berbeda. Maka sebaiknya tidak perlu mengkomparasi hal semacam itu.
Hal tersebut berlaku dengan tebalnya skripsimu. Jujur, saya tidak suka skripsi yang  katanya tebal dibandingkan. Tidak juga, hanya 109 halaman sampai kesimpulan, ditambah 7 halaman dapus, dan 80 lampiran. Ya, lampiran itu memang banyak (rekap wawancara, rekap observasi, foto, rpp, analisis dkk) dan Bab IV memang cukup banyak mengingat  adanya deskriptif hasil penelitian. Teman saya yang mengambil penelitian single subject research juga halamannya sekitar itu. Lalu pada suatu hari seseorang berkata yang intinya skripsi dia tidak tebal, dia mencemaskan ketipisannya, dia bertanya-tanya dan saya merasa tidak mengerti mengapa dia membandingkan tebal skripsinya dengan tebal milik. Baik, dia menggunakan SSR tapi yang lain? Apakah dia modifikasi perilaku? Apa dia mengambil variabel bebas yang sama? Apa variabel terikatnya sama? Apa subjeknya jumlahnya sama? Apa sesi yang diberikan sama? Apa dosbingnya sama? Apa kajian teorinya memuat hal yang sama? Apa daftar lampiran saya dan dia sama? Saya kira jawabannya tidak. Dan apa perlu dia membanding-bandingkan skripsi saya, skripsi teman-teman yang memakai SSR lain yang juga tebal dengan dia? Saya kira tidak.
Tidak usah mengkomparasi diri.

Kembali soal komparasi udang dengan udang. Saya sering mengamati atau mungkin pernah melakukan barangkali, sering orang membanding-bandingkan hal yang tidak setara. Misal dalam kasus Susi Sang Menteri dengan Atut Sang Mantan. Apa mereka setara untuk dibanding-bandingkan? Atau membandingkan hasil gambar anak tunagrahita ringan dengan anak CIBI. Membandingkan Jokowi Sang Presiden dengan Udin si Tukang Sapu. Membandingkan Soto Bu Meto yang harganya 5000 dengan Somay 6000. Membandingkan dirimu dg Taylor Swift yang jelas mungkin kamu akan insecure. Membandingkan tulisanmu dengan tulisan sekelas JK Rowling. Andrea Hirata, Budi Darma, ya jelas jomplang.  Membandingkan anak IPS dengan anak IPA, kurang kerjaan!
Membandingkan diri memang tidak baik. Tapi dalam hal mengkomparasi tentu haruslah mengingat yang kita bandingkan setara atau nyaris setara atau tidak. Keadilan memang milik Tuhan, kita cuma bisa berusaha. Tapi apakah bijak membandingkan berat badanmu di usia 20 tahun dengan berat badan adikmu yang bayi? Apakah bijak udang dan timun dibandingkan? Satu hewan satu sayur. Pikir lagi.



17/4/2016

Untuk diri sendiri dan pembaca agar lebih berhati-hati dan bijak mengkomparasi

You Might Also Like

0 komentar

Jangan ragu untuk berkomentar, kawan!

Popular Posts

My Instagram