Tentang Tamparan untuk Berbagi

Maret 24, 2014



Dear, 
Tulisan ini saya tulis setelah tidak sengaja melihat teman membagikan artikel tentang bapak yang berjualan amplop. Artikel yang pernah saya baca dulu. Entah kapan, saya sudah lupa.
Membaca judulnya, saya merasa ditendang. Benar, saya tidak drama. Tapi saya jadi sesak dan tidak nyaman. 

Saya sadar, ada hak orang lain di dompet saya. Ada uang yang seharusnya bukan milik saya di rekening bank saya. Benar, itu hukum yang digariskan Tuhan kita kan? Bahwa ada rezeki fakir dan miskin di lembar-lembar dompet kita sebelum kita mensedekahkan isinya. Saya memang belum bekerja,tapi saya rasa uang bulanan saya itu diibaratkan sebagai penghasilan yang seharusnya saya  sisihkan minimal 1-2%
Saya merasa ditampar kemarin.
Ketika Karmas saya hilang. Karmas yang berisi uang beasiswa PPA. Dan uang tersebut baru saya gunakan untuk membeli beberapa novel. Saya belum menyisihkannya untuk orang lain. Harusnya saya sadar, uang beasiswa itu diambil dari retribusi parkir, pajak, dan sebagainya. Hak orang lain banyak disitu. Tapi saya nggak sadar-sadar, sampai Tuhan menampar saya dengan kata kehilangan. Saya kehilangn karmas, dan sampai sekarang karmas saya belum jadi. Baik, saya tidak ingin membahas birokrasi berbelit bikin melilit.

Saya mungkin harus lebih banyak memberi, agar Allah semakin sayang pada saya. Agar saya tidak ditendang terus. Mendongak keatas telah cukup membuat leher saya sakit, saya perlu melihat kebawah. Dan saya harus meyakini, saya tidak akan miskin hanya karena menyisihkan 2% itu. Semoga Allah memaafkan saya.

Lalu, ketika membahas kita harus memberi kepada siapa?
Tentu pada siapa saja. Terutama mereka yang membutuhkan. 
Siapa mereka?
Nah,ini dia masalahnya.
Menilik artikel tentang bapak-bapak penjual amplop, atau mbah tua yang keliling membawa permen, saya pikir merekalah yang lebih baik kita beri.
Bukan maksud saya untuk memojokkan pengemis. Hidup mereka susah, saya tahu. Tapi tentu kita akan lebih menghargai nenek tua yang masih berniat berjualan daripada pengemis wanita usia 30an yang normal dan berada di usia produktif.
Tapi, sebuah usaha lebih dihargai kan? 
Jadi,mungkin kita perlu membeli sesuatu dari mereka. Ada jatah mereka di digit rekening kita. Jatah yang jika tidak secara baik-baik kita berikan, akan diambil paksa oleh Tuhan. Lewat kehilangan misalnya. Lewat sakit,biaya berobat,dan segala macam sesuka Tuhan.

Kemana saja, kita bisa berbagi.Dan tentu berapa saja, tidak ada patokan, Papa saya bilang, lebih baik sedikit memberi tapi sering daripada banyak namun cuma sekali.
Maaf Papa, saya melupakan filosofi berbagi. Kadang pelit saya kambuh,darah keturunan kadang suka bicara.

Saya tidak ingin menggurui siapapun. Saya bukan siapa-siapa. Saya hanya bicara tentang tamparan Tuhan, tentang kehilangan, dan berbagi cerita agar kalian yang membaca tidak ditampar juga.
Jadi mari berbagi dari hal kecil. Berbagi senyum, berbagi air minum,berbagi kertas, berbagi sabun cuci piring. Selama hal baik,saya kira Allah senang.

Semoga saya selalu ingat tanpa perlu ditampar lagi dan lagi.

Selamat malam





You Might Also Like

0 komentar

Jangan ragu untuk berkomentar, kawan!

Popular Posts

My Instagram