Makio : Pertama, Keroy

Mei 07, 2015

 Aku menulis tweet ini kemarin, dan aku mencoba menulisnya. Entahlah.

Pada suatu hari, hiduplah lelaki bernama Makio. Ia memiliki kekuatan yang tidak biasa, yaitu menghilangkan setiap orang yang ia benci dari dunia ini.


 Perkenalkan, lelaki berkemeja putih dengan garis-garis vertikal merah, jeans belel, kacamata bulat dan sepasang Keds yang mulai usang. Ya, lelaki yang sedang duduk di kursi merah sambil menunduk dan mengetuk-ngetukkan jemarinya di lutut. Beberapa kali lelaki itu terlihat mengambil sapu tangan hitam di saku kemejanya, mengusap keringat yang membanjiri pelipisnya, memasukkan sapu tangan itu ke saku, berkeringat lagi, dan mengusap keringat lagi. 12 kali. Dan ya, baru saja ia mengusap untuk yang ketiga belas kalinya.

Seorang lelaki tua berambut putih duduk di sampingnya. Menyunggingkan senyum dan sebuah anggukan pada lelaki berkemeja putih itu.
"Hai, aku Gara. Kamu bisa memanggilku Kakek G," sahut lelaki tua itu.
"Makio," ujar lelaki berkemeja putih bergaris merah.
"Dokter Dan belum datang? Aku rindu berbincang-bincang dengannya. Sudah pernah bertemu dengan  Dan sebelumnya?" Kakek G memulai percakapan.
Makio menoleh sejenak dan kembali memandangi jemarinya. "Aku belum pernah bertemu."
Suara wanita merdu memanggil Kakek G. Terdengar ia mengucapkan salam perpisahan pada Makio. 
*
         Beberapa tahun silam...

        Suami Mam kembali memukulku malam ini. Sebabnya, aku terlambat sampai di rumah dan ia lapar. Aku hanya membawa sepotong roti gandum yang kudapatkan dari Bibi Pat lalu pemabuk itu marah dan memukulku setelah menelan rotiku bulat-bulat. Sekujur badanku membiru, dan nyeri yang teramat menyiksaku malam ini. Aku memilih meringkuk di tempat tidurku yang lembab. Di balik selimut putih aku menahan tangis sebab badanku terasa seperti terlindas truk di jalanan. Tapi rasa sakit di paha, lengan, atau pipiku tak sebanding dengan rasa sakit hatiku. 
      Aku sudah tahu bahwa Keroy -nama keparat yang menikahi Mam- bukan lelaki baik-baik. Di hari Mam memperkenalkan Keroy sebagai calon ayah baru, setahun lalu, aku sudah tak suka dengannya. Keroy memelukku erat dan menciumku, dan aku tahu itu palsu. Bau alkohol pun tercium tiap Keroy berdekatan denganku. Badannya yang tinggi dan besar dengan jambang lebat dan rambut agak gondrong makin membuatku takut akannya. Aku pernah menolak Keroy, namun Mam bilang lelaki itu baik dan ia mencintainya. Dan aku yang saat itu masih enam tahun tidak tahu harus melakukan apa untuk menggagalkan mereka.
     Dadaku makin sesak. Sekarang usiaku sudah tujuh tahun dan aku tidak bahagia. Keroy sumber bencana dan nestapa keluarga kami. Dia hanya mabuk, menonton tv, dan memukuliku. Dia akan berlaku seperti ayah yang baik di depan Mam. Aku ingin Keroy hilang dari hidupku. Aku ingi Keroy mati atau lenyap tanpa kabar berita. Aku ingin Keroy hilang, aku ingin Keroy hilang. Keroy menghilanglah.

          Pagi ini rumahku ramai. Aku bangun sambil menahan sakit di sekujur tubuhku. Tentu saja, penyiksaan Keroy akan meninggalkan bekas dan penderitaan paling tidak sampai lima hari ke depan. Mam menangis. Oh tidak, ia meraung-raung. Mam duduk di kursi sambil memeluk baju Keroy. Sebentar, aku ingat baju itu. Kemeja kotak-kotak biru yang dipakai Keroy semalam saat memukuliku. Bibi Pat duduk di samping Mam, perempuan gembul dengan rambut keriting bak medusa itu menepuk-nepuk bahu Mam. Mungkin menenangkan. Beberapa lelaki dan perempuan yang kuketahui sebagai tetangga atau pemilik toko di dekat rumahku merubung.
    "Ada apa?" tanyaku.
   "Ayahmu hilang, Makio," sahut lelaki tua dengan topi merah dan kacamata berbingkai emas. Aku mengingatnya sebagai tukang reparasi jam di dekat toko roti Bibi Pam.
   "Bukankah ayahku sudah lama mati?"
   "Keroy. Lelaki itu tiba-tiba hilang. Ibumu berkata ia bangun dan hanya menemukan bajunya di kasur," lelaki tua itu menjelaskan.
   Aku memasang wajah sedih dan berlari keluar rumah. Dan mendapati aku sudah jauh dari rumahku, aku tertawa, tersenyum dan berteriak-teriak bahagia. Rasanya menyenangkan medengar Keroy hilang.
      Sebentar... bukankah aku meracau menginginkan Keroy hilang semalam? Jangan-jangan aku bisa menghilangkan orang yang aku tak suka? 
   "Kamu memang memiliki kemampuan itu, Nak," suara seorang perempuan terdengar. Kudapati wanita seusia Mam dengan gaun merah muda selutut.
   "Aku? Kemampuan apa?"
   "Kamu bisa menghilangkan orang-orang yang kamu benci atau tak suka. Dengan cara yang kamu lakukan semalam," jelasnya.
   "Dengan... berkata aku ingin Keroy hilang?"
   "Benar. Semoga kamu bijak, Nak," pesan bibi berbaju merah muda itu sebelum berjalan dan tak terlihat lagi saat ia berbelok ke gang kecil.
    Benarkah Keroy hilang karena aku? 

*

Keroy ditemukan di sungai tiga hari kemudian. Telanjang dengan tusukan di dadanya. Ada banyak tusukan disana. Mam menangis meraung ketika Keroy masuk tanah dan gundukan tanah itu menimbun lelaki keji. Bagaimana Keroy bisa ada di sungai yang jaraknya berpuluh-puluh kilometer dari rumah?

You Might Also Like

0 komentar

Jangan ragu untuk berkomentar, kawan!

Popular Posts

My Instagram