98 Hari

Desember 24, 2013

Saya akan disini. Duduk,diam menunggumu.
Saya akan duduk disini, bersama ransel usang dan sebuah kantong tidur keras.
Saya akan makan disini, menggigit sepotong roti, atau segelas susu sambil terus menatap sekeliling,berusaha kembali menemukanmu.
Saya akan tidur disini, tidak lihat saya membawa kantong tidur biru itu?
Mandi? Saya percaya hujan akan turun, saat itulah saya mandi. Sisanya, saya hanya akan gosok gigi.
Tidur? ya,tentu saja, ketika jam saya menunjukkan pukul 1 saya akan menyelinap dalam kantong tidur
Saya tak berdusta, saya akan melakukannya. Saya akan pergi, setelah saya melihatmu. Saya akan berlari,ketika menemukannya, mengejarmu.
Saya akan lakukan itu!

                    ----------------------------------------------------------------------

Sudah 7 hari saya disini, duduk dan menunggumu. Atau berdiri bertanya pada setiap orang yang saya temui . Saya menunjukkan sebuah foto candid yang saya ambil saat pertama bertemu. Semua menggeleng,tidak ada yang pernah melihatmu. Saya meletakkan sebuah papan dari kardus bekas,menuliskan "apakah kamu tahu dimana dia?" dan sebuah fotomu. Saya tidak berdusta kan? Saya benar-benar melakukannya. Dan saya tak kunjung melihatmu,menemukanmu.
Tapi saya percaya, saya akan bertemu denganmu. Nanti,di suatu hari. Di depan toko roti ini.
Kamu, tahukah kamu?

Saya rasa saya benar-benar jatuh cinta, di pertemuan pertama pada kamu,  orang yang secuil namanya pun tak saya tahu.
Senyum manisnya pada wanita tua di jalan itu, saya tak pernah melihat senyum setulus itu. Senyum yang diam-diam saya abadikan dengan polaroid saya. Senyum yang membuat darah saya berdesir, jantung saya berdetak lebih kencang dan kaki saya membeku. Saya menyesali kebekuan mulut saya, bahkan untuk sekedar berkata "Hai".
Duh, jangankan untuk berkata "Hai", menarik kedua bibir menyunggingkan senyum pun saya malu.Saya terus menyesali dan mengutuki kebodohan saya itu.

Sudah 7 hari saya mengunyah biskuit keras tiap pagi. Kadang, Jerry teman saya datang dan memberikan saya sandwich  isi telur dan ayam . Saya minum sekotak susu tiap pagi, dari pemilik toko roti itu. Seorang lelaki tua dengan rambut putih semua. Dia bertanya pada saya mengapa saya tak pernah pergi di hari ketiga saya menunggunya. Saya kira ia akan marah pada saya, namun tidak. Ia berkata,"Kejarlah cintamu,Nak," . Ah,dia benar-benar bijaksana.
Dia tidak seperti manusia-manusia sok yang lewat di depan saya dengan angkuh. Berjalan tegak,dagu menantang langit, lalu memincingkan mata melihat saya. Namun ada beberapa manusia lain, entah julukan apa yang harus saya beri pada mereka. Mereka berjalan di depan saya, lalu berhenti, memandang saya dengan iba. Sumpah demi Tuhan pencipta semesta, saya tak ingin dikasihani. Tapi saya memilih diam, menunduk ketika mereka menjatuhkan beberapa koin yang mereka punya. Atau seorang gadis kecil tersenyum pada saya dan memberi saya sepotong roti dengan selai coklat. Dia tertawa, mungkin dia mentertawakan saya.

 Dan ini hari ketujuh saya menantinya, seorang polisi mendatangi saya. "Nak,kamu tidak bisa tinggal disini,". Saya terdiam. Lalu menatapnya. Ia balas menatap saya, dengan tatapan penuh arti yang jika saya terjemahkan menjadi,"Pergilah dari sini,Nak,"
"Ada seseorang yang saya tunggu Pak, sehari,sebulan setahun, saya akan menunggunya. Biarpun hujan turun atau salju menimbun saya, saya tetap menunggunya. Jika gadis itu berubah pikiran,saya tahu tempat inilah yang akan ia kunjungi" jawab saya. Polisi itu terdiam.  Lalu pergi. Saya merasa senang,

"Pindahlah Nak," ini hari ke-10, seorang polisi kembali datang. Bukan polisi yang kemarin, kali ini lebih gemuk dan tinggi.
"Pak, bagaimana saya bisa pindah, bagaimana saya bisa pergi jika saya masih jatuh cinta dengannya?" jawab saya . Polisi itu lalu pergi tanpa kata. Mungkin ia malas meladeni orang gila seperti saya. Ya,saya gila. Tergila-gila pada gadis itu lebih tepatnya.

              ------------------------------------------------------------

Hari terus berganti, tak usah tanyakan pada saya berapa kali saya mandi. Atau bagaimana saya mengeluarkan hasil akhir sistem eskresi atau pencernaan saya. Tanyakan pada toilet di toko roti itu.
Kalender menunjukkan saya sudah 71 hari disini. Tapi sosok itu tidak kunjung saya temui. Persediaan makanan saya mulai menipis. Jerry sudah jarang mengirimkan saya sandwich, tapi pemilik toko roti itu kadang memberikan saya sisa roti kerasnya. Saya begitu berterimakasih padanya.
Saya, ingat di hari ke 67 sepasang mahasiswa datang menemui saya. Seseorang membawa kamera sedangkan satunya memegang notes dan pena. Mereka mewawancarai saya, menanyakan mengapa saya ada disini. Saya menjawab sama, sama dengan jawaban yang saya berikan pada polisi-polisi sebelumnya.
Mereka meminta foto saya, saya menyetujuinya. Tidak peduli jambang saya yang mulai lebat, dan wajah saya yang mungkin tak setampan dulu. Saya tersenyum di kamera, memegang papan kardus bergambar foto gadis yang saya cari itu. Saya berharap gadis itu membaca artikel yang dibuat mahasiswa ini, lalu berlari menemui saya. Saya harap,dia punya perasaan yang sama.

Ini hari ke 71, sebuah mobil dari stasiun TV berlogo Kucing Hitam berhenti tepat di toko roti. Seorang reporter cantik mendatangi saya. Kameramen menyorot wajah saya, saya merasa silau. Reporter itu kembali mengajukan pertanyaan yang hampir sama, saya menjawab dengan jawaban yang sama pula. Bahwa saya sedang menunggu seorang gadis yang melelehkan hati saya, yang membuat saya meruntuhkan dinding logika . Reporter itu bertanya lagi,"Jika gadis itu melihat  liputan ini, apa yang akan kau katakan ?"
Lalu saya menjawab sambil memegang foto gadis itu," Untuk kamu, saya jatuh cinta padamu. Jika kamu merasakan hal sama, datanglah kesini. Atau jika tidak, berjalanlah disini dan biarkan saya menikmati senyummu sendiri sambil menahan sakitnya patah hati. Saya berjanji akan pergi ketika melihatmu, saya benar-benar akan pergi karena saya akan mengejarmu. Terimakasih," 

Hari ke-76 dan dia belum juga menampakkan diri. Sedang koran-koran yang saya lihat memuat foto saya sebagai headline utama mereka. The Man Who Can't Be Moved, A crazy man waiting a girl, Seorang lelaki gila menanti orang yang tidak dikenalnya, Prediksi Ki Sudoro kapan lelaki itu pergi, dan judul lain  yang lebih gila. Saya tahu itu lagi-lagi dari bapak pemilik kedai roti. "Kamu terkenal Nak," katanya sambil tertawa. Saya hanya tersenyum, saya tak ingin terkenal. Percuma jika saya terkenal namun saya tak menemukan gadis dengan senyum setulus malaikat itu.

Notes butut saya menunjukkan hari ke-77 ketika sebuah Alphard berhenti di depan toko. Seorang lelaki tambun dan wanita seksi menghampiri saya. Mereka bilang saya sedang terkenal dan menjadi buah bibir masyarakat. Lalu saya berkata,"Lantas kenapa? Saya tak butuh terkenal,saya butuh gadis itu. Seulas saja senyumnya bisa membuat saya senang bahkan rela mati saat itu juga,". Mereka tertawa, lelaki tambun itu berkata gila. Saya hanya tersenyum, saya sudah bebal dengan kata gila.
Mereka berkata saya tampan, tinggi, senyum saya memikat dan saya sedang terkenal. Saya hanya tertawa . Mereka menawari saya iklan, saya menolak. Mereka menawari saya menjadi aktor film, saya kembali menolak. Saya bilang, saya mungkin akan menerima jika saya sudah menemukan wanita itu. Mereka masih bersikeras, wanita seksi itu menyuruh saya menyanyi. Lelaki tambun itu mengeluarkan kamera pintarnya, memaksa saya menyanyi . Saya menyanyikan Till I See You Again . Ia berkata suara saya bagus, dan ingin membuatkan saya album. Saya menolak, jelas sekali mereka ingin mengeruk keuntungan dari 'The Man Who Can't Be Moved' ini. Hingga akhirnya mereka menyuruh saya berpose, katanya untuk sampul majalah. Saya terpaksa menurutinya. Mereka memberikan saya uang. Tidak akan saya katakan nominalnya, namun cukup untuk membeli roti dan susu selama setahun. Mereka menyelipkan kartu nama,masih berharap mereka dapat 'menjual' saya.

Di hari ke-77 juga, sekelompok gadis berseragam SMA mendatangi saya. Mereka meminta saya untuk berfoto bersama. Saya bingung, namun saya turuti saja. Mereka memuji saya tampan, saya kembali tertawa.

                   -------------------------------------------------
98, mendekati 99 dan 100. Saya masih sabar menantimu,nona manis.Tapi saya merasa tubuh saya berbeda hari ini. Saya menyentuh dahi saya dan panas yang saya rasa, sedang tangan saya dingin. Sekarang memang sedang musim hujan, berkali-kali saya diguyur hujan. Ya, diguyur hujan yang saya artikan sebagai mandi. Baju saya kering sendiri, tapi kadang saya tetap berganti baju di toilet toko roti tengah malam.
Hari ini tubuh saya terasa lemah, saya mungkin sakit. Saya beberapa kali tertidur, mungkin saja saya mengigau. Tapi saya percaya, gadis itu akan saya temukan. Dia akan lewat lagi disini.

Tubuh saya mungkin sedang sakit, tapi saya tahu saya harus tetap semangat. Seperti matahari yang bersinar terik siang hari ini. Saya tidak terlalu merasa kedinginan, teriknya menghangatkan saya. Terik sehangat senyum wanita itu. Saya mengunyah biskuit susu yang saya beli tengah malam tadi. Saya memandangi kiri jalan.

Dug. Jantung saya tiba-tiba berdetak kencang,darah saya mengalir deras, berdesir. Pipi saya menghangat. Saya melihatnya. Dia, gadis itu! Saya benar-benar melihatnya! Saya memukul pipi saya dan saya kesakitan. Syukurlah, itu artinya saya sedang tidak berhalusinasi karena panas tubuh yang tinggi. Saya terpaku, tubuh membeku.
Gadis itu berjalan di depan saya, berhenti sejenak menatap saya. Saya masih saja kaku, saya gila. Saya ingin berdiri tapi saya tak mampu. Ia tersenyum setulus dulu, saat saya pertama melihatnya. Matanya seakan mengatakan,"kejar aku seperti katamu dulu," Lalu ia kembali berjalan.
Saya berusaha berdiri. Tapi tubuh saya makin melemah. Tidak,saya tak boleh kalah!!
 Saya tahu saya mungkin sudah tak kuat lagi, tapi saya menguatkan diri. Saya berhasil berdiri dan berjalan tertatih. Ia berjalan pelan,seakan tahu saya sedang berjuang menggapai bahunya.
Ia mendadak berhenti, memberikan saya kesempatan. Jarak saya semakin dekat. Hingga sejengkal lagi jarak antara saya dan gadis itu. Saya mengangkat lengan, menyentuh pundaknya perlahan. Ia menengok dan memegang tangan saya. Senyumnya kembali terkembang, melelehkan tangan saya. Saya ingin bicara, namun kepala saya terasa berat, tubuh saya makin lemas dan bibir saya sangatlah pahit. Saya berusaha tersenyum namun saya merasa kaki saya tak mampu lagi berdiri. Saya berdoa Tuhan menguatkan saya. Saya menatapnya,namun lama kelamaan senyumnya buram, makin buram, hanya titik-titik kecil dan.. gelap hitam kelam.





OssyFirstan
(terinspirasi dari The Man Who Can Be Moved -The Script)

You Might Also Like

2 komentar

  1. Endingnya gimana nih. laki-lakinya meninggal kah?

    BalasHapus
  2. Endingnya,diserahkan ke yang membaca deh. Diartikan mati,pingsan atau lainnya sesuai imajinasi.
    Terimakasih ya sudah baca *)

    BalasHapus

Jangan ragu untuk berkomentar, kawan!

Popular Posts

My Instagram