Konspirasi Menjatuhkan Kopi (Opini bergandeng dengan fiksi)

Januari 27, 2016

Ini hanyalah tulisan yang memandang suatu kejadian dari sudut pandang kopi. Terinspirasi kejadian nyata namun sudah jadi fiksi. Hanya canda, bukan sesuatu yang serius sesungguhnya.


Perhatikan. 

 Beberapa waktu yang lalu, sebuah mobil mewah menyeruduk warung kopi.
Disusul sebuah pembunuhan berencana dimana racun mematikan tercampur dalam segelas kopi.
Dan... sebuah bom di  kedai kopi papan atas.

Ketiganya memuat hal yang sama, kopi.
Warung kopi kecil ditabrak. Minum kopi, mati. Mau kongkow di kedai kopi terkenal, di bom. Semua merujuk ke arah yang sama. Bahwa kopi ada di setiap kejadian itu. Ada apa dengan kopi?
Tidak ada yang membahas bahwa mungkin saja pamor kopi sedang dijatuhkan. Kopi sedang di atas awan. Para pecinta kopi dan pengaku pecinta kopi menjamur. Sudah tidak tahu lagi, mana yang pecinta mana yang hanya ingin memenuhi instagram atau social media lain dengan foto segelas kopi. Bisnis kedai kopi sedang menjanjikan. Dari warung bambu sampai kedai di lantai entah berapa. Tak terkecuali kopi hitam bagi pecandu. Dan kopi mainan yang menjamur dengan bungkus warna-warni. Sudah tidak tahu lagi, sebenarnya berapa persen kopi di bungkus kopi mainan itu. Tapi, itu tetap kopi. Kedai kopi menjanjikan. Barista dilirik jadi pekerjaan. Dan menu-menu terkait kopi mulai beragam. Dengan nama-nama yang kadang sudah tidak ada lagi kata kopinya.
Kopi memang disukai. Candunya bikin nggak bisa berhenti. Aromanya selalu memanggil. Dan pekatnya, pahitnya, dan filosofinya tidak bisa terbantahkan.

Ini bukan benci. Biasa saja. Tapi kopi saat ini sedang melirik jengah ke arah teh. Teh adalah saingan kopi. Kopi bisa berdansa dengan gula. Bisa berpeluk mesra dengan coklat. Bisa menari dengan susu. Tapi kopi enggan dengan teh. Dan teh, bisa jadi benci kopi.
Adalah teh yang berusaha menjatuhkan kopi. Sebab teh iri. Jumlah kedai kopi berpuluh kali lipat daripada kedai teh. Sebab Tea Time malah digunakan untuk coffee time. Sebab teh kemasan hanya itu-itu saja. Tidak bungkus warna-warni. Mungkin ada, tapi sedikit. Sedikit sekali. Teh iri. Maka teh bersekongkol dengan mobil mewah itu. Namun, pencinta kopi masih menyeruput kopi tiap pagi.
Teh tertawa saat sianida itu ada di segelas kopi. Menjadikan seseorang berpulang ke Tuhan. Menggemparkan halaman depan koran. Nama kopi disebut. Spekulasi keracunan kopi membumbung.  Keburukan kopi diangkat. Teh terbahak.
Namun, pecinta kopi tetap ngopi. Teh bergabung dengan teroris. Yang ledakkan bom di kedai kopi papan atas. Setelah gagal menyasar pecinta kopi kelas menengah ke bawah. Sayangnya, penjual sate lebih pamor. Outfit Polisi lebih kondang. Dan tentara jajan lebih terkenal. Kopi tidak disinggung sama sekali.

Teh sedang bergelung dalam duka akan kegagalan menjatuhkan kopi. Ia menangis. Teh melupakan satu hal, bahwa mau bagaimanapun pecinta kopi adalah orang-orang yang setia. Setia pada tiap teguk kopi di setiap harinya.


*

Well, ini adalah pikiran yang sebenarnya sudah lama saya pikirkan. Hanya mainan. Tidak bermaksud menjatuhkan teh. Saya juga suka kok teh, kadang. Seharusnya menyiapkan intervensi besok. Tapi tidak tahan menulisnya. >.<

You Might Also Like

0 komentar

Jangan ragu untuk berkomentar, kawan!

Popular Posts

My Instagram